Saturday, April 4, 2015

Menggagas (Kembali) Pilkada Hijau



Lukman Hakim
Humas Komunitas Hijau Lampung



Tahun 2015 menjadi tahun politik di Provinsi Lampung karena komisi pemilihan umum (KPU) akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) di delapan kabupaten/kota. Lima tahun lalu, pilkada langsung di bumi sai wawai dilaksanakan pada tanggal 30 juni, dan pelaksanaan pilkada tahun ini masih menunggu koordinasi komisi pemilihan umum dan pemerintah provinsi terkait anggaran dan persiapan lain.
Pesta besar yang mengakomodir aspirasi rakyat untuk memilih pemimpin tingkat daerah secara langsung harus menjadi cermin pemilu yang ramah lingkungan dan menunjukkan kualitas pilkada yang semakin baik. Artinya, dari proses penjaringan calon, proses kampanye, pemilihan, pasca terpilih kepala daerah, pilkada tidak mencederai lingkungan dengan meninggalkan sisa-sisa sampah. Sebaliknya, kualitas lingkungan hidup harus mengalami peningkatan disertai peningkatan kesehatan, kesejahteraan, dan kesadaran peduli lingkungan masyarakat.
Terlihat sangat menohok mata ketika kampanye calon kepala daerah sedang berlangsung, alat peraga kampanye memenuhi sepanjang ruas jalan yang sangat menggangu keindahan dan kenyamanan lingkungan. Terlebih kampanye yang memasang baliho dan gambar calon di pohon dengan paku yang jauh dari kesan ramah lingkungan.
Komisi pemilihan umum (KPU) sebenarnya telah membuat aturan yang jelas mengenai kampanye yang ramah lingkungan. Seperti yang tercantum dalam Peraturan KPU No.1 Tahun 2013 tentang kampanye pemilu yang dilakukan dengan prinsip efisien, ramah lingkungan, akuntabel, nondiskriminasi, dan tanpa kekerasan. Tetapi dalam pelaksanaan, prinsip  kampanye ramah lingkungan sering terabai karena ambisi kekuasaan lebih mendominasi dari pada kesadaran pelaksanaan pilkada hijau.
Pilkada hijau merupakan pilkada yang dalam pelaksaannya tidak merusak lingkungan selama proses pilkada berlangsung. Perkembangan teknologi informasi sebagi sarana pilkada hijau harus dimaksimalkan fungsinya oleh para calon pemimpin daerah, partai politik, tim sukses dan  penyelengara pilkada. Cara-cara konvensional dalam sosialisasi pilkada memang mutlak dibutuhkan melihat segmen masyarakat Indonesia yang tidak semua melek teknologi. Tapi jika perkembangan teknologi infomasi bisa dimaksimalkan maka akan mengurangi anggaran dana pilkada.
E-voting juga menjadi faktor pendukung pilkada hijau  terlepas dari berbagai kelemahan yang inheren pada pelaksanaanya. Di Indonesia, e-voting masih sebatas wacana karena infrastuktur dan sarana yang belum memadai. Jika e-voting bisa terlaksana maka akan memberikan banyak keuntungan kepada penyelenggara pemilihan kepala daerah. Efiensi biaya ditandai dengan penggunaan logistik pilkada (kotak suara, kertas suara), biaya transportasi untuk mengawal suara dan biaya lain yang besar jumlahnya. Selain itu, efisiensi waktu dan tenaga juga akan diperoleh jika e-voting diterapkan dalam pilkada.
Pilkada Hijau dan  Pemimpin Hijau
Pilkada hijau yang menjunjung penghargaan terhadap lingkungan ketika berlangsung pemilihan kepala daerah menjadi hal mahal yang harus dinanti oleh masyarakat. Terwujudnya pilkada hijau akan menentukan seberapa besar kualitas pemimpin yang peduli terhadap lingkungan, terciptanya lingkungan yang nyaman, dan meningkatnya gaya hidup bersih masyarakat.
Indikator pemimpin hijau bisa diihat saat proses kampanye pemilihan kepala daerah berlangsung. Dimana proses kampanye tidak dikotori dengan politik uang, strategi kampanye cerdas dengan memaksimalkan teknologi informasi dan merangkul komunitas kreatif sebagai mesin menggerak untuk menghimpun masa.
Ridwan Kamil cukup menjadi bukti bagaimana seorang pemimpin bisa menggandeng komunitas kemudian bergerak bersama untuk membangun kota dengan kesadaran berbasis lingkungan. Bapak komunitas yang mengakomodir berbagai aspirasi yang kemudian mengemas tempat nongkrong komunitas dalam bentuk taman-taman sebagai wujud kepedulian lingkungan. Pembuatan taman tematik Kota Bandung seperti taman pustaka bunga cilaki, taman fotografi, taman jomblo, taman film, taman musik menandakan peran aktif komunitas dalam mendukung misi kota hijau
Seperti kata pepatah “sayangilah alam, maka alam akan memberikanmu lebih”, seharusnya menjadi kesadaran bersama untuk bertindak terutama pemimpin sebagai otoritas untuk memperbaiaki kondisi alam dengan sederet kerusakan lingkungan. Bahwa lingkungan hidup menjadi ‘rumah bersma’ tempat berlangsung kehidupan manusia hari ini dan generasi mendatang.





Baca selengkapnya

Thursday, April 2, 2015

Gerakan Mahasiswa Sampah


Lukman Hakim
Ketua Bank Sampah CangKir Hijau Metro Lampung
Mahasiwa


Sampah merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, selama kehidupan manusia masih berlangsung maka sampah akan selalu diproduksi. Fakta permasalahan sampah selalu mendengung di telinga seperti pencemaran lingkungan, kontaminasi air, gangguan pernafasan akibat udara yang tercemar dan sederet masalah lain karena sampah luput dari perhatian.
Kementerian Lingkungan Hidup mencatat tahun 2012 rata-rata setiap orang di Indonesia menghasilkan dua kilo gram sampah setiap hari. Jika penduduk Indonesia berjumlah 250 juta jiwa, maka setiap hari manusia Indonesia akan menghasilkan sampah sebanyak 500 ribu ton. Bayangkan berapa banyak sampah yang akan di hasilkan orang Indonesia dalam kurun satu minggu, satu bulan, satu tahun atau beberapa tahun mendatang. Indonesia bisa jadi lautan sampah jika pengelolaan sampah tidak di lakukan dengan baik.
Undang-undang nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan kepada masyarakat Indonesia agar turut aktif dalam mengurangi, menggunakan dan mendaur ulang sampah. Dengan prinsip 3 R (reduse, reuse, dan recycle) harapannya masyarakat tidak hanya mengumpulkan sampah lalu dijual langsung ke pengepul. Tetapi ada sentuhan kreatifitas sehingga sampah memiliki nilai estetika lebih dan akan berimbas pada meningkatnya nilai ekonomi sampah.
Hadirnya bank sampah menjadi berita gembira bagi masyarakat Indonesia karena bisa mengurangi kuantitas sampah yang akan menimbulkan permaslahan bagi masyarakat. Selain meringankan kerja Dinas Kebersihan, kehadiran bank sampah juga memperpendek siklus sampah sebelum sampai di tempat pembuangan akhir (TPA).
Kementerian Lingkungan Hidup mencatat pada tahun 2012  terdapat 1.195 bank sampah yang tersebar di 55 kota seluruh Indonesia. Ini merupakan momentum yang baik untuk membangun kesadaran kolektif dalam usaha menjaga lingkungan dari berseraknya sampah.
Bank sampah sebagai lembaga yang concern terhadap pengelolaan sampah, harus dibangun dengan semangat yang tidak hanya berorientasi pada profit. Tetapi lebih pada proses edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan, bijak dalam penggunaan air dan ramah terhadap lingkungan dengan memanfaatkan sampah yang telah dihasilkan. Dengan demikian, walaupun bank sampah tidak menjanjikan profit yang melimpah tetapi karena dibangun dengan semangat kepedulian maka gerakan bank sampah akan bisa ditularkan kepada masyarakat yang lain.
Banyak inovasi Program yang ditawarkan oleh pegiat bank sampah, seperti bayar listrik dengan sampah, beli pulsa dengan sampah atau tabungan sekolah untuk mempersiapkan biaya pendidikan. Program dalam suatau bank sampah bisa disesuaikan dengan kondisi masyarakat dimana bank sampah itu berada. Inovasi program bank sampah dibuat agar masyarakat tertarik dan peduli dengan sampah agar masalah sampah dapat berkurang.
Dalam pengolahan sampah, pegiat bank sampah juga tidak hanya melakukan prinsip 3 R, tetapi juga melakukan inovasi pengolahan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi yang dikenal dengan istilah up-cycling.Upaya up-cycling bisa dilakukan dengan memberikan pelatihan atau memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam mengembangkan kreativitas.
Jika tahun 2014 pemerintah DKI Jakarta harus menyisihkan dana APBD untuk pengelolaan sampah sebesar 1,2 triliun rupiah, maka bayangkan berapa biaya yang bisa dihemat jika bank sampah banyak direplikasi di Jakarta. 
 
Sampah Mari Bersihkan, Sebuah Gerakan Mahasiswa
Munculnya bank sampah Cangkir Hijau di Kota Metro merupakan inisiasi dari sekelompok pemuda yang prihatin dengan permasalahan sampah kota. Mereka hidup di kota, mencari makan di sana tetapi kebanyakan dari penghuni kota absen untuk memikirkan kebersihan dan kenyamana kota yang merupakan rumah bersama para penghuninya.
Semangat membangun kota dengan mendirikan bank sampah adalah salah satu wujud kepedulian dan tanggung jawab yang harus di replikasi dibanyak tempat. Pelibatan warga dalam pengelolaan bank sampah harus terus diupayakan karena jika kesadaran kolektif masyarakat telah terbentuk maka replikasi gerakan bank sampah akan mudah dilakukan.
Selain itu, mahasiswa sebagai agent of change harus turut aktif melibatkan diri sebagai perwujudan dari salah satu Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Mahasiswa harus membuktikan bahwa dirinya bukan produk dari perguruan tinggi dengan stereotipe  menara gading yang semakin jauh dari masyarakat. Tetapi mahasiswa adalah problem solving dalam suatu kelompok masyarakat.
Sekelompok mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro Lampung kemudian membuat komunitas yang diberi nama Relawan Samber (sampah mari bersihkan). Komunitas ini mengajak kepada mahasiswa dan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya seperti gerakan pungut sampah (GPS) yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah dan Walikota Bandung Ridwan Kamil.    
Relawan Samber merupakan komunitas yang terintegrasi dengan bank sampah CangKir Hijau yang memiliki visi menjaga kebersihan kota, menciptakan kenyaman, dan proses edukasi bersama menciptakan kesadaran kolektif menjaga lingkungan hidup.

Terbit di Koran Editor Senin 30 Maret 2015


Baca selengkapnya