Wednesday, June 28, 2017

Bolidi dan Kakus


Selepas subuh Bolidi jalan-jalan kecil di sekitaran kampungnya. Ia dikagetkan oleh sosok Paimin yang keluar dari semak-semak.
"Hayo ngapain sampean Min?", ujar Bolidi yang terlihat kaget.
"Baru ngising kang Bol", timpal Paimin cengar-cengir.
"Lah, sampean tetep nggak punya kakus ta?"
"Nggak punya kang"
"Waduh, sampean belum tau program pemerentah soal Stop Buang Besar Sembarangan kui?"
"Saya ini bukannya nggak tau itu kang, tapi saya sebagai manusia harus berinteraksi dengan alam, Kang"
"Maksudnya?", kejar Bolidi keheranan.
"Loh, bukankah harus ada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan"
"Terus, apa hubungannya dengan ngising ndak di kakus?"
"Masak kang Bol nggak paham. Jadi begini kang. Karena alam telah memberi kita banyak, maka saya juga wajib memberikan ising saya kepada alam agar unsur haranya kembali ke tanah yang saya isingi"
" Wah, sampean ki edan Min"
"Kang Bol ini kok ngedan-ngedane saya. Wong tai sapi, tai ayam, tai kambing kita beli lo untuk pupuk. Masak tai sendiri tidak dimanfaatkan? Bukankah tai kita lebih subur to kang?"
"Bener juga kamu Min", batin Bolidi.
"Oleh sebab itu, saya ngising di kebon kang Bol"
"Sampai kapan sampean ngising di kebon Min?
"Hari ini dan seterusnya kang. Bukan saya mbandel sama pemerintah kang, tapi saya sayang lingkungan"
"Waduh"
"Waduh kenapa kang Bol? Dari pada saya ngising di kakus cemplung. Pas ujan kan tainya nyiprat ke bokong kang Bol"
Bolidi dan Paimin terus berjalan beriringan.
"Eh, ini kok bau tai ya Min?
"Saya belum cebok kang Bol", jawab Paimin sambil nyengir lagi.
"Jancuk sampean Min".

Penulis: uman al-hakim
Baca selengkapnya

Monday, June 5, 2017

Bersama Lawan Persekusi

Fenomena persekusi akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak pihak karena persekusi merupakan perbuatan yang melanggar hak dan hukum. Sebut saja beberapa waktu lalu Dokter Fiera Lovita di Solok, Sumatera Barat, mendapatkan teror dari orang yang tak dikenal di kediamannya. Bahkan tidak hanya dirinya, keluarganya pun menjadi incaran tindakan persekusi sehingga kepolisian harus turun tangan memberi rasa aman kepada Dokter Lovita dan keluarganya.
Lalu, apakah persekusi itu? Menurut kamus besar bahasa Indonesia, persekusi adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap sesorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Artinya pelaku persekusi mengabaikan nilai kemanusian karena telah menganggu, membuat tidak nyaman, mengancam keamanan seseorang atau kelompok orang. 
Lebih menyedihkan lagi adalah persekusi yang menimpa pemuda berumur 15 tahun berinisial PMA di Cipiang Muara, Jakarta Timur pada Minggu, 28 Mei 2017 yang videonya menyebar di  platform media sosial facebook. Kejadian ini berdekatan dengan tanggal 1 Juni yang merupakan hari lahir pancasila. Lalu, apakah pihak-pihak yang melakukan tindakan persekusi bisa dianggap sebagai warga Indonesia yang pancasilais? Penulis anggap ini bisa menjadi momen renungan bersama menafsirkan kembali makna pancasila sebagai dasar Negara kita.
Pertanyaanya, apa yang menyebabkan kedua korban, Lovita dan PMA mengalami intimidasi, tekanan, bahkan perlakukan represif yang dilakukan oleh pihak yang merasa tersinggung atau dirugikan. Tidak lain adalah unggahan status mereka di media sosial yang dianggap menyinggung salah satu pihak atau kelompok. Kemajuan teknologi memang seperti dua sisi mata uang yang memiliki dampak positif dan negatif sekaligus. Tetapi sebagai generasi mileneal kita harus lebih cerdas dalam menggunakan media sosial dalam keseharian. Bukannya membawa keuntungan, buntut apes kadang sering dialami oleh pengguna media sosial yang kurang bijaksana.
Menjadi pengguna cerdas dalam bermedia sosial sudah harus dilakukan sejak sekarang. Tidak menjadi orang yang suka menyebar berita bohong (hoax), menghindari menjadi ‘agen’ penyebar ujaran kebencian dan menghindari mengunggah konten yang dapat menyinggung pihak lain.
Bukankah bersikap santun di dunia maya juga menjadi bagian dari peresapan nilai-nilai pancasila kita. Selain itu, kita juga dibatasi oleh rambu-rambu untuk berperilaku di dunia maya atau di media sosial yaitu  UU ITE.
Jika dulu berlaku ungkapakan, ‘mulut mu harimau mu!’, maka di era media sosial mulut diwakili oleh tarian jari jemari kita, ‘jari mu harimau mu!’. Maka memilah dan memilih diksi yang tepat menjadi penting untuk semua pengguna media sosial di lini kehidupan maya mereka. Sering orang terlihat garang di media sosial tapi sangat penakut di kehidupan nyata atau sebaliknya. Maka piliahnnya adalah menjadi pengguna yang bijak dan cerdas dalam bermedia sosial.
Menurut data Asosiasi Penyenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),  pengguna internet di Indonesia tahun 2016 mencapai angka 132, 7 juta user atau sekitar 51,4% dari total penduduk Indonesia. Dari angka tersebut, berdasarkan konten yang paling banyak dikunjungi, para pengguna internet sering mengunjungi toko online sebanyak 82,2 atau 62%. Konten media sosial yang sering dikunjungi adalah facebook sebanyak 71,6 juta pengguna atau 54% dan urutan kedua adalah instagram sebanyak 19,9 juta pengguna atau 15%.
Jika dilihat berdasarkan tingkat usia, rentan usia sebagai pengguna terbanyak 35-44 tahun sebesar 29,2%, sedangkan rentang usia 55 tahun eatas menjadi angka terkecil diangka 10%.
Melihat dana ini, peran orang tua sangat penting dalam mengawasi anak-anak mereka saat menggunakan media sosial. Jikapun orang tua tidak bisa mengawasi dan mengontrol kegiatan anak di media sosial mereka, orang tua harus selektif melihat pergaulan anak di dunia nyata. Langkah preventif diperlukan dari banyak pihak untuk menekan hal negatif di media sosial.
Menurut data Southeast Asia Freedom of Ekspression Network (Safenet), setalah kasus penistaan agama Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), ada 59 orang yang menjadi korban aksi persekusi. Penulis fikir, tindakan persekusi ini merupakan ‘sisa’ dari hiruk pikuk kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta beberapa waktu lalu.  
Maraknya fenomena persekusi harus disikapi secara baik oleh banyak pihak. Jika seseorang dianggap bersalah maka serahkan kepada penegak hukum, tidak main hakim sendiri yang malah melanggar hukum. Seorang pancasilais adalah mereka yang menghargai proses hukum yang berlaku dengan catatan bahwa tidak ada cacat hukum atau manipulasi hukum.
Bukankah persekusi merupakan tindakan yang menghianati agama dan Negara karena melanggar tatanan yang telah dibuat oleh keduanya. Sehingga kita harus memposisikan persekusi sebagai musuh bersama yang pelakunya harus diproses berdasarkan hukum yang berlaku.
Kebebasan seseorang memang telah dijamin oleh Negara lewat Undang-undang dasar dan peraturan turunanya, tapi yang harus dipahami adalah setiap orang juga dibatasi oleh hak orang lain. Sehingga hak dan kewajiban harus dilaksankan dalam porsi yang sama sehingga harmoniasi di masyarakat dapat terbangun dengan baik. Tabik!  

Cek juga di web Waroeng Batja


Baca selengkapnya

Thursday, June 1, 2017

Ayo, 20 Juta Pertama!


Ada yang berbeda dengan salat tarawih malam ini (1/6) di Masjid Nurul Iman Iringmulyo, Kecamatan Metro Timur. Malam ke-7 ramadan, jamaah di masjid ini kedatangan tamu istimewa dari Palestina. Beliau adalah Abu Anas, saya lupa nama aslinya, tapi demikianlah penerjemahnya memperkenalkan Syekh dari palestina tersebut.
Kedatangan syekh tadi ke Indonesia seperti halnya tahun-tahun sebelumnya yaitu untuk meminta doa, bantuan moril atau dukungan materil untuk rakyat Palestina. Beberapa tahun terakhir saya ikut dalam pengajian para syekh yang mengisi pengajian di masjid-masjid di Kota Metro. Isi pengajiannya tidak jauh dari topic Masjid al-Aqsa, bahwa Masjid al-Aqsa adalah kiblat pertama umat islam dan termasuk dalam tiga masjid yang memilki keistimewaan, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. 
Setiap tahun materi yang disampaikan sama, tentang Palestina dan Masjid al-Aqsa tetapi disampaikan oleh orang yang berbeda.
Yang menjadi catatan saya malam ini adalah bukan tentang syekh yang mengimami salat tarawih dan mengisi ceramah, bukan pula soal materi yang disampai tentang keadaan rakyat Palestina dan kondisi masjid Al-Aqsa. Tetapi tentang panitia yang menyelenggarakan acara tersebut yaitu Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP).
Jamaah hampir satu jam mendengarkan ceramah tentang keadaan rakyat palestina. Dari cermarah itu, Syekh Abu Anas hanya menyampaikan tidak lebih dari setengah jam. Kemudian yang memegang kendali acara itu adalah penerjemah dari KNRP, panitia ini mengajak para jamaah bersedekah untuk rakyat palestina. Yang membikin saya tergelitik adalah, kesan “paksaan”  bersedekah yang dilakukan oleh panitia tersebut.
“Siapa yang ingin berinfak 20 juta?”. Begitu pertanyaan ini di ulang berkali-kali oleh penerjemah dengan semangat berapi-api. Sampai pada akhirnya orang ini menyerah karena tak ada satupun jamaah yang mengangkat tangan untuk bersedekah dengan nominal itu.
Walaupun sebelumya telah diceritakan tentang anak yang duduk di sekolah menengah pertama berani berkomitmen bersedekah 50 juta untuk rakyat Palestina. Angka 20 juta mungkin dianggap tinggi oleh para jamaah. Terlebih dengan jalan paksaan seperti itu. 
Sebenarnya ada salah satu jamaah yang mengangkat tangan, tetapi karena tidak terlalu tinggi angkatan tangannya sehingga tidak terlihat oleh si penerjemah. Lalu tawaran berkomitmen−dalam bahasa penerjemah−20 juta berlalu. Si jamaah sebenarnya berada tepat di sebelah kiri saya, tepat di kanan penerjemah.
Selanjutnya, dengan nada yang sama, yang masih saja bergelora, penerjemah tadi menurunkan angka sedekahnya. Sekarang turun 50 persen dari tawaran pertama ke angka 10 juta. “Ayo yang mau bersedekah 10 juta angkat tangannya. 
Setelah diulang beberapa kali, tawaran komitmen 10 juta kepada jamaah, akhirnya ada seorang jamaah yang ada di depan yang mengangkat tangan. Disusul oleh seorang ibu yang ada di belakang. Kedua jamaah ini dipersilahkan ke depan untuk diberi cindramata berupa sal dan gambar masjid Aqsa yang dibingkai rapi.
“Silahkan yang mau mengisi formulir komitmen, ini bukan hutang dan tidak akan ditagih ketika mati. Saya sudah katakan hal ini kepada jamaah yang pernah bertanya”, ujarnya si penerjemah. 
“Silahkan isi, boleh 100 juta, 50 juta, 20 juta, 10 juta atau berapa nominal yang anda mau.  Dan membayarnya terserah, boleh dicicil, boleh cash”, lanjutnya tanpa memberi kesempatan jamaah untuk sekadar bertanya.
Ini adalah salah satu pernyataan yang menggelitik nalar saya. Jamaah diminta mengisi u formulir komitmen yang disediakan panitia dengan nilai berapa pun, dan dapat membayar kapanpun. Dan dikatakan ini tidak termasuk dalam hutang, janji atau nazar.  
Menurut saya ketika sesorang sudah berucap sesuatu, terlebih menuliskannya dalam pernyataan, itu sudah termasuk dalam kategori janji. Dan bahwasanya kewajiban yang memilki janji adalah memenuhinya. Terlebih janji ini berkenaan dengan pemberian materi/sejumlah uang maka janji itu wajib ditunaikan. Menjadi kewajiban ahli waris jika sampai pada waktu yang ditentukan di pemilik janji sudah meninggal dan belum bisa memenuhinya.
Bukankah panitia KNRP bisa melakukan penghimpunan dana yang lebih elegan. Tetap dengan sosialisasi tapi terkesan tidak memaksa seperti yang dilakukan malam ini.  Memberikan nomor handphone KNRP agar para jamaah bisa bertanya soal Palestina dan terkait penghimpunan dana dari KNRP. Memberikan nomor rekening bank kepada para jamaah agar ketika ada yang berniat bersedekah langsung bisa di transfer via bank. 
Saya melihat salah satu jamaah yang bersedekah 10 juta rupiah terlihat enggan ketika di suruh berdiri untuk diberikan kenang-kenangan. Saya mengira bahwa bapak ini tidak ingin terlihat pamer, maka saya tidak setuju dengan penghimpunan sedekah dengan model “tembak langsung” yang dilakukan oleh KNRP.
Tapi dibalik ketidaksetujuan saya itu, ada hal yang saya setuju yaitu soal bacaan surat setelah al-fatihah oleh Syekh Abu Anas. Apa itu? Blio tidak terlalu panjang dalam membaca surat-surat al-Qur’an. Blio tau bahwa tidak semua jamaah adalah orang yang suka dengan bacaan panjang, tidak semua jamaah adalah anak-anak muda yang kuat berdiri berlama-lama.
Itu, menurut saya sangat pengertian, dan sangat keren. Wallahu a’lam.
Lukman Hakim
Pegiat Waroeng Batja
Metro, 1 Juni 2017 pukul 22:40 WIB

Artikel ini bisa di cek juga di waroeng batja
Baca selengkapnya