Sunday, March 27, 2016

Etika Berlalu Lintas


Lukman Hakim
Pegiat Jurai Siwo Corner STAIN Jurai Siwo Metro
Pegiat Sai Wawai Institute Lampung
Kemacetan di Jalan Raya Akibat
pohon yang Ambruk
Polemik transportasi masih menjadi penanda buruknya penataan sistem transportasi di negeri ini. Hal ini ditandai dengan unjuk rasa yang dilakukan oleh pengemudi (baca: supir) kendaraan konvensional yaitu anggota Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD)  yang yang memprotes agar menghentikan beroperasinya transportasi berbasis daring, yakni Grab Car dan Uber pada (22/3) lalu.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta memberikan tenggang waktu sampai 31 Mei 2016 agar Grab Car dan Uber melengkapi persyaratan menjadi kendaraan umum. Jika tidak dipenuhi maka pemerintah akan menindak semua Grab Car dan Uber termasuk semua transporstasi yang tidak memiliki izin sebaigamana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Apa yang menjadi tuntutan pengemudi kendaraan konvensional tidak sepenuhnya salah, tetapi unjuk rasa yang dilakukan dengan tindak anarkis tidak dibenarkan di mata hukum. Unjuk rasa merupakan salah satu bentuk tuntutan yang diperbolehkan oleh Negara, tapi dengan catatan tidak menganggu ketertiban umum, apalagi sampai merusak, membakar dan menghancurkan segala yang ada di sekitar tempat berdemo. Itu harus dipahami sebagai tindakan yang tidak patut dilakukan oleh pengunjuk rasa. Unjuk rasa seharusnya dilakukan secara tertib, aman, dan segala aspirasi pengunjuk rasa bisa sampai kepada pemegang kebijakan.
Munculnya transportasi berbasis aplikasi online sebenarnya merupakan ciri bahwa masyarakat di Indonesia sudah bisa menerima kehadiran teknologi secara baik. Artinya manfaat teknologi bisa dirasakan dengan menggunakan kendaraan umum yang murah, efisien dan efektif. Tak perlu mengeluarkan biaya tinggi karena tagihan argometer membengkak. Dengan kendaraan berbasis aplikasi online biaya ditentukan oleh berapa jauh jarak yang akan ditempuh. Biaya berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh, maka konsumen merasa diuntungkan karena lewat aplikasi pengemudi dan supir bisa mengetahui jalur mana yang akan ditempuh dan berapa biaya yang harus dikeluarkan.
Perkembangan teknologi yang tidak bisa dibendung harus disikapi dengan berbagai langkah inovatif dari pengelola penyedia layanan transportasi. Atmosfer persaingan yang sehat harus diciptakan sehingga akan ada inovasi-inovasi yang muncul sebagai respon dari kompetisi tersebut. Sebenarnya fenomena penggunaan aplikasi online tidak hanya pada angkutan umum saja. Misalnya sudah diimplementasikan pula pada penyedia layanan hotel, jual beli online, dan penyedia tiket pesawat melalui aplikasi online.
Terlepas dari kendaraan konvensional atau kendaraan berbasis aplikasi online, yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana penyedia layanan kendaraan memenuhi aturan sehingga keamanan dan kenyamanan konsumen pengguna jasa transportasi bisa terpenuhi. Patuh terhadap peraturan merupakan sikap dewasa para pengguna jalan raya demi menjaga ketertiban umum berlalu lintas.
Perhatian  pemerintah  terhadap etika berlalu lintas perlu terus diperketat agar tercipta arus lalu lintas yang minim hambatan dan menekan angka kecelakaan. Memakai helm, menaati rambu-rambu lalu lintas, membawa surat kendaraan dan SIM, merupakan syarat multak yang harus dipenuhi oleh pemakai jalan raya. Bukankah tingkat peradaban suatu bangsa bisa dilihat dari bagaimana etika berlalu lintas, taat dalam berlalu lintas merupakan gambaran secara umum bagaimana keadaan masyarakat di suatu Negara yang taat terhadap hukum yang berlaku.
Jalan raya menjadi gambaran bagaimana egoisme massal terjadi secara besar-besaran.  Budaya ugal-ugalan di jalanan, tidak sedikit membuat meregangnya nyawa pengendara dan memberi dampak negatif kepada pengguna jalan raya lain. Ingin menjadi yang terdepan saat berkendara, kebut-kebutan, dan tidak displin terhadap rambu-rambu lalu lintas, adalah contoh nyata bagaimana egoisme di jalan raya menjadi budaya yang sulit dihilangkan.
Menurut data Korp Lalu Lintas Mabes Polri hingga September 2015 jumlah kasus kecelakaan lalu lintas mencapai 23.000 kasus. Dari 23 ribu kasus yang terjadi, tercatat 23 ribu korban meninggal dunia yang harus meregang nyawa di atas apal. Banyaknya angka kecelakaan ini selain diakibatkan human error dan sifat tak disiplin pengendara di jalanan, juga dipengaruhi mindset masyarakat terkait kendaraan.
Penulis yakin bahwa kecelakaan akan meningkat menjelang hari-hari besar ketika masyarakat mudik ke kampung halaman, seperti menjelang Idul fitri dan Idul Adha. Oleh sebab itu, memperhatikan keselamatan diri sendiri dan orang lain merupakan kewajiban bersama para pengguna jalan raya, tak terkecuali untuk penyedia layanan transportasi konvensional atau pun yang berbasis aplikasi online.
Oleh sebab itu, permasalahan layanan transportasi konvensional atau transportasi dengan basis aplikasi online harus disikapi secara dewasa. Selama kendaraan yang digunakan telah memenuhi aturan sebagai kendaraan umum maka  tidak ada yang harus dipermasalahkan lagi. Selanjutnya, pengguna kendaraan umum yang akan memilih sendiri manakah kendaraan yang lebih menguntungkan. Penyedia layanan transportasi harus memberikan layanan terbaik agar para konsumen merasa puas dan tidak beralih ke angkutan yang lain. Tabik!




Baca selengkapnya

Monday, March 21, 2016

Lebih dari Yasinan

Lukman Hakim
Pegiat Jurai Siwo Corner STAIN Jurai Siwo Metro

Membaca artikel saudari Esty Dyah Imaniar yang katanya aku  apa mah atuh itu,  tentang Menjadi Penulis Kata Pengantar Buku Yasin, saya jadi teringat bapak di rumah. Setiap malam jum’at tiba, sudah bisa dipastikan bapak akan di dapuk menjadi Imam Yasinan di Desa Bina Karya Utama yang jauuuh di Lampung itu. (plisss, jangan cari di peta, Google Map atau mesin pencari lainnya, karena saya pastikan anda tidak dapat menemukan desa tersebut). Hahaha!

Sebagai imam besar jamaah yasinan desa setempat, bapak selalu mengatakan bahwa yasinan adalah salah satu jalan untuk mengingat kematian. Iya, mengingat kematian. Karena dengan membaca surat yasin untuk mereka yang sudah tiada, secara tidak langsung para jamaah diajak untuk merenungkan bahwa setiap yang hidup akan menjumpai kematian. Kapan pun dan di mana pun, ketika usia belia atau di usia senja. Kematian tidak pandang bulu, terlebih bulu ketek, maka bersiap-siaplah untuk menyambut saudara yang bernama “kematian”.

Jadi serem gini ya ngomongin mati. Memang serem, lebih serem lagi karena ngerasa was-was dan HHC (harap-harap cemas) tulisan ini bakal di muat oleh mojok.co atau ndak. (ngarepnya sih di muat). Yang jelas, bapak bilang begini, “Le, jikalau kamu nanti bersinggungan dengan ideologi apa pun, di kampus mu itu, jangan sampai nanti kamu melarang bapak untuk yasinan ya, inget pesen bapak le!”. 

Saya selalu mengingat nasihat bapak yang selalu mengiang di telinga itu. Bahwa orang yasinan itu tidak perlu dilarang-larang. Toh, apakah ada yang dirugikan? Biarkan yang yasinan tetap yasinan, dan yang tidak yasinan ya diharapkan jangan mengganggu. Untung semua kan. 

Ketika saya pulang kampung pun, saya masih ikut yasinan, bahkan selama seminggu ini, agenda saya full untuk yasinan karena ada tetangga kos yang meninggal. Lumayan, uang jatah makan malam aman. Haha, dasar anak kos!

Dan benar, ternyata saya menjadi seorang aktipis (bukan aktivis, karena saya ini serba tipis, dari badan tipis, muka juga tipis,  sampai kantong pun ikutan tipis) dakwah kampus.  Di kampus banyak ideologi masuk, wari-wiri, ke sana ke mari dan bersinggungan dengan saya secara langsung. Dari macam-macam jenis akhi-akhi sudah saya kenal, atau ngobrol dengan pegiat organisasi keras macam preman,  dan lain-lain ideologi tidak membuat saya bergeming untuk mundur dari dunia per-yasin-an.

Saya tetap merasa tangguh. Iman tipis yang saya miliki lantas tak membuat saya menyalahkan yasinan yang telah dilakukan oleh bapak atau penggemar yasinan lain selama bepuluh-puluh tahun. Bahkan saya baru sadar kalo saya ini pelaku yasinan sedari kecil dulu. 

Masih melanjutkan faidah-faidah dari yasinan, pesan bapak selanjutnya adalah bahwa yasinan merupakan sarana untuk menyambung, lebih dari itu untuk mempererat tali silaturahim setiap jamaah. Kesibukan sebagai petani, buruh, atau pemilik petak kecil ladang garapan (tanah dan ladang yang luas pastinya sudah punya si pemilik modal), membuat masyarakat (baca: jamaah) tidak sempat berkumpul dan bertukar fikiran setiap hari. Mereka selepas sholat isya’ sudah masuk dipembaringan masing-masing, sebelumnya bercengkerama hangat dengan anggota keluarga. 

Ya, memang yasinan itulah, waktu yang tepat untuk membahas permasalahan-permasalahan desa, mencari solusinya, membuat strategi agar masyarakat desa bisa lebih maju dan sejahtera (eh, bukan bahas partai ya).
Selain itu, yasinan mengajarkan kepada kita agar selalu berbagi dengan tetangga, kerabat dan sanak saudara. Menekan pertumbuhan rasa pelit bin medit bin bakhil, eh hati-hati bintitan. Yang jelas kita diajarkan untuk berbagi dengan sesama−bersedekah−agar ketika susah, orang lain tidak akan segan untuk membantu.

Dan perlu di ingat bahwa membaca al-Qur’an itu anjuran untuk muslim. Membaca satu huruf dalam al-Qur’an akan memeroleh satu kebaikan. Saya tegaskan lagi, satu kebaikan dan bukan satu pahala. Kenapa kemudian kebaikan yang dijanjikan bukan pahala, karena membaca al-Qur’an si pembaca akan merasa tenang, bersikap baik dan selanjutnya melakukan kebaikan-kebaikan. Nah, dan surat yasin itu merupakan satu dari 114 surat yang ada di al-Qur’an.

Jika berbicara soal pahala, itu sudah otoritas Tuhan, aku mah apa atuh, Cuma seorang hamba yang berlumur kesalahan dan banyak khilaf tentunya. Tabik!






Baca selengkapnya