Monday, March 21, 2016

Lebih dari Yasinan

Lukman Hakim
Pegiat Jurai Siwo Corner STAIN Jurai Siwo Metro

Membaca artikel saudari Esty Dyah Imaniar yang katanya aku  apa mah atuh itu,  tentang Menjadi Penulis Kata Pengantar Buku Yasin, saya jadi teringat bapak di rumah. Setiap malam jum’at tiba, sudah bisa dipastikan bapak akan di dapuk menjadi Imam Yasinan di Desa Bina Karya Utama yang jauuuh di Lampung itu. (plisss, jangan cari di peta, Google Map atau mesin pencari lainnya, karena saya pastikan anda tidak dapat menemukan desa tersebut). Hahaha!

Sebagai imam besar jamaah yasinan desa setempat, bapak selalu mengatakan bahwa yasinan adalah salah satu jalan untuk mengingat kematian. Iya, mengingat kematian. Karena dengan membaca surat yasin untuk mereka yang sudah tiada, secara tidak langsung para jamaah diajak untuk merenungkan bahwa setiap yang hidup akan menjumpai kematian. Kapan pun dan di mana pun, ketika usia belia atau di usia senja. Kematian tidak pandang bulu, terlebih bulu ketek, maka bersiap-siaplah untuk menyambut saudara yang bernama “kematian”.

Jadi serem gini ya ngomongin mati. Memang serem, lebih serem lagi karena ngerasa was-was dan HHC (harap-harap cemas) tulisan ini bakal di muat oleh mojok.co atau ndak. (ngarepnya sih di muat). Yang jelas, bapak bilang begini, “Le, jikalau kamu nanti bersinggungan dengan ideologi apa pun, di kampus mu itu, jangan sampai nanti kamu melarang bapak untuk yasinan ya, inget pesen bapak le!”. 

Saya selalu mengingat nasihat bapak yang selalu mengiang di telinga itu. Bahwa orang yasinan itu tidak perlu dilarang-larang. Toh, apakah ada yang dirugikan? Biarkan yang yasinan tetap yasinan, dan yang tidak yasinan ya diharapkan jangan mengganggu. Untung semua kan. 

Ketika saya pulang kampung pun, saya masih ikut yasinan, bahkan selama seminggu ini, agenda saya full untuk yasinan karena ada tetangga kos yang meninggal. Lumayan, uang jatah makan malam aman. Haha, dasar anak kos!

Dan benar, ternyata saya menjadi seorang aktipis (bukan aktivis, karena saya ini serba tipis, dari badan tipis, muka juga tipis,  sampai kantong pun ikutan tipis) dakwah kampus.  Di kampus banyak ideologi masuk, wari-wiri, ke sana ke mari dan bersinggungan dengan saya secara langsung. Dari macam-macam jenis akhi-akhi sudah saya kenal, atau ngobrol dengan pegiat organisasi keras macam preman,  dan lain-lain ideologi tidak membuat saya bergeming untuk mundur dari dunia per-yasin-an.

Saya tetap merasa tangguh. Iman tipis yang saya miliki lantas tak membuat saya menyalahkan yasinan yang telah dilakukan oleh bapak atau penggemar yasinan lain selama bepuluh-puluh tahun. Bahkan saya baru sadar kalo saya ini pelaku yasinan sedari kecil dulu. 

Masih melanjutkan faidah-faidah dari yasinan, pesan bapak selanjutnya adalah bahwa yasinan merupakan sarana untuk menyambung, lebih dari itu untuk mempererat tali silaturahim setiap jamaah. Kesibukan sebagai petani, buruh, atau pemilik petak kecil ladang garapan (tanah dan ladang yang luas pastinya sudah punya si pemilik modal), membuat masyarakat (baca: jamaah) tidak sempat berkumpul dan bertukar fikiran setiap hari. Mereka selepas sholat isya’ sudah masuk dipembaringan masing-masing, sebelumnya bercengkerama hangat dengan anggota keluarga. 

Ya, memang yasinan itulah, waktu yang tepat untuk membahas permasalahan-permasalahan desa, mencari solusinya, membuat strategi agar masyarakat desa bisa lebih maju dan sejahtera (eh, bukan bahas partai ya).
Selain itu, yasinan mengajarkan kepada kita agar selalu berbagi dengan tetangga, kerabat dan sanak saudara. Menekan pertumbuhan rasa pelit bin medit bin bakhil, eh hati-hati bintitan. Yang jelas kita diajarkan untuk berbagi dengan sesama−bersedekah−agar ketika susah, orang lain tidak akan segan untuk membantu.

Dan perlu di ingat bahwa membaca al-Qur’an itu anjuran untuk muslim. Membaca satu huruf dalam al-Qur’an akan memeroleh satu kebaikan. Saya tegaskan lagi, satu kebaikan dan bukan satu pahala. Kenapa kemudian kebaikan yang dijanjikan bukan pahala, karena membaca al-Qur’an si pembaca akan merasa tenang, bersikap baik dan selanjutnya melakukan kebaikan-kebaikan. Nah, dan surat yasin itu merupakan satu dari 114 surat yang ada di al-Qur’an.

Jika berbicara soal pahala, itu sudah otoritas Tuhan, aku mah apa atuh, Cuma seorang hamba yang berlumur kesalahan dan banyak khilaf tentunya. Tabik!






Bagikan

Jangan lewatkan

Lebih dari Yasinan
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.