Thursday, May 22, 2014

Hukum Taklifi Dan Macamnya



TUGAS MANDIRI
USHUL FIQH
HUKUM TAKLIFI DAN MACAM-MACAMNYA
Dosen Pengempu:
Drs. H. Musnad Rozid,MH


 






Disusun Oleh:

LUKMAN HAKIM (1178618)
Jurusan : Syari’ah
Prodi :PBS A
Semester : II

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
2011/2012



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah karena berkat rahmat,nikmat,dan inayah-Nya,  makalah ini yang  berjudul “Hukum Taklifi dan Macam-macamnya ” dapat diselesaikan walaupun banyak rintangan yang menghalangi. Shalawat teriring salam semoga disampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umat dari alam kebodohan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan ,baik dari segi  penulisan maupun dari segi penyusunan kalimat. Hal ini karena keterbatasasn penulis. Untik itu kritik dan saran sangat kami butuhkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya.

Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. 



                                      Metro, 15 Juni 2012

                                                                                                                                      Penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
KATA PENGANTAR  ....................................................................... .ii
DAFTAR ISI   .....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
a.      Latar belakang masalah................................................................1 
b.      Rumusan Masalah........................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 2
      A.    Hukum Taklifi dan Macamnya...................................................... 2
     1.Pengertian.....................................................................................2
     2. Pembagian Dilihat Dari Dalil Hukum................................. .......2
B. Pembagian Hukum Taklifi............................................................... 4 
1. Wajib...................................................................................... 5
2. Sunah...................................................................................... 6
3. Haram..................................................................................... 7
 4.Makruh .................................................................................. 8
5. Mubah ................................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN...................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani hidupnya manusia membutuhkan hukum agar kehidupan bisa berjalan dengan aman dan tida semrawut. Begitu juga dalam agama, islam telah menjelaskan dan memaparkan hukum-hukum yang ada, tertulis dalam kitab suci al-Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah. Banyak hukum yang berlaku dal;am islam dan pada kesempatan ini akan di jelaskan terkait dengan hukun taklifi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang di maksud dengan hukum taklifi ?
2.      Sebutkan dan jelaskan pengelompokan hukum taklifi?





BAB II
PEMBAHASAN
A.Hukum Taklifi Dan Macam-Macamnya
   1.  Pengertian
Hukum taktifi ialah “hukum yang dikehendaki dilakukannya suatu perbuatan oleh mukalaf atau melarang mengerjakannya atau di suruh memilih antara melakukan atau meninggalkan”.[1]
Yang dimaksud dengan hukum taklifi adalah hukum syar’i yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau di tinggakan oleh para mukalaf) atau yang mengandung pilihan antara yang dikerjakan dan ditinggalkan.[2]
   2. Pembagian tersebut dia atas  adalah hukum dilihat sebagai dalil hukum.
Teks ayat hukum dan hadis hukum yang berhubungan dengan hukum taklifi terbagi menjadi lima bentuk.[3]
1) Ijab (kewajiban), yaitu ayat atau hadisdalam bentuk perinth yang mengharuskan untuk melakukan suatu perbuatan.
2)Nadb (anjuran untuk melakukan), yaitu ayat atau hadis yang mengajurkan melakukan suatu perbuatan.
3)Tahrim (melarang), yaitu ayat atau hadis yang melarang secara pasti untuk melekukan suatu perbuatan.
4)Karahah, yaitu ayat atau hadis yang menganjurkan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
5)Ibadah, yaitu ayat atau hadis yang memberi pilihan  seseorang untuk melekukan atau meninggalkan suatu perbuatan.

            1.      Contoh hukum taklifi yang menuntut kepada mukalaf untuk mengerjakannya:
a.       Berpuasa bulan Ramadhan. Lihat QS. Al-Baqarah ayat 183
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

b.      Melakukan ibadah haji bagi yang mampu. Lihat QS. Ali Imran ayat 97: 
97……mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, ….

             2.      Contoh hukum taklifi yang menghendaki untuk ditinggalkan oleh mukalaf:
a.       Makan bangjai, darah, dan daging babi. Lihat QS. Al-Maidah ayat 3:
3. diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, …….

b.      Berkata tidak sopan kepada kedua orang tua . lihat QS. Al-Isra’ ayat 23
23. …….janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" ……

         3.Contoh hukum taklifi yang boleh bagi si mukalaf untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan.
a.       Bertebaran atau tidak bertebaran setelah sholat jum’at.
Lihat Qs. Al-Jumuah ayat 10
10. apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi………….

b.      Mengqasar sholat ketika bepergian jauh. Lihat QS. An-Nisa ayat 101:
101. dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar[343] sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.

B.  Pembagian Hukum Taklifi
Hukum taklifi menjadi lima: al ijab (kewajiban), an nadb (kesunahan), at Tahrim (keharaman), al Karahah (kemakruhan), dan al ibadah (kebolehan), demikian itu yang di tutuntut adalah perbuatan. Jika di tuntut berupa kepastian dan ketetapan maka di sebut ijab; akibatnya adalah wujub, sedangkan yang di tutnut dikerjakan disebut dajib. Jika tuntutan itu tidak berupa kepastian dan kepastian maka di sebut Nadb; akibatnya adalah Nadb sedangkan yang dituntut dikerjakan adalah disebut Mandub (sunnah). Jika tuntutan itu  berupa larangan berbuat secara pasti maka di sebut tahrim, akibatnya adalah hurmah (keharaman), sedangkan yang dilarang untuk dikerjakan disebut haram. Jika tuntutan itu berupa larangan larangan yang tidak pasti dan titak tetap maka di sebut karahah, akibatnya adalah karahah sedangkan yang dilarang untuk dikerjakan secara tidak pasti disebut makruh. Jika tuntutan kepada mukalaf untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan sesuatu disebut ibadah, akibatnya adalah ibadah dan perbuatan yang dipilihg untuk dikerjakan autau di tinggalkan disebut Mubah.
Jadi, yang di tuuntut dukerjakan ada dua: wajib dan sunah, yang dituntut tidak dikerjakan ada dua: haram dan makruh, dan yang dipilih antara mengerjakan dan meninggalkan adalah bagian kelima , yaitu mubah.
     1. Wajib[4]
Definisi wajib menurut syara’ adalah sesuatu yang dituntut olah syar’I untuk dikerjakan oleh mukallaf secara pasti, yakni tuntutan itu bersamaan dengan sesuatu yang menunjukan sesuatu untuk berbuat. Seperti halnya bentuk tuntutan itu sendiri yang sudah menunjukan kepastian, atau kepastian berbuat itu di tunjukkan oleh adanya siksa jika meninggalkan atau alasan-alasan syara’ yang lain.
Jadi, wajib karena bentuk kalimat yang menuntut puasa itu adalah pasti.allah Swt. Berfirman:
183. diwajibkan atas kamu berpuasa (QS. Al-Baqarah:183)
Memberikan mahar kepada istri juga wajib, karena firman Allah:
24.. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban. (QS. An Nissa: 24)
     2. Sunnah (mandub)
a). Pengertian
Yaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang bersifat memaksa, melainkan sebagai anjuran, sehingga sseorang tidak dilarang untuk meninggalkannya. Orang yang meninggalkanya tidak dikenakan hukuman.[5] Misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 282, Allah Swt. Berfirman :
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya……
(QS. Al-Baqarah:282)
Lafal faktububu (maka tuliskanlah olehmu), dalam ayat itu pada dasarnya mengandung perintah (wujub) tetapi terdapat indikasi yang memalingkan perintah itu kepada nadb atau sunnah yang terdapat dalam kelanjutan dari ayat tersebut (al-Baqarah:283):
283. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya).
 (QS. Al-Baqarah:283)
Tuntutan wujub pada ayat itu, berubah menjadi nadb, indikasi yang membawa perubahan ini adalah lanjutan ayat, yaitu Allah menyatakan jika ada sikap saling mempercayai, maka penulisan utang tersebut tidak begitu penting.
b). Tingkatan Mandub (sunah)
   Dilihat dari bentuknya sunah dapat di bedakan menjadi:[6]
      1). Sunah Qauliyah
Sunah qauliyah di lihat dari jumlahnya paling banyak di banding sunah fi’liyah dan sunah taqririyah. Sunah qauliyah artinya ucapan nabi dalam kondisi yang di dengar oleh sahabat dan di sampaikanya kepada orang lain. Contohnya sahabat mendengar bahwasanya nabi berkata:
“tidak boleh membuat kesusahan dan tidak boleh membalas dengan kesusahan juga”.
     2). Sunah Fi’liyah
Semua perbuatan dan tingkah laku nabi yang di lihat dan di perhatikan oleh sahabat nabi semuanya di sebut sunah fi’liyah. Perbuatan nabi beraneka macam bentuknya. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan nabi sebagai manusia biasa dan srbagai utusan Allah.  
Pertama, perbuatan nabi yang merupakan perbuatan lumrah di kerjakan oleh manusia pada umumnya seperti cara makan dan minum, berdiri, duduk, dara berpakaian, memelihara jenggot dan mencukur kumis.
Kedua, perbuatan nabi yang hanya wajib dilakukan oleh nabi tetapi tidak wajib bagi umatnya seperti nabi wajib sholat dhuha, tahajud dan berkurban.
Ketiga, perbuatan nabi yang merupakan penjelasan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an seperti cara shalat,puasa, haji, jual beli, utang piutang, maka semua itu berdampak pada pembentukan hukum bukan hanya bagi nabi tetapi juga bagi umatnya.
      3.      Haram (Tahrim)
Yakni yang di ancam orang yang melakukannya dan di beri ganjaran bagi yang meninggalkannya.[7]
Secara garis besar haram dibagi kepada dua:[8]
a.      Haram karena perbuatan itu sendiri, atau haram karena zatnya. Haram seperti ini pada pokoknya adalah haram yang memang di haramkan sejak semula. Misalnya, membunuh, berzina, mencuri, dan lain-lain.b.      Haram karena berkaitan dengan perbuatan lain, atau haram karena faktor lain yang datang kemudian. Misalnya, jual beli yang hukum asalnya mubah, berubah menjadi haram jika azan jum’at sudah berkumandang. Begitu juga dengan puasa ramadhan yang semula wajib berubah menjadi haram karena dengan puasa itu akan menimbulkan sakit yang mengancan keselamatan nyawa. Begitu juga dengan yang lain.

    4. Makruh (karahah)[9]
Sacara bahasa kata makruh berarti “sesuatu yang dibenci”. Dalam istihah uhsul fiqh kata makruh, menurut mayoritas ulama ushul fiqh, berarti sesuatu yang dianjurkan syari’at untuk meninggalkanya, dimana bilamana di tinggalkan akan mendapat pujian dan apabila di langgar tidak berdosa.

5  5. Mubah (ibadaah)
Pembagian mubah menurut ulama Ushul Fiqh dilihat dari segi keterkaitanya dengan mudarat dan manfaat,yaitu:[10]
a.   Mubah yang apabila di lakukan atau tidak dilakukan , tidak mengandung mudarat, seperti makan, minum, berpakaian dan berburu.
b. Mubah yang apabila dilakukan mukallaf tidak ada mudaratnya, sedangkan perbuatan itu sendiri pada dasarnya diharamkan. Mubah seperti ini diantaranya, melakukan sesuatu dalam keadaan darurat atau terpaksa, seperti makan daging babi, karena tidak ada makanan lagi yang mesti di makan dan apabila daging babi itu tidak di makan, maka seseorang bisa meninggal dunia. Oleh sebab itu, dalam kondisi seperti ini makan daging babi untuk sekedar memeertahankan nyawa termasuk mubah. Atau sesuatu yang pada dasarnya wajib dilkasanakan , tetapi karena darurat, maka boleh di tinggalkan, seperti berbuka bagi orang hamil, musafir dan ibu yang menyusui anaknya.
c. Seseuatu yang pada dasarnya bersifat mudarat dan tidak boleh dilakukan oleh syara’, tetapi Allh memaafkan pelakunya, sehinggga perbuatan itu menjadi mubah. Contoh untuk kategori ini banyak sekali, yaitu mengerjakan pekerjaan haram sebelum islam, seperti mengawini bekas istri ayah (ibu tiri) dan mengawini dua orang wanita yang bersaudara sekaligus. Kemudian datang syari’at islam yang mengharamkan perbuatan tersebut, dan menyatakan bahwa orang yang telah melakukan sebelum islam dimaafkan.
Dalam kaitanya dengan ini Allah berfirman:
22…., terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah …….(QS.an-Nissa :22)Ketika islam datang ada juga contoh mubah seperti ini, yaitu meminun minuman keras dan beristri lebih dari empat orang. Kedua perbuatan ini pada masa awal islam masih diperbolehkan, kemudian turun ayat yang mengharamkannya. Apa yang dilakukan umat islam sebelum turunnya ayat yang melarang perbuatan tersebut, termasuk dalam hukum ma’fu’anhu dan mubah. Akan tetapi manfu’ ‘anhu tersebut, menurut sebagian ulama ushul fiqh merupakan bagian dari hukum mubah.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwasanya hukum taktifi ialah hukum yang dikehendaki dilakukannya suatu perbuatan oleh mukalaf atau melarang mengerjakannya atau di suruh memilih antara melakukan atau meninggalkan.
Hukum taklifi terbagi menjadi empat macam yaitu:
a.       Wajib
b.      Sunah
c.       Haram
d.      Makruh
e.       mubah

 

DAFTAR PUSTAKA

Sapiudin Shidiq, Ushuk Fiqh, (Jakarta:kencana,2011)
Alaiddin Motto, Ilmu fiqh dan Ushul fiqh, cet.4, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011)
Al-KhudariBiek,syeh Muhammad, Ushul Fiqh, (Pekalongan: Raja Murah,1982)
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, cet.1,(Jakarta: Pustaka Amani,2003)
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih, cet.3, (Bandung: Pustaka Setia,2007)
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh ,cet.6, (Jakarta: Kencana Predana Media group,2009)




[1] Sapiudin Shidiq, Ushuk Fiqh, (Jakarta:kencana,2011), hlm.124
[2] Alaiddin Motto, Ilmu fiqh dan Ushul fiqh, cet.4, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011), hlm.41
[3] Al-KhudariBiek,syeh Muhammad, Ushul Fiqh, (Pekalongan: Raja Murah,1982), hlm.42
[4] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, cet.1,(Jakarta: Pustaka Amani,2003), hlm.145
[5] Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih, cet.3, (Bandung: Pustaka Setia,2007),hlm.299
[6] Sapiudin Shidiq, op. cit., hlm.55-57
[7] Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh ,cet.6, (Jakarta: Kencana Predana Media group,2009), hlm.38
[8] Alaiddin Koto, op,cit, hlm.46
[9] Al-KhudariBiek,syeh Muhammad, op, cit, hlm.58-59
[10] Rachmat Syafe’I, op, cit, hlm.309-312





Bagikan

Jangan lewatkan

Hukum Taklifi Dan Macamnya
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.