Friday, August 25, 2017

Bolidi dan Janji 4 Tahun


Malam minggu itu, Bolidi menjalani malamnya seperti biasa. Selepas salat isya, dia berbincang dengan mamak, bapak dan handai taulan di rumahnya.
"Tetot, tetot, tetot", telepon genggam Bolidi berdering di kamarnya.
Bolidi tak segera mendekati telepon genggamnya. Belum juga dering itu dia jawab. Sampai dering yang ketiga kali, akhirnya Bolidi menyergah telepon genggamnya.
"Assalamualaikum Kak Bolidi", suara santun wanita terdengar di ujung telepon.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh".
"Kak, aku mau cerita kak".
"Cerita!!! Tunggu dulu mbak. Ini siapa ya? Soalnya di hapeku nomer sampean baru", tanya Bolidi keheranan.
"Ini Aida kak Bol", jawab perempuan itu.
"Aida siapa ya? Aku nggak inget punya kenalan Aida", Bolidi masih bingung.
"Aida adik tingkat waktu SMA kak. Yang waktu itu ikut pramuka bareng kak Bolidi".
"Ya Allah, Maida to. Aku ingetnya namumu itu Maida dek, bukan Aida. Aku baru inget dek. Apa kabar kamu dek? Ada apa dek, kok tumben telepon aku? Dapet nomerku dari mana?, Tanya Bolidi bertubi.
"Kak Bolidi! Kebiasaan kan dari dulu. Kalau nanya tu ya satu-satu kak. Jangan ngebom gitu", keluh Aida.
"Abis kamu tu kemana aja dek? Hampir dua tahun nggak pernah kasih kabar kakak".
"Oke aku jawab satu-satu ya kak. Alhamdulillah kabar ku baik. Aku dapet nomer kakak dari facebook kak. Sekarang aku pengen curhat ke kakak yang waktu itu juga sempet ke pending. Akhirnya sekarang bisa ngobrol, walaupun cuma lewat telepon. Aku nggak ganggu kan kak Bol?".
"Kamu nggak ganggu dek, tenang saja. Sebagai kakak yang baik, aku bakal dengerin curhatanmu dek"
"Kakak lagi sibuk ya? Tadi aku telepon nggak diangkat. Baru yang ketiga kali akhirnya diangkat juga. Hayo, lagi sibuk ya?".
"Biasa dek, aku jarang pegang hape. Hape tak taruh aja di kamar. Maaf ya. Wehehe.", jawab Bolidi.
"Kaaaaak!", keluh Aida.
"Iya, kenapa dek? Cerita lah".
"Aku tu bingung, sedih, kacau, galau. Pokoknya semua jadi satu kaaak".
"Waduh, kamu kena komplikasi dek. Wehehe", canda Bolidi.
"Kak Bolidiiiii!", teriak Aida sewot.
"Iya maaf, nggak becanda lagi dek. La kenapa bisa campur aduk gitu dek?".
"Aku tu pernah cerita sedikit sama kakak tentang laki-laki".
“Laki-laki siapa dek?”
“Dia pergi kuliah ke luar kota itu kak”.
"Oh iya iya, aku inget dek. Waktu itu kamu baru lulus SMA kan? Tapi kamu nggak cerita apa-apa dek. Pokoknya hanya bilang ada cowok mau ke Surabaya kan?".
"Iya itu kak. Sebenernya aku sama laki-laki itu udah buat komitmen kak.
"Komitmen apa?".
"Aku dulu bikin komitmen buat janji untuk saling menjaga hati kak. Selama 4 tahun kuliah, kami harus menjaga komitmen itu untuk saling menjaga hati, perasaan".
"Jadi sekarang sudah lewat empat tahun dek? Kamu sudah lulus kuliah setengah tahun yang lalu to. Terus apa kelanjutannya dek? Bagaimana komitmen kalian itu?".
"Entahlah kak. Sudah lebih empat tahun".

"Tut, tut tut", obrolan tiba-tiba saja terputus.
Bolidi mencoba menelpon Aida, tapi  nomer Aida tak bisa dihubungi. Bolidi memutuskan membiarkan telepon genggam miliknya berada di atas meja di ruang tamu.
Bolidi menuju ruang depan. Temaram lampu di ruang depan masih saja menarik hewan-hewan kecil bersayap untuk mencari cahayanya.

Ketika Bolidi sedang asik memperhatikan cicak yang mendekati hewan kecil bersayap itu, tiba-tiba telepon genggamnya berdering lagi.

Bolidi segera menuju ruang tamu.
"Halo".
"Maaf ya kak Bol, hapeku mati. Oiya, aku tadi ceritanya sampai mana kak?"
"Hmm, apa ya? Sekarang udah lebih empat tahun dek".
"Iya kak. Jadi, tepat  empat tahun berlalu, laki-laki tadi tak kunjung menghubungi aku kak".
"La kamu nggak hubungi dia duluan dek?".
"Dia sudah janji kak. Dia yang bakal hubungi aku duluan. Jadi, aku lebih baik menunggu kak".
"Terus apa yang terjadi dek?".
"Dia nggak hubungi aku kak selama empat tahun itu, bahkan sampai lewat empat tahun, dia nggak kasih kabar. Tapi dua hari lalu, tiba-tiba dia hubungi kak. Bukan lewat telepon kak. Dia cuma kirim pesan lewat whatsapp aku kak", keluh Aida dengan suara yang mulai terdengar parau.
"Terus apa yang dia bilang dek?".
"Intinya dia nggak bisa memenuhi komitmen yang dulu kami buat kak. Dia bilang, biarkan saja kita seperti adik kakak tanpa ada hubungan lebih. Laki-laki itu hanya bilang gitu tanpa memberikan alasan apapun dari keputusannya", terdengar Aida mulai terisak.
"Sudah dek, kakak tau gimana perasaan kamu. Kamu udah nunggu empat tahun lebih, itu bukan waktu yang sebentar. Tapi akhirnya kamu mendapatkan jawaban begini".
"Aku bingung kak, aku harus berbuat apa? Apa aku harus nuntut dia, menanyakan alasan dia. Apa dia punya orang lain?", tangis Aida akhirnya pecah.

Bolidi tak berkata sepatah katapun. Dia hanya mendengar suara tangis Aida yang tertahan sambil mengangkat kepalanya ke atas.
Dilihatnya oleh Bolidi, hewan kecil bersayap itu beberapa sudah dimakan cicak.

"Dek Aida, sekarang dengarkan kakak", ujar Bolidi.
"Kamu harus jadi perempuan yang kuat dek. Nanti kalau pikiran kamu udah tenang, udah tidak tergoncang, coba tanyakan baik-baik apa sebenarnya alasan cowok itu dek".
Aida masih terisak, tak menjawab pernyataan Bolidi.
"Aida, Aida, dengerin kakak kan?".
"Iya kak", jawab Aida dengan suara yang mulai tenang".
“Nanti tanyakan sama ccowok itu, apa alasan dia kasih jawaban kayak gitu dek. Empat tahun bukan waktu yang sebentar dek”.
“Iya kak, aku bakal tanya sejelas-jelasnya. Tapi kenapa kak? Kenapa dia begitu pengecut kak, nggak ketemu langsung, nggak ngobrol langsung kak”.
“Makanya nanti kamu tanya langsung dek biar semua jelas. Jangan sampai ada pikiran yang aneh-aneh dan prasangka buruk”.
“Kak Bol, aku ini sebenarnya terlalu bodoh atau terlalu polos kak?”, sergah Aida.
“Hmmm”, Bolidi bingung harus menjawab apa.
“Kamu bukan keduanya dek”.
“Tapi kak”.
“Kamu bukan keduanya dek. Yang aku tau kamu perempauan kuat dek. Seberat apapun masalah yang kamu hadapi, kamu tetap saja menutupinya sama senyummu dek”.
“Makasih ya kak. Aku bakal perbaiki diri, aku bakal fokus sama kerjaan, aku bakal persiapkan diri aja buat jodohku nanti. Allah pasti memberi rencana yang lebih indah kan kak?”.
“Iya dek, intinya jangan percaya sama siapapun dek, termasuk sama aku. Jangan berharap lebih pada manusia, tapi Allah lah tempat terbaik buat menggantungkan harapan. Ambil saja hikamhnya dek”.
“Iya kak, makasih banget kak. Alhamdulillah aku sedikit tenang sekarang”.
“Sama-sama dek. Yaudah, sekarang istirahat saja dek, sudah malem”.
“Oke kak Bol, Assalamualaikum”.
“Waalaikumsalam”.
Tut, tut, tut.  
Baca selengkapnya

Friday, August 4, 2017

Bolidi dan Orang Tanpa Kepala


"Saya tadi salat jumat kan dateng telat mas Slamet, udah jam 12 lewat. Saya keget, kok sebagian orang-orang pada nggak ada kepalanya".
"Lah kok nggak punya kepala. Gimana maksudnya Mas Bolidi?".
"Jamaah jumatan itu mas, ada sebagian mereka pada nunduk. Kan kalo dilihat dari belakang seperti manusia nggak ndue endas. Weheheh", kekeh Bolidi.
"Owalah, mungkin mereka itu capek mas, jadi pas dengerin khutbah, mereka sier-sier dan lanjut ketiduran mas".
"Berarti saya juga kayak gitu ya mas? Kadang saya ki teklak-tekluk kalo pas khotib lagi naik mimbar. Wehehe", kembali Bolidi terkekeh.
"Malah kadang ada yang lebih parah Mas Bol. Ndak cuma teklak-tekluk. Ada juga yang hampir nggeblak, ngiler pun juga ada".
"Sampean ya Mas Slamet yang ngiler?.
"Iya uduk to Mas Bol. Saya yo nggak mungkin ngiler".
"Lah, iki jane opo masalahe Mas Slamet?".
"Seperti saya bilang tadi Mas Bol, mungkin mereka itu kecapean. Mereka istilahnya kan baru pulang kerja. Tapi langsung ke masjid buat jumatan".
"Kan biasanya juga salat duhur Mas Slamet?".
"Iya mas Bol, tapi kalo salat duhur kan nggak perlu dengerin khutbah. Kalo jumatan syaratnya harus ada khutbah mas. Apalagi pas khotibnya yang seneng ceramah Mas Bol, alamat tambah lama mas. Ngantuk".
"Saya juga nggumun mas Slamet, kenapa ya ada khotib yang khutbahnya lama-lama? Padahal selepas salat jumat orang-orang kan harus kerja lagi. Bukankah khutbah jumat itu untuk mengingatkan supaya para jamaah beriman, bertakwa, menjalankan kebaikan dan menjauhi larangan-larangan Alloh. Kok ya lama-lama lo ya".
"Iya Mas Bol, 15 sampai 20 menit aja saya kira wes cukup mas khutbah. Ringkas, padat dan mengena hati jamaah. Nggak perlu panjang".
"Yang penting khatib jangan bicara soal politik, menyebar kebencian. Apalagi ngomongnya berapi-api banget kayak mau kobong".
"La iya mas Bol, ada forum lain to kalo ngomong gituan. Bukan pas jadi khotib".
"Kadang saya ini mau angkat tangan dan intruksi. "Pak khotib, jangan ceramah begituan dong", saya mau bilang gitu mas."
"Interupsi Mas Bol, bukan instruksi".
"Pokok e itu lah Mas Slamet. La apa boleh mas ngintrupsi pak khatib ki mas?", tanya Bolidi serius.
"Waduh, saya juga nggak tau mas Bol. Seek, saya tanya mbah google dulu. Wehehehe", jawab Slamet nyengir.
"Jiaaaaan... Astagfirulloh, untung baru jumatan, saya nggak sido misuh lah Mas Slamet".

Penulis: Lukman Hakim

Baca selengkapnya

Thursday, August 3, 2017

Bolidi, Ronda dan Mbok Rondo


"Sekarang ini Kang Darto lebih seneng ronda. Pasti gara-gara mbok rondo ya?".
"Waah, Mas Bolidi ini kok bisa bilang kayak gitu?".
"Buktinya Kang Darto abis isya udah nongkrong di cakruk. Tapi pas di lihat ke cakruk, rupanya udah melipir ke warung Mbok Rondo. Padahal orang-orang kan berangkat ronda jam sepuluh malem kang".
"Wehehehe", jawab Darto Nyengir.
"Memang mbok rondo Tini itu rondo baru kang Dar. Tapi masak iya, sampean yang bujang mau nyari mbok rondo?".
"Ora keno perawan, penting keno rondone Mas Bol. Saya ini sebenernya sudah lama suka sama Tini tapi kalah cepet ngelamarnya sama di Parmin mas".
"Sampean ini memang kesuwen jadi orang kang. Sampean ngganteng, ada kerjaan bagus, udah mapan kalo di pandang orang-orang tapi ya kelamaan. Kan begini jadinya, harusnya dapet Tini yang masih perawan, la ini ngejar Tini yang udah jadi mbok rondo".
"Saya ini udah kesengsem Mas Bolidi, jadi apapun keadaannya, saya tetep suka sama Tini yang statusnya udah janda sakalipun"
"Yasudah lah, cinta memang sudah membutakan kang Darto. Saya bisa bilang apa kalo udah begini".
"Untung pemerentah kita ini sekarang menggalakkan ronda Mas Bolidi. Jadi ada kesempatan dan alasan untuk ke warung mbok rondo mas Bol".
"Alhamdulillah, berarti ronda ini bisa mendekatkan sampean kepada mbok rondo. Semoga ronda ini juga memberi manfaat untuk banyak untuk masyarakat".
"Saya juga mikir begitu".
"La iya, semoga penggalakan kegiatan ronda warga bukan untuk mencari simpati warga ,untuk kepentingan politik, tapi memang untuk kegiatan warga, untuk kebaikan bersama".
"Saya tu mikir gini mas Bolidi, kalo desa, kampung, pekon atau suatu daerah sudah aman, apa ya perlu kita ini ronda? Bukankkah ronda itu hanya buat desa yang kurang aman. Desa kita kan terkenal aman”.
“Iya ndak masalah to Kang Darto kalo ronda itu untuk keamanan bersama, untuk kebaikan”.
“Mas Bolidi dengar kabar desa sebelah kan. Desa tetangga itu aman di malam hari pas orang-orang pada ronda. Eh, paginya ada yang kemalingan".
"Selama ikhtiar pemerentah baik, kita ikuti saja. Selama nggak di politik-politiki. Sampean kan juga bisa nyambi, ronda nyambi deketin mbok rondo. Sambil menyelam minum air to. Tapi awas sampean plempoken Kang Darto".
“Wehehe, iya Mas Bolidi. Sambil ronda semoga bisa dapet mbok rondo”
“Ngomong-ngomong ini orang-orang pada kemana ya Kang Darto? Udah lebih jam 11 malem kok belum pada dateng”.

Penulis: Lukman Hakim

Baca selengkapnya

Wednesday, August 2, 2017

Bolidi dan Nama-nama Jawa


"Mas Wok, saya ini heran, kenapa ya orang jawa jaman sekarang ndak bangga dengan nama jawa ya?", Tanya Bolidi suatu siang kepada Wibowo di warung kopi Kang Slamet.
"Iya Mas Bol, banyak nama yang aneh-aneh sekarang ini", timpal Wibowo.
"Kalo dari arti misalnya, nama jawa itu nggak kalah keren. Seperti nama mas Wibowo, artinya kan berwibawa. Kang Slamet artinya kedua orang tua Kang Slamet ini mengharapkan kang Slamet menjadi orang yang selamet. Bukan begitu Kang Slamet?".
"Sampean bener mas Bol, saya juga heran. Sekarang ini banyak orang jawa yang pake nama selain bahasa jawa. Ada yang bahasa arab, atau bahasa lain yang dianggap lebih populer dan lebih keren kalo di denger", ujar Kang Slamet dari dalam warung.
"La iya, nama mereka ada yang punya makna, tapi ada juga yang ngawur mas. Sak penak udele dewe. Wong nama itu kan sebenernya doa", tanggap Wibowo sambil menyeruput kopi hitam.
"Saya ini penarasan lo mas Bol, kalo nama sampean itu apa artinya mas?", tanya Kang Slamet.
"Saya sendiri juga bingung apa arti nama Bolidi. Kalo seumpama Bolidi berhubungan dengan silit, saya fikir itu tetap nama yang baik mas".
"Loh! Baik gimana mas?", tanya Kang Slamet dan Wibowo bersamaan.
"Bayangkan saja kalo manusia ndak punya bol, nggak punya silit, terus bagaimana dia bakal ngising? Walaupun sekadar silit tapi kita tidak bisa menyampingkan fungsinya. Ini saya anggap bahwa silit itu arti yang paling jelek, dan saya belum tau arti nama Bolidi sebenarnya. Tapi kita hidup sebagai apapun, punya jabatan atau tidak,  kita harus memilki manfaat untuk orang lain. Walaupun hidup yang kita jalani di pandang sebagain orang hina, dipandang sebelah mata".
"Saya sepakat sama Mas Bolidi soal hidup harus bermanfaat. Tapi soal nama, kita nggak boleh ngawur. Kira harus beri nama yang baik untuk anak-anak kita. Cahyono, Darmo, Abimanyu, Aditya, Budiono, Pangestu dan masih banyak lagi pilihan nama jawa yang keren".
"Kalo bukan kita siapa lagi kan? Masak kita nggak bangga dengan nama-nama jawa. Padahal kita ini orang jawa".
"Setuju Mas Bolidi, semua nama pasti memilki arti yang baik. Tapi kalo kita nggak pake nama jawa untuk anak cucu kita, bisa-bisa punah nama jawa itu. Kan sayang banget itu mas, sama saja perlahan membunuh budaya jawa", jawab Widodo sambil menyeruput kopinya lagi.
"Sampean tau cucunya Pak Paimin? Namanya Ralosu. Nama itu diambil dari nama orang tuanya Rahmat dan Suratmi", ujar Bolidi.
"Ada juga anaknya Vino itu mas, di kasih nama gabungan dari nama kedua orang tuanya. Kevin, gabungan dari dari nama Kemi dan Vino", sergah Kang Slamet.
"Tapi gimana kalo kita gabungkan saja nama jawa dengan nama yang katanya keren itu. Misal saja Michael Wibowo, Kevin Slamet, Agnes Sutini. Mas Bolidi bisa ganti nama Gonzales Bolidi, usul Wibowo.
"Alah! Kalo saya mau ganti nama, saya mau ganti Alexander Bolidi. Keren kan?", tanya Bolidi sambil terbahak.

Penulis: Lukman Hakim
Baca selengkapnya

Tuesday, August 1, 2017

Bolidi dan Cerita Bu Haji


"Bu, Bu Haji, beli rokoknya dong", teriak Bolidi sambil clingak- clinguk ke dalam warung Bu Hajah Siti.
"Tunggu sebentar", teriak Bu Hajah Siti dari ruang belakang yang tak kalah kuat dengan Bolidi.
"Beli rokok apa?"
"Yang kretek itu bu", tunjuk Bolidi dari luar warung.
"Cie, Bu Siti sekarang sudah jadi bu Hajah lo. Hajah Mada ya bu?".
"Itu Gajah Mada mas Bol, bukan hajah".
"Wehehe", kekeh Bolidi sambil nyengir.
"Tau nggak mas Bol. Pas saya kemarin lagi haji di arab sana. Saya kan beli terasi tapi sama penjualnya nggak didoli".
"Kok bisa bu?",
"Kebacut tenan wong Arab ini", keluh Bu Siti.
"La saya lo mau belanja terasi. Sudah bilang baik-baik sama penjualnya tapi yang jual malah plonga-plongo".
"La Bu Haji gimana bilangnya sama penjual yang orang arab itu?", kejar Bolidi penasaran.
"Pak, kulo ajeng tumbas terasi? Saya udah bilang gitu mas Bol tapi malah haa-hee wae orangnya", jelas Bu Hajah Siti.
"Orangnya tu malah bingung dan saya ditinggal pergi".
"Oalah bu, bu. Sampean ini yang aneh. Di kira semua orang di dunia bisa bahasa jawa apa?. La sampean malah pake boso jowo alus".
"Saya kan lagi haji mas, saya kira kan saya harus sopan sama orang. Apalagi kalo udah pulang haji, udah jadi hajah, lebih berat mas kalo saya tetep jelek dalam bersikap. Pulang haji nggak ada bedanya"
"Tapi nggak pake bahasa jawa juga bu. Doh biyung", keluh Bolidi sembari menepuk jidat.
"Mas Bol, saya kan udah hajah. Boleh ngomongin bu hajah yang istrinya pak mantri itu nggak?"
"Emmm, apa bu hajah yang... Boleh sih bu", jawab Bolidi ragu.
"Saya nggak dosa kan?"
Belum sempat menjawab pertanyaan Bu Hajah Siti, ibu haji baru itu langsung melanjutkan ceritanya.
"Bu hajah istri pak mantri itu nasibnya sama dengan saya lo mas Bol"
"Sama kenapa bu?"
"Blio itu beli wortel di sana, pas haji, tapi nggak dilayani juga"
"Bu hajah itu pake bahasa jawa juga kayak ibu? Bahasa jowo alus juga?".
"Bukan mas Bol. Ibu hajah itu kan bilang mau beli wortel. Eh, malah di kasih air minum, akua itu mas"
"Ya Alloh, istrinya pak mantri pake bahasa Indonesia ya bu?"
"Iya mas Bol"
"Wajar bu, orang arab itu nggak tau bahasa Indonesia bu. Wajar di kasih wortel, mungkin dikira water sama orang arab itu bu. Water itu artinya banyu bu, air."
"Waaah, kita sebagai orang jawa harus mengenalkan bahasa jawa dan bahasa Indonesia ke seluruh dunia mas Bol"
"Caranya bu"
"Nggak tau mas, yang penting bahasa jawa harus mendunia. Biar kita nggak bingung kalo keliling dunia"

"Ngomongin apa to bu hajah, mas Bol, kok seru banget?", suara Yu Tinem memecahkan obrolan Bolidi dan Bu Hajah Siti.
"Ini Yu Tinem, lagi ngobrolin bu Hajah Siti. Cerita pas di arab sana, pas sama orang arab", jawab Bolidi.
"Saya sudah diceritain sama bu Hajah Siti kemarin mas Bol. Orang arab itu memang nggak sopan".
"Sopannya gimana bu kalo orang arab?".
"Nggak tau mas Bol. Tapi setidaknya kan jawab lo. Malah cuek bebek gitu".

"Lah, itu mas Bolidi kok beli rokok?", tanya Yu Tinem sambil menunjuk tangan Bolidi yang memegang rokok kretek.
"Anu Yu, saya mau membantu petani mbako Yu. Biar laris dagangan mbakonya".
"Apa ya nggak kalah sama pabrik-pabrik rokok yang besar itu mas Bol?".
"Yang penting niatnya mbantu Yu".
"Oh iya, saya kok baru inget kalo mas Bolidi nggak ngerokok ya Yu Tinem", sahut bu Hajah Siti.
"Terus mau di kasih siapa mas rokoknya?", tanya Yu Tinem.
"Mau saya kasih buat yang mau bu, yu", sambil berlalu Bolidi meninggalkan Yu Tinem dan Bu Hajah Siti.

Penulis : Lukman Hakim
Baca selengkapnya