Sunday, January 18, 2015

Cara Ampuh Jadi Penulis


Lukman Hakim
Menulis Menurut beberapa orang adalah pekerjaan yang sangat sukar untuk dilakoni karena bingung dari mana harus memulai tulisan. Sulit menentukan diksi yang pas untuk rangkaian kalimat, atau setelah tersusun kalimat bingung untuk melangkah ke tahap berikutnya. Problematika ini sebenarnya hal lumrah yang dialami oleh banyak orang, terutama bagi pemula.

Untuk menjadi penulis handal tak bisa ditempuh dengan jalan lain kecuali dengan menulis. Menulis setiap hari akan melatih kemampuan daya imajinasi kita dalam bermain dan bercumbu dengan kata-kata. Seperti yang disampaikan oleh Udo Z. Karzi redaktur opini surat kabar harian lampung post (13/12/2014) pada acara klinik menulis yang diselenggarakan oleh Majelis Kamisan Cangkir Kota Metro Lampung bahwa menulis adalah cara paling ampuh untuk menjadi seorang penulis. Bukan latihan angkat besi, tinju, latihan futsal, basket atau hal lain yang kemudian melahirkan seorang menjadi penulis. Menulis adalah kunci seseorang menjadi penulis.
Baca selengkapnya

Orang Baik



Lukman Hakim
Orang baik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat kesalahan, sebaliknya orang yang baik adalah mereka yang apabila berbuat salah akan mengakui kesalahannya sebagai kesatria dan berusaha tidak masuk lingkar kesalahan yang sama.

Salah adalah hal lumrah, tetapi bukan dijadikan alasan untuk selalu berbuat salah. Proses belajar akan selalu dihadapkan pada salah atau benar, tepat atau kurang tepat, baik atau tidak baik. Jika enggan melalui salah, maka tak akan pernah sampai pada titik benar.

Orang yang baik adalah mereka yang sama dalam ucapan dan tindakan. Sebagaimana Pramudya Ananta Toer mengatakan seorang intelektual adalah mereka yang sudah adil dalam fikiran, lalu ucapan dan tindakan. Bejalar menjadi baik memang harus dilakukan kapan saja dan dimana saja. Karena setiap orang memiliki perspektif yang berbeda memandang ‘orang baik’.

Metro, 18 Januari 2015
21:55 WIB

Baca selengkapnya

Thursday, January 15, 2015

Menanam Tanpa Paksa

Oleh: Lukman Hakim
(Aktifis Komunitas Hijau, Bergiat di Majelis Kamisan Cangkir)
Terbit di Koran Harian Lampung Post 8 Januari 2015

Selain kepadatan, kota selalu akrab dengan masalah polusi udara dan sampah. Warga kota mengalami tingkat kesulitan untuk menikmati udara yang bersih, sekaligus mengalami kerumitan dalam membuang sampah, akibatnya warga kota memiliki resiko untuk mengalami frustasi lebih besar daripada warga desa. Warga kota yang sangat individualistik, kadang tak berpikir panjang dan seringkali membuang sampah secara sembarangan, akhirnya ketika musim hujan tiba, banjir menjadi sangat sulit diatasi.
Setiap kita memiliki tanggungjawab sosial untuk mendiskusikan dan mencarikan jalan keluar setiap persoalan tersebut, dan disinilah peran tanggungjawab sosial tulisan ini hendak dihadirkan, sebagai gagasan sederhana yang bisa diacu dan dibumikan, merancang kota hijau dalam bentuk kesadaran kolektif warga kota untuk mulai menanam tanpa paksaan. Mengolah sampah organik menjadi pupuk, dan sampah non organik untuk didaur ulang.
Jika dulu tanam paksa dikenal sebagai sebuah sistem dari pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan para penduduk menyediakan lahan untuk ditanami tanaman komoditas ekspor. Tanam paksa yang dikenal dengan sebutan Cultuurstelsel  diterapkan oleh gubernur jenderal Johannes Van den Bosch pada tahun 1830 yang tidak berpihak kepada rakyat, rakyat jadi buruh yang tak dibayar, maka konsep tanam tanpa paksa adalah inisiatif warga sendiri, dari, oleh dan untuk kebaikan warga sendiri.
Baca selengkapnya

Thursday, January 1, 2015

Kejutan Tahun Baru



Metro, 01 Januari 2015
13:33 WIB
Hiruk pikuk menyambut tahun baru sangat terasa pada tadi malam. Malam berselimut gerimis tidak menyurutkan antusias masyarakat kota Metro untuk berpartisipasi dalam penyambutan pergantian tahun. Masyarakat berbondong-bondong menuju taman kota dan lapangan samber untuk sekedar berkumpul dan menyalakan petasan secara berjamaah.
Langit Metro dihujani gemerlap warna-warni petasan, letupan yang saling bersahutan membuat riyuh suasana. Membakar uang dan memuja gaya hidup hedonis, membuat masyarakat lupa bahwa dibelahan lain bumi Indonesia sedang ada yang dilanda kesedihan.
Permasalahan lumpur lapindo yang belum usai, disusul dengan bencana longsor yang melanda Desa Banjar Negara, banjir yang menggenangi beberapa daerah di Indonesia, dan tranding topic hari ini soal  kecelakan pesawat AirAsia..
Momen tahun baru seharusnya diisi dengan evaluasi terkait kerja-kerja yang telah dilakuakan setahun silam. Memberi penilaian objektif terhadap kerja yang telah dilaksanakan sehingga memunculkan resolusi untuk perbaikan dimasa mendatang.
Malam tahun juga sangat tepat untuk merenungi keadaan Indonesia hari ini. Bagaimana kita seharusnya merasa sakit karena saudara-saudara kita ada yang sedang tertimpa musibah. Jangan malah bersuka cita disaat yang lain merasa dilanda musibah, menjadi bijaksana dalam mengekpresikan suka cita itu penting untuk menjaga kepedulian kedan tenggang rasa.

Begini Cara Kami
Bersama dengan komunitas Diskusi Kamisan Cangkir, malam terakhir tahun 2014 diisi dengan acara “nyate bareng” di Rumah Bersama. Suasana kekeluargaan yang dibangun di komunitas ini membuat betah untuk berlama-lama berbincang dan berfikir mengenai gagasan dan garapan hari ini, masa depan, dan tidak melupakan masa lalu.
Tidak untuk menunjukkan hidup hedonis, sebaliknya ingin mengimplementasikan hidup sederhana yang cinta kerja. Mengubah kebiasaan mainstream, tidak hanya berbicara tetapi mencoba mentransformasikan dalam bentuk kerja nyata.
Orang-orang yang ada didalam komunitas ini mampu menginspirasi dengan keunikan karakter masing-masing. Bagaimana egaliter diimplementasikan oleh anggota komunitas, tetapi tidak mengurangi rasa saling menghargai. Tidak menjadi beda dengan ketinggian gelar dan ilmu, pangkat yang melekat, atau perbedaan usia. Kebenaran yang selalu dijunjung tinggi, siapapun orangnya, jika yang diucapkan dan dilakukan benar maka akan dihargai.
Rumah Bersama telah mengajari bagaimana untuk bekerja keras dan menikmati proses. Jika menginginkan hasil yang manis maka proses yang harus ditempuh pun wajib terasa pahit. Menikmati proses dengan keikhlasan dan ketelatenan akan membawa kepada hasil yang memuaskan. Dan proses itu tak akan pernah berhenti sampai maut yang menghentikannya. Alhamdulilah buah proses dan kado tahun baru, tulisan dimuat dimedia nasional. Jangan berhenti berproses!



    
Baca selengkapnya

Mendefinisikan Ulang Kebhinekaan


Lukman Hakim
Tulisan Terbit di rubrik opini laman www.satuharapan.com pada 1 januari 2015
Pancasila adalah rumah bersama tempat tinggal semua kebaikan, semua keragaman dan identitas, suku, budaya dan agama.
Akhir-akhir ini kita disuguhi banyaknya berita tentang konflik yang melanda negeri ini, mulai dari konflik antar institusi negara seperti TNI-Polri karena persoalan sepele, konflik intitusi politik seperti partai karena berebut kekuasaan, hingga konflik antar warga sipil. Konflik yang secara terus menerus berulang dan terjadi di hampir semua kelompok dan institusi secara kuat menjadi penanda negeri ini sedang di posisi rawan konflik.
Ada apa dengan bangsa kita yang telah berusia 69 tahun ini? Kenapa begitu mudah tersulut hanya karena masalah kecil, padahal konflik memberi dampak kerugian yang tak sedikit. Pada umumnya, beberapa konflik sosial yang melibatkan warga yang terjadi seperti di Sampit, Sambas, Kalbar, dan sejumlah daerah termasuk Lampung pasca-reformasi bernuansa primordial dan etnis, namun konflik antar lembaga negara seperti yang sering terjadi di tubuh TNI-Polri atau internal partai politik menurut Baladas Goshal (2004) bisa karena akibat demokratisasi, terlepas sisi positif yang dibawanya.
Pada titik inilah, penulis merasa perlu untuk kembali membincang konflik dan mendefiniskan ulang kebhinekaan kita yang hari ini seakan telah terkoyak.Sikap saling menghargai perbedaan yang dulu pernah tumbuh subur di nurani bangsa Indonesia sekarang sudah mulai memudar. Diganti dengan keakuan (ego) yang lebih dominan menguasai sikap dan perilaku masyarakat, klaim kebenaran dan kepatutan sebagai milik kelompok dan the other (kelompok lain) sebagai tidak benar dan tidak patut sehingga harus dinegasikan. Melupakan sejarah bahwa bangsa ini dibangun dari konfigurasi pembentuk bangsa dan negara yang majemuk.
Baca selengkapnya