Tuesday, April 17, 2018

Mbah Sarkawi


Mbah Sarkawi, begitu pria ini sering dipanggil oleh warga di Dusun 3B, Kampung Bina Karya Utama, Kecamatan Putra Rumbia, Lampung Tengah dan sekitarnya.
Sarkawi adalah seorang tukang kayu yang biasa bekerja membuat lemari,  meja,  kursi, rumah dan lainnya. Sarkawi telah melakoni profesi sebagai tukang lebih dari 20 tahun.
Sarkawi tidak pernah sekolah, kuliah atau kursus pertukangan. Ilmu pertukangan dia peroleh secara otodidak dengan memperhatikan tukang lain bekerja, kemudian dirinya ikut nimbrung dan bekerja pada tukang.
Seiring berjalannya waktu,  Sarkawi telah mahir dalam dunia pertukangan. Kemudian Sarkawi mendapatkan pesanan pekerjaan dari orang-orang di desa, bahkan dia pernah dijemput untuk membuat rumah di luar Kampung Bina Karya Utama.
Suatu waktu, Sarkawi pernah diminta jasa tukangnya ke Soponyono, Kotabumi. Perjalanan menuju lokasi dari Kotabumi kota menuju areal kerja memakan waktu lima jam. "Pernah berangkat jam dua siang dari areal menuju Kotabumi, sampai di Kotabumi pukul  tujuh malam. Lalu dari Kotabumi menuju kampung halaman sampai pukul 3 malam," tutur Sarkawi yang sedang memasah kayu pagi itu, Sabtu, (7/04/2018).
Sarkawi adalah seorang transmigran yang pada tahun 1973 mendapatkan lokasi di Palembang. Kemudian pada tahun 1979 Sarkawi pindah ke Bina Karya Utama.
Dulu, sebelum pindah ke Pulau Sumatera,  Sarkawi telah meluluskan pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) atau yang setingkat dengan SMP. Pada waktu itu, murid yang sudah lulus SMP bisa masuk guru tidak tetap (GTT) dan setahun bisa diangkat PNS.
"Dulu, orang tua menyuruh untuk sekolah di madrasah,  tapi saya jawab buat apa masuk madrasah. Dan sekarang baru terasa kalau nggak bisa ngaji, nggak bisa ngimani salat," tuturnya.
Pada akhirnya Mbah Sarkawi tak menjadi PNS ketika sudah pindah ke Lampung. Tapi semangat belajar yang perlu diteladani.

Baca selengkapnya

Friday, April 6, 2018

Bolidi dan Harbolnas



"Wah ini bagus. Pilih yang ini saja, Pik," ujar Bolidi sambil menunjuk layar gawai yang sedari 30 menit berlayar  di beberapa niaga-el terkenal di Indonesia.
"Ini sampean mau cari sepatu apa to, Bol? Dari  tadi pilih ini nggak  jadi,  pilih itu nggak jadi," tanya Kempik kesal.
"Cari sepatu yang keren,  sepatu yang bisa dipakai buat ke ladang,  bisa juga untuk main, bisa dipakai untuk nyari ikan di sawah."
"Iyaudah,  ini saja ya.  Sepatu warna hitam ini cocok buat sampean kayaknya," kata Kempik serius.
"Wah,  cocok ini.  Sepatu nomor 40 ya," jawab Bolidi semringah.
Bolidi bergegas ke belakang untuk mengambil kopi yang diminta oleh Kempik.  Bolidi baru saja berkunjung ke Lampung Barat untuk menengok saudaranya di sana. Bolidi tak pernah lupa membawa kopi Robusta Lampung Barat yang sudah terkenal bahkan sampai mancanegara.
"Ini kopi sampean,  Pik.  Sudah pernah coba kopi Robusta Liwa belum?" tanya Bolidi sambil meletakkan kopi di atas meja. "Belum pernah nyoba,  Bol.  Memang rasanya gimana?"
"Rasanya ya jelas jos gandos, Pik.  "Aku tahu kemarin sampean lagi di Lampung Barat. Makanya ketika mendapat kabar sampean sudah di rumah aku langsung ke sini."
"Yasudah, buruan diminum kopinya,. Keburu dingin, nanti kurang jos gandos rasanya," suruh Bolidi.
Sttruuuuupp...
"Segarnya,  Bol."
"Itulah kopi Lampung. Cintailah produk lokal, kalau kata iklan di tipi."
"Asli, kopinya mantap,  Bol. Nggak ada campuran beras,  jagung,  kedelai atau parutan kelapa. Murni," ujar Kempik sambil berkali-kali menyeruput kopi digelasnya.
"Omong-omong. Kenapa hari ini di online harganya murah-murah ya, Pik?"
"La,  kamu ini kurang baca,  Bol. Hari ini kan tanggal 12 Desember."
"Terus hubungannya dengan harga murah apa, Pik?"
"Katrok! NdesoMbedeng!"
"Jancuk sampean,  Pik! Kalau ditanya mbok ya langsung jawab. Nggak usah mbulet seperti kentut di dalam celana."
"Ya santai saja sampean, Bol. Jangan misuh-misuh dong."

"Tanggal 12 Desember itu adalah Hari Belanja Online Nasional. Jadi, sejak tahun 2012 e-commerce di Indonesia sudah menginisiasi adanya harbolnas, Bol."
"Terus kenapa bisa murah harganya,  Pik?"
"Ya mbuh. Mungkin agar warga Indonesia akrab dengan belanja online,  Bol. Makanya pas harbolnas ada diskon besar-besaran, gratis ongkos kirim agar warga yang punya gawai dan paket data bisa lihat-lihat di pasar online yang mereka seneng. Bisa belanja sepuasnya. "
"Pinter ya orang-orang memanfaatkan peluang, Pik. Indonesia lo negara besar dengan penduduk banyak. Pasti jadi sasaran empuk pasar online. Terus wong Indonesia kan memang suka belanja, Pik," balas Bolidi sambil mangggut-manggut.
"Pik,  itu singkong goreng dimakan. Jangan asyik ngobrol dan main gawai, singkong goreng diabaikan."
"Oh iya, sampai lupa kalau ada singkong goreng, he-he-he."
"Aku ada ide, Pik."
"Ide apa, Bol? "
"Aku juga mau bikin harbolnas. Hari Bolidi Nasional."
"Ha-ha-ha." Bolidi dan Kempik terpingkal bersama. Sesaat kemudian suasana jadi hening.
"Terus mau bikin acara apa di hari bolidi nasional,  Bol?" tanya Kempik serius.
"Kita kan jadi kabupaten penghasil singkong terbesar se-Indonesia. Lah, pas ulang tahunku itu jadi hari bolidi nasional, Pik. Nanti kita bikin pameran aneka makanan dari singkong. Kita mengangkat lokalitas biar singkong ada harganya. Masak pas panen raya harga singkong malah anjlok."
"Boleh juga, Bol. Terus kan kita mau buat hari bolidi nasional, apa kuat kita bikin acara nasional?  Se-Indonesia,  Bol?"
"Itu cuma nama saja,  Pik. Biar seperti orang-orang yang bikin gerakan ini,  gerakan itu, yang terkesan gerakan besar. Kita juga harus bikin hari bolidi nasional seolah gerakan besar."
"Kalau nggak tingkat nasional berarti hari bolidi nasional itu tingkat apa, Bol?"
"Kita bikin acara tingkat dusun saja, Pik. Kalau nggak kuat juga ya kita buat tingkat RT saja."
"Ha-ha-ha," kembali, Bolidi dan Kempik tertawa terbahak-bahak.
"Penting ada tandingan harbolnas ya,  Bol?" tanya Kempik sembari masih tertawa.
"Iya dong, Pik. Karena zaman sekarang gerakan tandingan adalah kunci."
"Ha-ha-ha."

Baca selengkapnya