Lima hari di Lampung Barat (29 Oktober 2017-2 November
2017) membuat saya tahu tentang sekelumit alasan kenapa para petani kopi di
Pekon Hanakau, Kecamatan Sukau memilih membongkar ladang kopi mereka dan
memutuskan memilih sayuran sebagai komoditas yang ditanam.
Jelas saya akan bercerita tentang Pak Dul Mukmin karena
selain selama lima hari di Pekon Hanakau saya tinggal di rumah beliau, Pak Dul
Mukmin juga representatif sebagai perwakilan petani yang membongkar ladang kopi
dan memilih menanam sayur.
Dalam suatu kesempatan, Pak Dul Mukmin bercerita tentang
sayuran yang memiliki masa tanam-panen cepat sehingga lebih menguntungkan jika dibandingkan
dengan menanam kopi. Petani di Pekon Hanakau juga banyak yang menerapkan sistem
tumpang sari dalam menanam sayuran. Dalam satu lahan, petani bisa menanam empat
jenis tanaman sekaligus seperti sawi, cabai, tomat dan kacang tanah. Atau jenis
tanaman lain. Artinya petani akan panen secara terus menerus sesuai dengan
panjang umur tanaman, dan sampai masa panen habis.
Dengan sistem tumpang sari, petani bisa menekan tingkat
kerugian karena gagal panen atau harga yang anjlok. Petani kadang memperoleh
harga yang rendah di satu tanaman tapi bisa mendapatkan harga tinggi di jenis
tanaman lain. Dengan model inilah petani sayuran di Pekon Hanakau bisa menutup
biaya modal dan mendapatkan keuntungan dari kalkulasi panen sayuran mereka.
Yang menjadi kendala utama petani sayur di Pekon Hanakau adalah
soal harga komoditas yang tidak stabil. Harga komoditas sayuran yang tidak
stabil biasanya di sebabkan oleh stok yang melimpah. "Biasanya kalau ada
kiriman sayur dari Sumatera Utara atau Jawa harga-harga di sini akan anjlok.
Tomat sekarang cuma 700 rupaih makanya petani enggan untuk memanen. Kalau di
panen mereka tidak akan untung, kotaknya saja perbiji 9000, biaya petik berapa,
biaya ojek berapa. Petani bakal rugi jika memanen dengan harga cuma segitu,"
terang Pak Dul Mukmin.
Terhitung sudah tujuh tahun terakhir ini Pak Dul Mukmin
menjadi petani sayur. Walaupun sudah menjadi petani sayur, rupanya pak Dul
Mukmin masih mempertahankan dua hektar tanaman kopinya. “Bapak ini masih punya
dua hektar lahan kopi. Sebenarnya kak Junet itu sudah mau buka lahannya untuk
tanam sayur lagi. Tapi karena anak bapak masih sekolah (Asep, Mumun, Oyan), akhirnya
kopi itu buat tabungan karena kopi hasilnya kan tahunan. Sedangkan sayuran hasilnya
setahun bisa dua atau tiga kali,” jelas Pak Mukmin.
Bagi petani yang memiliki lahan lebih dari satu hektar seperti
Pak Dul Mukmin, pilihan membuka sebagain lahan untuk sayuran dan membiarkan
sebagian lain tetap dengan tanaman kopi adalah pilihan bijak. Menanam sayuran sebagai
sumber pendapatan jangka pendek, dan membiarkan kopi sebagai investasi jangka panjang.
Kalau saya pribadi sih ingin menikmati kopi Liwa, sembari
belajar bertani sayur, juga belajar bertani kopi. Udah itu lebih dari cukup. Hehehe
Tabik!
Penulis: Lukman Hakim
Bagikan
Pilih Sayur atau Kopi?
4/
5
Oleh
Lukman Hakim