Di balik
keindahan Hamtebiu yang dua tahun ini tengah dibangun oleh Pemerintah Daerah
Lampung Barat, ternyata ada cerita 'seram' yang menyelimutinya. Hamtebiu yang
saya tahu adalah taman/kolam yang ada di Pasar Liwa Kecamatan Balikbukit
tepatnya berada di bawah puncak Liwa—komplek rumah dinas Bupati Lampung Barat.
Sekilas
melintas, tak ada yang aneh dengan penampilan kolam Hamtebiu. Malah terkesan
Hamtebiu akan disulap menjadi tempat nongkrong yang asik untuk warga Lampung
Barat, khususnya yang dekat dengan kawasan tersebut, juga untuk para turis baik
lokal maupun domestik.
Hampir sepekan
berada di di Lampung Barat (29 Oktober 2017-2 November 2017), saya sempat berkeliling
ke beberapa tempat wisata di sana, salah satunya tentu nongkrong di Hamtebiu. Malam
itu, suasana Hamtebiu ramai, asyik, dingin tentu saja, banyak juga anak-anak
muda yang nongkong untuk sekadar ngobrol dan bercengkerama. Ada pula pekerja
yang sedang lembur mengerjakan pembangunan di sekitaran Taman Hamtebiu. Di
pojok sebelah barat−dilihat dari jalan utama, kita bisa melihat patung Sekura
yang baru selesai dikerjakan. Patung ini dibuat sebagai monumen yang mewakili
budaya Sekura di Lampung Barat. Gelaran Sekura sendiri merupakan perhelatan
budaya sebagai ajang silaturahmi masyarakat Sekala Brak yang dilaksanakan pada
1 sampai dengan 6 syawal setiap tahun. Sayang sekali, malam hari bukan waktu
yang tepat untuk foto bareng patung Sekura.
Malam di Hamtebiu |
Menurut cerita
Asep yang mengikuti acara Sekura pada tahun 2107. Dia hadir di hari ke enam pelaksanaan
Sekura yaitu di Pekon Canggu, Kecamatan Batubrak. Muda mudi tumpah ruah
meraimaikan acara tersebut. “Dalam acara Sekura ini, warga Lampung Barat bersatu,
saling mendukung, saling mengenal, juga disatukan oleh seragam khas yang
dikenakan dalam acara tersebuit,” terang Asep.
Konon kolam
Taman Hamtebiu tak pernah kering walaupun diameternya saya perkirakan tak lebih
dari 30 meter. Ikan-ikan di kolam Hamtebiu hukumnya "haram" untuk
diambil, dipancing atau dijala. Oleh karenanya, ikan-ikan di kolam Hamtebiu
besar-besar dan gemuk.
"Ini
banyak ikan apa tak pernah dipancing kak?" tanya saya kepada Kak Junet.
"Nggak ada
yang berani ambil ikan-ikan di Hamtebiu."
"Kenapa
kak?"
"Entahlah,
mungkin warga takut atau karena tidak boleh diambil ikannya. Dulu disini ditanam
berapa ribu ikan oleh pemerintah dan sampai sekarang tidak pernah diambil,"
terang Junet.
Menurut cerita
Pak Dul Mukmin, salah satu warga Pekon Hanakau, Kecamatan Sukau, Lampung Barat,
Hamtebiu adalah kolam pemandian jenazah massal saat terjadinya gempa Liwa tahun
1994. Banyak korban meninggal pada saat gempa Liwa terjadi, rumah-rumah warga
banyak yang roboh, warga panik, tentu kerusakan ada di sana sini. Asep Iman
Suwargana saat itu masih ada dalam kandungan Bu Junaeti−istri Pak Dul
Mukmin.
Foto di Makam Pahlawan Liwa Lampung Barat |
Setelah gempa reda,
banyak korban berjatuhan diangka ratusan. Ada korban yang memiliki sanak
keluarga di Liwa dan banyak perantau yang tidak dikenal siapa kerabat dekatnya.
Orang-orang yang tidak punya saudara inilah yang kemudian dimandikan bersama di
Hamtebiu, dikafani, di salati (yang beragama Islam), dan dimakamkan di makam
pahlawan yang berada di atas bukit, jaraknya sekitar 50 meter dari kolam
Hamtebiu.
Junet—kakak
Asep—yang saat itu baru berumur lima tahun, waktu gempa terjadi dia sedang asyik
menonton televisi di rumah Giono. Junet bercerita bahwa getaran gempa Liwa
tahun 1994 itu cukup membuat rumah dan isinya porak poranda. Giono sang
pemilik rumah malah sempat tertimpa lemari kayu. "Sempat tertimpa lemari
kayu, tapi dia selamat. Tak ada luka yang diderita Pak Giono," terang
Junet.
Trauma gempa
masih membayang orang-orang yang pernah merasakan 'sensasi' gempa Liwa tahun
1994. Beberapa kali pernah terjadi getaran kecil yang menggoyang Pekon Hanakau
dan Lampung Barat, warga tak panik, mereka sigap keluar rumah untuk menyelamatkan
diri dan keluarga. "Warga sini langsung keluar saat ada gempa kecil
beberapa kali. Pernah beberapa kali terjadi lagi setelah tahun 1994," ujar
Dul Mukmin.
Saya fikir
warga di Lampung Barat sudah terbiasa dengan ancaman gempa yang sewaktu-waktu
terjadi. Mereka menjadikan pengalaman adalah guru terbaik. Hamtebiu dan makan
pahlawan menjadi salah satu saksi sejarah
yang bisa dijadikan tujuan wisata sejarah di Lampung Barat. Lalu apakah
Hamtebiu bisa dijadikan sebagai wisata sejarah gempa Liwa tahun 1994? Jelas jawabannya
bisa.
Sebagaimana layaknya
sebuah museum, pemerintah kabupaten Lampung Barat harus mempersiapkan infrastruktur
Hamtebiu sebagai sebuah museum. Pertama, pemerintah daerah harus mempersiapkan tempat
yang representatif, nyaman, dan komunikatif. Hamtebiu yang masih dalam proses renovasi
harus dipersiapkan secara maksimal dengan menyediakan gedung khusus sebagai tempat
penempatan foto-foto gempa Liwa 1994, dokumen dan segala yang terkait dengan goncangan
dasyat tersebut. .
Foto-foto bisa dikumpulkan
dengan melibatkan banyak pihak dari jurnalis, kolektor foto dan siapa saja yang
memilki foto gempa Liwa. Bisa saja acara pengumpulan foto (dukumentasi) dibuat
dengan format acara khusus seperti acara amal, doa bersama, sayembara atau
dengan format acara lain. Foto yang dikumpulkan bisa saja foto Lampung Barat zaman old sebelum terjadi gempa, foto pasca
terjadinya gempa, atau foto kekinian sehingga masyarakat atau turis bisa
melihat bagaimana dasyatnya gempa waktu itu. Biarkan saja foto yang bercerita
tentang kondisi Liwa saat itu, begitu kira-kira.
Selain foto, Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat bisa menggandeng sineas lokal untuk membuat film dokumenter
gempa Liwa 1994. Film ini jelas bercerita tentang mereka yang terkena dampak
gempa, tentang mereka yang ditinggal mati saudara yang meninggal, tentang
kehidupan setelah terjadinya gempa 1994. Saya kira Lampung Barat memilki
segudang anak muda kreatif yang mempunyai kemampuan membuat film. Tentu dengan
adanya proyek pembauatan film dokumenter, pemerintah daerah juga memberikan
ruang berekspresi bagi perkembangan ekonomi kreatif (film), juga untuk
mengangkat talen lokal agar karya-karyanya diketahui dan dinikmati publik secara
luas.
Keberadaan tour guide juga tak bisa dianggap sepele.
Tujuannya untuk memberikan informasi kepada turis yang datang. Pemilihan guide tentu dengan seleksi ketat,
dibutuhkan orang yang benar-benar paham dengan sejarah Liwa tahun 1994 dan berbagai
fakta tentang gempa Liwa Selain itu, jelas tour
guide harus orang lokal yang paham betul tentang Lampung Barat. Tour guide yang bersahabat, komunikatif,
berwawasan luas, paham seluk beluk gempa Liwa tentu akan menjadi atensi para
turis untuk datang.
Lebih keren
lagi, di Hamtebiu dan Makam pahlawan disediakan papan informasi yang telah
dilengkapi dengan sentuhan teknologi. Papan informasi yang menyediakan cerita
tentang gempa Liwa 1994, ditampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan−atau
keduanya. Dengan sentuhan teknologi yang ada harapan Hamtebiu sebagai wisata
sejarah tentu bukan sekadar mimpi.
Dengan bonus kondisi
alam Lampung Barat yang memilki banyak potensi wisata dibandingkan dengan
daerah lain di Provinsi Lampung. Pemerintah juga bisa menyediakan peta wisata
Lampung Barat di papan informasi digital tersebut. Dengan menyediakan peta
informasi, duide yang mumpuni tentu pariwisata
di Lampung Barat bisa berkembang pesat.
Saat ini saya
melihat banyak akun instagram yang mulai fokus mempromosikan wisata Lampung
Barat. Sebut saja @akunrino, @sekalabrak_treasureoflampung, @pekonhanakau,
@lambargeh, @pariwisata_lampungbarat, @lambankopi dan banyak lagi akun lain. Bayangkan
jika mereka berkolaborasi maka akan ada percepatan gerakan pariwisata di Lampung
Barat.
Selain
keindahan alam, Gunung Pesagi, Danau Suoh, Danau Ranau, Gunung Seminung,
Lampung Barat surga sayuran, kopi Liwa yang sudah mendunia, dan dinginnya
Lampung Barat yang buat nyaman berjalan-jalan kapan saja. Hamtebiu dan makam
pahlawan bisa dijadikan sebagai pusat monumen (bisa museum) sisa gempa Liwa
1994. Yang jelas, pemerintah membangun wisatanya, warga menjaga kebersihan dan
keindahannya dan pengunjung menikmati dan tidak merusak alamnya. Kolaborasi
adalah kuncinya.
"Hamtebiu
wisata sejarah Gempa Liwa 1994" ini mungkin bisa menjadi jargonnya.
Tabik!
Penulis: Lukman Hakim
Bagikan
Melirik Hamtebiu Menjadi Wisata Sejarah
4/
5
Oleh
Lukman Hakim