Lukman Hakim
Pemerhati Perempuan
Gambar Ilustrasi: Perempuan sedang Masak |
Sejarah memasak makanan sudah ada sejak 1,9 juta tahun
lalu, seperti yang dinyatakan oleh Ahli biologi evolusi dari Harvard University, Chris
Organ, dia menemukan hal itu ketika menelusuri sejarah menghidangkan makanan
dengan menengok perkembangan ukuran gigi dan perilaku konsumsi makanan pada
pohon keluarga manusia. Mereka menyimpulkan bahwa memasak lazim dilakukan Homo
erectus. Pengecilan ukuran gigi geraham di duga karena
gigi digunakan untuk mengunyah makanan yang telah dimasak terlebih dahulu
sehingga lebih mudah. Pada akhirnya gigi geraham ukuran besar tidak digunakan lagi
untuk mengunyak makanan keras yang belum dimasak. (https://m.tempo.co)
Berbicara soal masak-memasak, kaum hawa selalu identik
dengan pekerjaan yang satu ini. Masak merupakan bagian dari aktifitas yang
dijalani perempuan sebagai ibu rumah tangga atau kodrat perempuan yang harus
mengurus dapur. Ungkapan yang menyatakan urusan perempuan hanya di dapur, kasur
dan sumur sudah lama bergeser seiring dengan tingkat pendidikan kaum perempuan
yang makin tinggi, dan munculnya emansipasi wanita (atau tentang gender) sebagai upaya menyama-padankan
hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan sebagai manusia.
Dengan dalih emansipasi wanita, perempuan-perempuan yang mempunyai tugas membantu
suami untuk menjaga harta benda, rumah dan anak-anak, kini mereka tertarik berkarir
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam agama Islam, semua tugas rumah tangga
sesungguhnya menjadi kewajiban suami, seperti memasak, mencuci, membereskan
rumah, mengurus anak, dan segala keperluan keluarga, tetapi tugas laki-laki kemudian
terbagi dengan hadirnya wanita sebagai isteri.
Dalam persepsi penulis, perempuan yang bekerja untuk
membantu suami mencari nafkah tidak menyalahi aturan, selama pekerjaan yang
dilakoni tidak melupakan kewajiban perempuan sebagai seorang isteri, ibu dan
pengurus keluarga. Selama pekerjaan yang dijalani tidak membuat kewajiban terabaikan,
maka semua bisa difahami sebagai upaya bersama suami dan isteri untuk membuat
kondisi keluarga menjadi lebih baik. Lalu bagaimana dengan perempuan yang
bekerja dan menyerahkan urusan rumah tangga kepada orang lain−asisten rumah
tangga?
Jika diperhatikan, lakon perempuan dalam mengurus rumah sebenarnya
dipermudah dengan hadirnya teknolgi. Mencuci misalnya, dipermudah dengan hadirnya
mesin cuci, atau memasak yang sekarang dapat lebih praktis dengan bantuan kompor
gas dan peralatan canggih lain. Lantas, kenapa kemudian perempuan tidak/belum
memasak?
Soal masak-memasak, penulis fikir seorang perempuan wajib
menguasai ilmu ini. Bahwa memasak adalah bagian yang tidak boleh dipisahkan
dari perempuan. Suatu waktu, boleh saja memasak dimawakilkan kepada orang lain,
mungkin asisten rumah tangga atau chatering
di rumah makan. Tapi pada akhirnya perempuan tetap harus akrab dengan dengan
dunia masak-memasak.
Seorang perempuan tulen ditunjukkan dengan kemahirannya memasak.
Selain itu, memasak adalah usaha untuk mendekatkan hubungan emosional antar
anggota keluarga. Dimana masakan yang dihidangkan oleh seorang isteri menjadi
bagian dari perhatian kepada suami. Pun dengan anak, bahwa masakan yang dibuat
seorang ibu adalah bagian dari wujud kepedulian.
Masak juga mendidik anak-anak
agar terbiasa bersikap disiplin. Seorang ibu harus bangun pagi untuk mulai
memasak, dan makanan harus siap sebelum anggota keluarga berangkat mengerjakan
kegiatan, anak pergi ke sekolah dan suami pergi bekerja.
Masak merupakan keterampilan meracik bahan makanan dan
bumbu-bumbu dapur sehingga memunculkan hidangan istimewa dengan cita rasa
berbeda. Perempuan yang terbiasa memasak berarti sudah mahir meramu bahan-bahan makanan satu
dengan yang lain. Dengan kata lain, perempuan yang mahir memasak diharapkan
juga mahir dalam ‘meramu’ keluarga sehingga suasana nikmat berkeluarga bisa
dirasakan oleh semua anggota keluarga.
Perempuan tidak masak, ibarat masakan tanpa bumbu-bumbu,
kurang sedap.
Bagikan
Perempuan Tanpa Masak?
4/
5
Oleh
Lukman Hakim