Saturday, August 6, 2016

Meruwat Local Wisdom dalam Bingkai Keragaman

Lukman Hakim
Peminat Kajian Keragaman
Meruwat Local Wisdom
Sudah jamak diketahui bahwa Indonesia merupakan bangsa yang kaya budaya, suku, adat istiadat, dan bahasa, yang semua itu dapat hidup damai berdampingan dalam bingkai bhineka tinggal ika. Semangat kebhinekaan inilah yang sejak awal menjadi landasan terbentuknya Negara Indonesia. Nusantara yang berpulau-pulau kemudian memutuskan untuk bergabung menjadi  satu karena memiliki ikatan se-nasib se-penanggungan akibat dijajah oleh kaum kolonial.
Lalu bagimana menjaga semangat keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang merupakan negara multikultural yang multietnik, multiras, dan multiagama? Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan masing-masing yang menjunjung nilai persaudaraan, nilai keragaman, yang berkembang sejak jaman nenek moyang,  akrab disebut dengan local wisdom.
Secara sederhana kearifan lokal (local wisdom)  diartikan sebagai nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur secara turun temurun yang memiliki fungsi mengatur hubungan antar individu dan komunitasnya, serta bagaimana memperlakukan lingkungan dimana mereka hidup, termasuk membina bagaimana kehidupan yang harmonis antar unsur pembentuk komunitas. Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, kearifan lokal atau local wisdom dapat diartikan sebagai gagasan–gagasan setempat (bersifal lokal) yang dianggap bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang diemban oleh masyarakat setempat.
Nilai-nilai yang diyakini oleh komunitas masyarakat adat harus dijamin eksistensinya oleh Negara sebagai kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Setiap komunitas adat berkewajiban menjaga berbagai warisan nilai, budaya, adat istiadat, sebagai bagian hidup sehari-hari. Dalam menjalankan berbagai aktifitas warisan leluhur, sikap toleransi sangat diperlukan untuk menjaga masing-masing warisan leluhur agar berjalan bersamaan secara damai.
Lampung sebagai Provinsi di ujung Sumatera, beberapa kali didera konflik bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Konflik di Bali Nuraga Lampung Selatan antara masyarakat Bali dan Lampung, Konflik Bumijawa Lampung Timur, Konflik Padang Ratu, Lampung Tengah merupakan konflik yang sebenarnya berawal dari hal sepele.
Konflik kemudian reda dengan melibatkan banyak pihak untuk mendamaikan, kalangan tokoh adat, tokoh agama, kepolisian dan berbagai elemen membuka ruang dialok untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
Masyarakat Lampung dengan kearifan lokal Piil Pesenggiri misalnya, mereka beranggapan bahwa kehormatan diri dan komunitas wajib di bela. Etos dan semangat kelampungan (spirit of Lampung) piil pesenggiri mengajarkan seseorang tidak mengapa menyakiti orang lain demi menjaga harga diri.
Paham piil pesenggiri perlu diletakkan sesuai dengan makna asalnya, dimana orang yang memegang piil pesenggiri akan menjelma sebagai manusia pekerja keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada prestasi, berani kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena mempertaruhkan harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu yang mulya di tengah-tengah masyarakat.
Pengertian ini kemudian harus dilahirkan dalam rangka hidup bersama dengan masyarakat pendatang di Lampung. Bentuk penghargaan kepada pendatang yaitu dengan menghargai kekayaan budaya yang dibawa oleh mereka, misalnya masyarakat, Jawa, Padang, Palembang atau pendatang lain.
Dengan memaknai kearifan lokal sebagai aset kekayaan budaya yang wajib dijaga bersama-sama maka akan terjalin hubungan harmonis antarelemen masyarakat adat. Konflik antaretnis, antarentis dapat ditekan, kecintaan menjaga local wisdom menjadi kekuatan besar yang mendorong semua masyarakat adat menjaga keluhuran warisan nenek moyang.
         


Bagikan

Jangan lewatkan

Meruwat Local Wisdom dalam Bingkai Keragaman
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.