Lukman Hakim
Peminat Kajian Keragaman
Meruwat Local Wisdom |
Sudah jamak diketahui bahwa Indonesia merupakan bangsa yang kaya budaya,
suku, adat istiadat, dan bahasa, yang semua itu dapat hidup damai berdampingan
dalam bingkai bhineka tinggal ika. Semangat kebhinekaan inilah yang sejak awal
menjadi landasan terbentuknya Negara Indonesia. Nusantara yang berpulau-pulau
kemudian memutuskan untuk bergabung menjadi
satu karena memiliki ikatan se-nasib se-penanggungan akibat dijajah oleh
kaum kolonial.
Lalu bagimana menjaga semangat keragaman yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia yang merupakan negara multikultural yang multietnik, multiras, dan
multiagama? Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan masing-masing
yang menjunjung nilai persaudaraan, nilai keragaman, yang berkembang sejak
jaman nenek moyang, akrab disebut dengan
local wisdom.
Secara sederhana kearifan lokal (local
wisdom) diartikan sebagai nilai-nilai yang diwariskan
oleh leluhur secara turun temurun yang memiliki fungsi mengatur hubungan antar
individu dan komunitasnya, serta bagaimana memperlakukan lingkungan dimana
mereka hidup, termasuk membina bagaimana kehidupan yang harmonis antar unsur
pembentuk komunitas. Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, kearifan lokal
atau local wisdom dapat diartikan
sebagai gagasan–gagasan setempat (bersifal lokal) yang dianggap bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik yang diemban oleh masyarakat setempat.
Nilai-nilai yang diyakini oleh komunitas masyarakat adat harus dijamin
eksistensinya oleh Negara sebagai kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Setiap komunitas adat berkewajiban menjaga berbagai warisan nilai, budaya, adat
istiadat, sebagai bagian hidup sehari-hari. Dalam menjalankan berbagai
aktifitas warisan leluhur, sikap toleransi sangat diperlukan untuk menjaga masing-masing
warisan leluhur agar berjalan bersamaan secara damai.
Lampung sebagai Provinsi di ujung Sumatera, beberapa kali didera konflik
bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Konflik di Bali Nuraga Lampung
Selatan antara masyarakat Bali dan Lampung, Konflik Bumijawa Lampung Timur,
Konflik Padang Ratu, Lampung Tengah merupakan konflik yang sebenarnya berawal
dari hal sepele.
Konflik kemudian reda dengan melibatkan banyak pihak untuk mendamaikan, kalangan
tokoh adat, tokoh agama, kepolisian dan berbagai elemen membuka ruang dialok
untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
Masyarakat Lampung dengan kearifan lokal Piil Pesenggiri misalnya, mereka
beranggapan bahwa kehormatan diri dan komunitas wajib di bela. Etos dan
semangat kelampungan (spirit of Lampung)
piil pesenggiri mengajarkan seseorang tidak mengapa menyakiti orang lain demi
menjaga harga diri.
Paham piil pesenggiri perlu diletakkan sesuai dengan makna asalnya, dimana
orang yang memegang piil pesenggiri akan menjelma sebagai manusia pekerja
keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada prestasi, berani kompetisi
dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena mempertaruhkan
harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu yang mulya di tengah-tengah
masyarakat.
Pengertian ini kemudian harus dilahirkan dalam rangka hidup bersama dengan
masyarakat pendatang di Lampung. Bentuk penghargaan kepada pendatang yaitu dengan
menghargai kekayaan budaya yang dibawa oleh mereka, misalnya masyarakat, Jawa, Padang,
Palembang atau pendatang lain.
Dengan memaknai kearifan lokal sebagai aset kekayaan budaya yang wajib
dijaga bersama-sama maka akan terjalin hubungan harmonis antarelemen masyarakat
adat. Konflik antaretnis, antarentis dapat ditekan, kecintaan menjaga local wisdom menjadi kekuatan besar yang
mendorong semua masyarakat adat menjaga keluhuran warisan nenek moyang.
Bagikan
Meruwat Local Wisdom dalam Bingkai Keragaman
4/
5
Oleh
Lukman Hakim