Lukman Hakim
Pegiat Komunitas Cangkir
Kamisan
Menikah, Bukan Beli Kucing dalam Karung |
Lepas dari masa remaja dan memasuki fase dewasa, dapat dipastikan bahwa
seorang selalu berfikir tentang menikah. Bukan soal menikah perintah agama,
tetapi menikah bisa pula sebagai sarana melengkapi kebahagiaan, bahkan untuk
melanjutkan garis keturunan.
Menikah bukan membeli kucing dalam karung. Artinya sebelum meminang
seseorang untuk dijadikan sebagai pasangan hidup, upaya mengenal dan paham dengan
latar belakang calon menjadi hal yang wajib diketahui. Siapa keluarga calon,
bagaimana latar belakang pendidikan, bagaimana sifat dan peranggai keseharian
dari orang yang ingin dinikahi.
Islam memerintahkan kepada pemeluknya agar menikahi seorang wanita karena
empat perkara; karena hartanya, karena garis keturunannya, karena cantiknya, dan
karena agamanya. Kemudian diakhir redaksi hadis dikatakan bahwa diperintahkan
mencari wanita yang memiliki pemahaman agama Islam yang baik, karena mereka akan
masuk kategori kelompok orang yang beruntung.
Lalu bagaimana kemudian seorang yang sudah siap menikah berupaya mengenal
orang yang akan dijadikan sebagai pendampingnya? Upaya mengenal seseorang dapat
dilakukan dengan mengenal orang-orang terdekat seperti kawan, sahabat, tetangga
dan yang biasa berinteraksi dengan yang bersangkutan. Orang terdekat pasti
memiliki info akurat terkait siapa, bagaimana kesehariannya, dan bagaimana
sifat dan tindak tanduknya.
Kenapa penulis membuat pernyataan bahwa orang yang siap menikah itulah yang
kemudian harus mencari pandangan seperti apa calon yang diinginkan. Karena mereka
yang belum siap menikah, sikap ingin tahu lawan jenis akan jatuh pada pilihan pacaran. Padahal jika
tinjau dari perspektif apa pun, pacaran memiliki dampak negatif yang lebih
banyak dibanding manfaatnya. Bahkan
dalam pandangan penulis, pacaran tidak memiliki kontribusi kebaikan apapun
untuk hidup seseorang.
Bagaimana dengan sistem penjodohan yang dilakukan orang tua kepada anaknya?
Penulis memiliki pandangan bahwa sistem penjodohan bisa diterima jika tidak
melanggar hak-hak individu. Artinya orang yang dijodohkan tidak merasa menikah
karena paksaan. Karena kebahagiaan seseorang setelah menikah salah
satunya ditentukan oleh dengan siapa mereka menikah.
Penulis menolak penjodohan yang kedua belah pihak tidak mereka saling suka
dan ridho, karena pernikahan seperti ini rentan perceraian. Bukankah dasar pernikahan
adalah rasa cinta kasih dan tidak ada paksaan melakukannya.
Apalagi kemudian ada sebuah kelompok yang mengharuskan anggota untuk selalu
taat dengan keputusan pembina sehingga keputusan dengan siapa menikah juga menjadi urusan pembina. Pengikutnya didoktrin untuk taat dan
tidak membantah, sami’na wa wata’na, kami
dengar dan kami taat.
Jika orang yang dijodohkan sesuai dengan kriteria dan
keinginan maka tak menjadi
masalah. Tapi yang menjadi masalah adalah jika penjodohan itu tidak
memberikan keleluasaan seorang untuk memilih kriteria yang diinginkan. Hal ini yang kemudian perlu ditanyakan dan dikaji
ulang, karena menikah bukan membeli kucing dalam karung yang akan disesali
dikemudian hari.
Bagikan
Menikah, Bukan Beli Kucing dalam Karung
4/
5
Oleh
Lukman Hakim