Selepas asar (5 Desember
2017) saya bergegas ke rumah Pak Ngadimin yang ada dibilangan 21 C, tepatnya di
depan Lapangan Garuda Metro Timur. Terakhir menyambangi rumah Pak Ngadimin
sekira tahun 2013 lalu, ketika kaki saya kecetit setelah rekreasi
dari pantai bersama teman-teman Perbankan Syariah STAIN Metro.
Sore ini saya banyak mendapatkan
cerita yang dulu tak pernah saya abadikan dalam tarian kata dan kalimat. Pak
Ngadimin adalah orang asli Metro (lahir dan besar di kota ini) yang sudah 20
tahun menekuni profesi sebagai tukang pijat. Selama menjalani profesi sebagai
pelemas urat syaraf yang kaku, tentu Pak Ngadimin bertemu dengan banyak orang
dengan ragam karakter dan profesi. Dari dosen, polisi, mahasiswa, anak-anak,
bapak-bapak, atau warga biasa pernah menjadi orang yang menikmati jasanya.
Perlakuan yang diberikan kepada
setiap pasien berbeda. "Setiap orang punya kekuatan yang berbeda baik
fisik ataupun kemampuan kerjanya. Oleh karena itu, perlakuan dalam memijitnya
pun berbeda," terang Pak Ngadimin ketika saya bertanya berapa kali
seseorang baiknya berpijat ria.
"Setiap orang pasti tidak
sama. Ada yang membutuhkan pijat dalam kurun waktu yang dekat, ada juga mereka
yang bisa empat kali dalam setahun," tambahnya.
Sebelum menekuni profesi sebagai
tukang pijat, Pak Ngadimin dulu bekerja sebagai tukang bangunan. Kemampuan
memijatnya dia peroleh dari sang kakek yang dahulu juga seorang pemijat.
Menurutnya, menjalani titah sebagai tukang pijat itu membutuhkan
kesabaran dan keuletan. Tidak boleh tukang pijat menyombong diri dan kurang
ikhlas. "Setidaknya kalau orang berminat jadi tukang pijit mereka harus
tekun, sabar, rendah hati, ikhlas," begitulah ketika saya bertanya apa
syarat menjadi tukang pijat.
Tujuh saudara kandung Pak
Ngadimin tak ada yang menjadi tukang pijat seperti kakeknya. Hanya Pak Ngadimin
seoranglah yang sukses meneruskan profesi tersebut.
Selain menjadi tukang pijat,
rupanya Pak Ngadimin memilki cukup banyak ternak yang dia gadukan kepada
keponakannya. Sapi dan kambing sengaja dia titipkan kepada keponakannya karena
Metro (daerah tinggal Pak Ngadimin) bukan daerah yang cocok untuk beternak.
Maka keponakannya yang tinggal di Kecamatan Pekalongan Lampung Timur yang
ditugaskan memelihara ternaknya karena Pekalongan masih bernuansa desa dan
memilki lahan cukup luas untuk mencari pakan .
Sebelum menjadi tukang pijat
rumahan, Pak Ngadimin menjalani profesi sebagai tukang pijat jemputan. Pak
Ngadimin pernah diminta memijat oleh pasien dari Sukadana, Kotabumi, Sukarame
Bandar Lampung, Lampung Tengah dan berbagai daerah lain di Lampung. Setelah
waktu berlalu, akhirnya Pak Ngadimin memutuskan tidak mau menjadi tukang pijat
jemputan. Siapapun yang akan memakai jasanya harus datang ke rumah Pak Ngadimin
tanpa membedakan jabatan dan kekuasaan seseorang.
Pak Ngadimin juga memilki
pekerjaan yang sudah dilakoninya lebih dari 10 tahun lalu yaitu membuat lontong
daun pisang. Setiap hari Pak Ngadimin bisa menjual sebanyak 600 buah lontong di
pasar. Produksi dibantu oleh anak-anaknya yang tinggal tak jauh dari rumah Pak
Ngadimin. Setiap lontong dijualnya dengan harga Rp.1.500 rupiah. "Wah,
banyak duit dong pak," ketus saya mendengar cerita Pak Ngadimin.
"Belum tentu mas. Harga
beras sekarang mahal jadi untungnya pun tidak banyak. Saya beli beras yang
harganya sepuluh ribu perkilo," timpal Pak Ngadimin.
"Setiap sekilo jadi berapa
lontong pak?" tanya saya lagi.
"Satu kilo beras bisa bikin
dua puluh lontong."
Jadi silakan hitung sendiri
berapa keuntungan yang diperoleh Pak Ngadimin setiap harinya. Atau minimal kita
bisa menghitung omzet setiap harinya. Lumayan! Dari pada lu manyun.
Banyak yang saya ceritakan
kepada Pak Ngadimin, dari pengalaman belajar, bekerja atau sekadar cerita
tentang kesenangan saya berjalan-jalan. Pak Ngadimin adalah tipe orang yang mau
mendengarkan orang lain, oleh karenya kami bercerita mengalir saja. Saya juga
bercerita tentang rencana saya yang akan melamar seorang perempuan idaman
di tahun 2018 mendatang.
Yang jelas, sore ini saya mendapatkan
banyak ilmu dari pengalaman hidup Pak Ngadimin. Mendapatkan pijat sampai
menjelang azan magrib tentu sesuatu kesenangan tersendiri buat saya. Kesenangan
zaman now yang saya rindukan, bisa berbincang hangat tanpa diganggu
gajet. Lalu, apakah anda tidak mau mendapatkan pijat plus-plus? Dipijat plus
dapat ilmu, plus belajar kesahajaan.
Alhamdulillah!!
Bagikan
Pijat Plus
4/
5
Oleh
Lukman Hakim