Mendaftar seleksi program
keluarga harapan (PKH) yang berada di bawah Kementerian Sosial pada saat itu
adalah paksaan dari Sela—calon
istri saya. Informasi tentang pendamping sosial ini sampai di telinga saya tiga
hari sebelum pendaftaran ditutup. Saya mendaftar secara online dibantu oleh Imam Solihin yang merupakan kawan saat mondok
(waktu saya menempuh pendidikan diploma), tanggal 17 Oktober 2017, tepat 1 hari
sebelum pendaftaran ditutup.
Saya sebenarnya tidak terlalu
berharap lulus karena sedari awal mendaftar pun sebenarnya kurang 'klik'. Tapi
saya mengikuti saja alur yang ada, saat
pengumuman seleksi administrasi saya dinyatakan lolos oleh panitia sehingga
saya harus menuju tahap berikutnya yaitu mengikuti seleksi kompetensi bidang.
Seleksi kompetensi bidang ini
dilaksanakan pada tanggal 12 November 2017 di SMK Negeri 2 Metro. Jadi para
pelamar yang lulus seleksi administrasi dari daerah Lampung Tengah, Lampung
Timur dan Metro, semua berkumpul di sekolah ini untuk melaksanakan tes tersebut.
Di hari minggu pagi itu, saya
berpakaian baju putih dan bercelana hitam. Hampir semua peserta mengenakan
pakaian yang sama, walaupun ada beberapa peserta yang menggunakan kemeja bukan
warna putih tapi mereka tetap saja bisa mengikuti tes kompetensi bidang ini.
Saya merasa kesal dengan berjubalnya
peserta yang akan ikut dalam tes tersebut. Menurut jadwal yang tertera di
pengumuman, pukul 07.00 WIB peserta sudah berada di dalam ruang tes dan sudah
mulai mengerjakan soal. Tapi apa daya, sampai pukul 08.00 WIB peserta yang mengikuti
tes di ruangan gedung serbaguna SMK N 2 Metro itu belum juga rampung masuk.
Panitia masih mengecek satu persatu peserta dengan melihat kartu tanda penduduk
dan syarat lain yang harus di bawa oleh peserta.
Otomatis pelaksanaan tes molor
dan saya harus rela menahan lapar. Untung saja panitia memberikan jajanan
pengganjal perut yang segera saya santap sambil mengobrol dengan kawan tes yang
ada di kiri saya, Muhammad Bisri Namanya dari Kecamatan Kalirejo.
Sebelum berangkat ke lokasi tes,
saya pun tak sempat sarapan karena pukul 06.30 WIB saya sudah ada di lokasi
tes, saya harus mengecek nomor tes serta lokasi tes.
Di lokasi tes saya bertemu
dengan kawan lama dari lintas organisasi sampai lintas umur. Ada dari Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ansor, Lembaga
Dakwah Kampus (LDK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Kelompok
Studi Ekonomi Islam (KSEI), dan berbagai organisasi lain.
Saya memandang selalu ada
permainan "kotor" dalam pelaksanaan penerimaan pegawai seperti ini.
Bisa saja suatu organisasi membawa kadernya untuk diloloskan di tes tertentu,
termasuk dalam tes PKH kali ini. Saya berfikir positif saja, tak ada nepotisme
yang dilakukan oleh peserta. Jika ada, mungkin dilakukan oleh segelintir oknum
yang tidak bertanggung.
Tanggal 1 Desember 2017 kemarin
adalah pengumuman akhir dari tes penerimaan pegawai PKH, baik operator,
koordinator wilayah, koordinator provinsi maupun pendamping sosial. Saya tidak
memantau laman kemsos.go.id atau keluargaharapan.com
secara terus menerus. Sampai tanggal 1 Desember 2017 berakhir, pengumuman hasil
tes tersebut belum juga keluar sehingga warganet yang ikut tes merasa gelisah (geli-geli
basah) dan menanyakan kepada
admin kapan pengumuman akan keluar.
Keesokan paginya tanggal 2
Desember 2017, yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Pengumuman sudah
diserukan, pagi itu saya masih berbaring di atas kasur karena merasa mengantuk
tapi tidak tidur.
Sekitar pukul 09.00 WIB saya cek
laman website Kementerian Sosial, dan mengunduh pengumuman hasil tes tersebut.
Nama saya keluar sebagai salah satu dari ribuan peserta yang lolos dalam tes
tersebut. Jelas saya merasa bahagia, tapi saya terlalu histeris mengekspresikan
rasa bahagia tersebut. Saya bersyukur dalam hati, ini pasti merupakan doa yang
dikabulkan Tuhan. Doa orang tua, doa kawan-kawan, dan pasti doa mereka yang
selalu mendoakan saya—yang
saya tahu maupun tidak saya ketahui.
Bergabungnya saya sebagai salah
satu pendamping sosial di Kecamatan Putra Rumbia tentu mendekatkan saya pada
keinginan untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di tanah kelahiran. Saya
akan memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka yang
membutuhkan, dengan masyarakat, dan tentu hobi saya yang suka berinteraksi
dengan masyarakat ini difasilitasi oleh pemerintah dengan bergabungnya saya
sebagai pendamping sosial—hobi
yang dibayar.
Pendamping sosial juga lebih
mendekatkan saya kepada calon pendamping hidup karena di tahun 2018 mendatang
bersamaan dengan masa kerja saya sebagai pendamping sosial, saya juga akan
memantapkan diri untuk melamar sang kekasih hati. Bukankah dibalik seorang
pendamping sosial yang tangguh selalu ada seorang pendamping hidup yang selalu
mendukung dan memberikan semangat?
Jadi, untuk anda para jomblo
yang sok-sokan menjadi pendamping
sosial di berbagai bidang, atau anda sebagai pendamping desa, jika kalian belum
memiliki pendamping hidup, meranalah diri kalian?
Jadi, mari kita sukseskan
pekerjaan sebagai pendamping sosial sekaligus sukseskan amanah
mencari/membina/merawat pendamping hidup. Hahaha.
Hidup jomblo!!!!!
Bagikan
Pendamping Sosial Jembatan Menuju Pendamping Hidup
4/
5
Oleh
Lukman Hakim