Pancasila adalah rumah bersama tempat tinggal semua kebaikan, semua keragaman dan identitas, suku, budaya dan agama.
Akhir-akhir ini kita
disuguhi banyaknya berita tentang konflik yang melanda negeri ini, mulai
dari konflik antar institusi negara seperti TNI-Polri karena persoalan
sepele, konflik intitusi politik seperti partai karena berebut
kekuasaan, hingga konflik antar warga sipil. Konflik yang secara terus
menerus berulang dan terjadi di hampir semua kelompok dan institusi
secara kuat menjadi penanda negeri ini sedang di posisi rawan konflik.
Ada apa dengan bangsa kita yang telah berusia 69 tahun ini? Kenapa
begitu mudah tersulut hanya karena masalah kecil, padahal konflik
memberi dampak kerugian yang tak sedikit. Pada umumnya, beberapa konflik
sosial yang melibatkan warga yang terjadi seperti di Sampit, Sambas,
Kalbar, dan sejumlah daerah termasuk Lampung pasca-reformasi bernuansa
primordial dan etnis, namun konflik antar lembaga negara seperti yang
sering terjadi di tubuh TNI-Polri atau internal partai politik menurut
Baladas Goshal (2004) bisa karena akibat demokratisasi, terlepas sisi
positif yang dibawanya.
Pada titik inilah, penulis merasa perlu untuk kembali membincang
konflik dan mendefiniskan ulang kebhinekaan kita yang hari ini seakan
telah terkoyak.Sikap saling menghargai perbedaan yang dulu pernah tumbuh
subur di nurani bangsa Indonesia sekarang sudah mulai memudar. Diganti
dengan keakuan (ego) yang lebih dominan menguasai sikap dan perilaku
masyarakat, klaim kebenaran dan kepatutan sebagai milik kelompok dan the other
(kelompok lain) sebagai tidak benar dan tidak patut sehingga harus
dinegasikan. Melupakan sejarah bahwa bangsa ini dibangun dari
konfigurasi pembentuk bangsa dan negara yang majemuk.
Pluralistas yang seharusnya menjadi kekuatan bersama untuk membangun
bangsa malah menjadi alat penghancur. Keragaman suku, agama, ras,
kepercayaan, alih-alih dimanfaatkan sebagai sumber kekuatan untuk
membangun, malah justru dimanfaatkan dan menjadi dalih untuk saling
menyerang satu dengan yang lain.
Di sinilah pentingnya untuk kembali bisa memaknai Pluralitas tidak
hanya terbatas pada pengertian perbedaan suku, agama, etnis atau lingkup
sempit lain, tetapi pluralitas harus dimaknai secara luas sesuai dengan
tuntutan zaman dan dinamika kehidupan yang ada, bahwa pluralitas
menuntut ikhtiar pengendalian ego, menghargai orang lain untuk tetap
eksis dan menjalankan apa yang dia yakini.
Pancasila Rumah Bersama
Pancasila diyakini oleh para pendiri bangsa ini sebagai common platform
keragaman identitas, suku, agama, ras dan kepercayaan.Pancasila telah
terbukti menjadi kekuatan bangsa dalam mengatasi berbagai tantangan dan
perlawanan, baik gerakan separatis seperti pergerakan Partai Komunis
Indonesia (PKI), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan
(RMS). Ataupun gerakan separatis-fundamentalis agama seperti Darul Islam
(DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) atau pergerakan G 30 S PKI yang
pernah bernafsu menguasai Indonesia.
Pancasila telah menjadi dasar dan ideologi bangsa Indonesia sebelum
Indonesia merdeka, ketika Indonesia menjadi negara serikat, hingga paska
kemerdekaan sekalipun. Pancasila tetap terjaga walaupun iklim selalu
berubah dan berupaya merubah pancasila itu sendiri. Kesadaran bahwa
pancasila adalah rumah bersama yang kemudian menjaga pancasila tetap langgeng
sampai hari ini. Pancasila adalah representasi dari kebhinekaan bangsa
Indonesia dan hasil penggalian terhadap khasanah kultur masyarakatnya.
Pancasila adalah sumber nilai norma moral dalam menjalani kehidupan
bersama, berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Menjadi penting untuk memaknai dan menyikapi kebhinekaan atau
keragaman identitas kita dengan menempatkannya dalam rumah bersama
Pancasila, di mana nilai-nilai kemanusian, persatuan, kekeluargaan dan
keadilan menjadi norma dan cita-cita bersama untuk mewujudkan Indonesia
sejahtera sebagai hunian semua kepentingan.
Karena itulah, jika kita ingin melanggengkan kehidupan yang beragam
dalam konteks Indonesia yang sedang dilanda banyak konflik, kita perlu
menurunkan nilai-nilai pada setiap sila dari Pancasila itu sebagai modal
sosial yang mengikat keragaman kita, bahwa kita adalah warga negara
yang berketuhanan, warga beragama yang pasti setiap agamanya menyerukan
kebaikan, sehingga harus selalu bersikap manusiawi, menjaga persatuan,
dan selalu mengutamakan dialog untuk pencapaian keadilan dan
kesejahteraan bersama.
Ada tiga hal menurut penulis yang bisa dikerjakan dalam keniscayaan keragaman di Indonesia. Pertama,
sikap toleran. Memberikan pemahaman kembali pada semua warga untuk
memberikan ruang yang sama, pada setiap kelompok etnis, budaya dan
agama, untuk sama-sama berkembang dengan sikap saling menghargai dan
menghormati.
Kedua, sikap inklusif. Bersikap
terbuka kepada semua kelompok untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama
rendah, bahwa masing-masing kelompok pasti memiliki nilai-nilai
kebenaran dan kebajikan, dan menyikapi keragaman sebagai sebuah
keniscayaan yang tidak dapat ditolak.
Ketiga, dialog. Membiasakan untuk selalu membangun
komunikasi yang efektif lewat forum-forum warga, sehingga perbedaan
sebesar apapun selalu bisa didialogkan dan diterima sebagai keniscayaan,
karena bukan untuk saling menegasikan tetapi justeru bisa saling
menguatkan. Keragaman harus dimaknai sebagai aset untuk saling membantu
dan bekerjasama.
Di situlah hemat penulis perspektif keragaman (pluralis) sebagai
basis bernegara dan berbangsa harus disemarakkan. Warga tidak lagi
digerakkan untuk saling memperkuat pandangannya atas adanya jurang
perbedaan yang sangat kuat antar berbagai suku, budaya dan agama,
dengan mencari-cari kelemahan dan kekurangan kelompok lain untuk
kemudian dijadikan sasaran tembak bahwa orang lain itu tidak benar,
baik, sempit dan tercela, dan menganggap bahwa kelompoknya paling
sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan, sehingga kelompok lain
yang berbeda itu harus diperangi dan dimusnahkan.
Keragaman agama, etnis, suku dan antara golongan adalah niscaya. Kita
tidak perlu memasuki wilayah-wilayah pribadi dari keragaman tersebut.
Pancasila harus kita maknai sebagai wilayah umum yang menjadi tempat
tinggal bersama keragaman, untuk membangun nilai-nilai kesamaan, yaitu
kebajikan bersama.
Pancasila adalah rumah bersama tempat tinggal semua kebaikan, semua
keragaman dan identitas, suku, budaya dan agama. Keragaman dalam rangka
membangun kesejahteraan bersama untuk Indonesia baru yang nyaman dan
aman. Kebersamaan yang dibangun dengan cara-cara yang beradab, tanpa
melibatkan model-model kekerasan baik fisik maupun verbal, yakni teror
mentalitas.
Penulis adalah Peneliti di Sai Wawai Institute Lampung
Bagikan
Mendefinisikan Ulang Kebhinekaan
4/
5
Oleh
Lukman Hakim