Thursday, June 1, 2017

Ayo, 20 Juta Pertama!


Ada yang berbeda dengan salat tarawih malam ini (1/6) di Masjid Nurul Iman Iringmulyo, Kecamatan Metro Timur. Malam ke-7 ramadan, jamaah di masjid ini kedatangan tamu istimewa dari Palestina. Beliau adalah Abu Anas, saya lupa nama aslinya, tapi demikianlah penerjemahnya memperkenalkan Syekh dari palestina tersebut.
Kedatangan syekh tadi ke Indonesia seperti halnya tahun-tahun sebelumnya yaitu untuk meminta doa, bantuan moril atau dukungan materil untuk rakyat Palestina. Beberapa tahun terakhir saya ikut dalam pengajian para syekh yang mengisi pengajian di masjid-masjid di Kota Metro. Isi pengajiannya tidak jauh dari topic Masjid al-Aqsa, bahwa Masjid al-Aqsa adalah kiblat pertama umat islam dan termasuk dalam tiga masjid yang memilki keistimewaan, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. 
Setiap tahun materi yang disampaikan sama, tentang Palestina dan Masjid al-Aqsa tetapi disampaikan oleh orang yang berbeda.
Yang menjadi catatan saya malam ini adalah bukan tentang syekh yang mengimami salat tarawih dan mengisi ceramah, bukan pula soal materi yang disampai tentang keadaan rakyat Palestina dan kondisi masjid Al-Aqsa. Tetapi tentang panitia yang menyelenggarakan acara tersebut yaitu Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP).
Jamaah hampir satu jam mendengarkan ceramah tentang keadaan rakyat palestina. Dari cermarah itu, Syekh Abu Anas hanya menyampaikan tidak lebih dari setengah jam. Kemudian yang memegang kendali acara itu adalah penerjemah dari KNRP, panitia ini mengajak para jamaah bersedekah untuk rakyat palestina. Yang membikin saya tergelitik adalah, kesan “paksaan”  bersedekah yang dilakukan oleh panitia tersebut.
“Siapa yang ingin berinfak 20 juta?”. Begitu pertanyaan ini di ulang berkali-kali oleh penerjemah dengan semangat berapi-api. Sampai pada akhirnya orang ini menyerah karena tak ada satupun jamaah yang mengangkat tangan untuk bersedekah dengan nominal itu.
Walaupun sebelumya telah diceritakan tentang anak yang duduk di sekolah menengah pertama berani berkomitmen bersedekah 50 juta untuk rakyat Palestina. Angka 20 juta mungkin dianggap tinggi oleh para jamaah. Terlebih dengan jalan paksaan seperti itu. 
Sebenarnya ada salah satu jamaah yang mengangkat tangan, tetapi karena tidak terlalu tinggi angkatan tangannya sehingga tidak terlihat oleh si penerjemah. Lalu tawaran berkomitmen−dalam bahasa penerjemah−20 juta berlalu. Si jamaah sebenarnya berada tepat di sebelah kiri saya, tepat di kanan penerjemah.
Selanjutnya, dengan nada yang sama, yang masih saja bergelora, penerjemah tadi menurunkan angka sedekahnya. Sekarang turun 50 persen dari tawaran pertama ke angka 10 juta. “Ayo yang mau bersedekah 10 juta angkat tangannya. 
Setelah diulang beberapa kali, tawaran komitmen 10 juta kepada jamaah, akhirnya ada seorang jamaah yang ada di depan yang mengangkat tangan. Disusul oleh seorang ibu yang ada di belakang. Kedua jamaah ini dipersilahkan ke depan untuk diberi cindramata berupa sal dan gambar masjid Aqsa yang dibingkai rapi.
“Silahkan yang mau mengisi formulir komitmen, ini bukan hutang dan tidak akan ditagih ketika mati. Saya sudah katakan hal ini kepada jamaah yang pernah bertanya”, ujarnya si penerjemah. 
“Silahkan isi, boleh 100 juta, 50 juta, 20 juta, 10 juta atau berapa nominal yang anda mau.  Dan membayarnya terserah, boleh dicicil, boleh cash”, lanjutnya tanpa memberi kesempatan jamaah untuk sekadar bertanya.
Ini adalah salah satu pernyataan yang menggelitik nalar saya. Jamaah diminta mengisi u formulir komitmen yang disediakan panitia dengan nilai berapa pun, dan dapat membayar kapanpun. Dan dikatakan ini tidak termasuk dalam hutang, janji atau nazar.  
Menurut saya ketika sesorang sudah berucap sesuatu, terlebih menuliskannya dalam pernyataan, itu sudah termasuk dalam kategori janji. Dan bahwasanya kewajiban yang memilki janji adalah memenuhinya. Terlebih janji ini berkenaan dengan pemberian materi/sejumlah uang maka janji itu wajib ditunaikan. Menjadi kewajiban ahli waris jika sampai pada waktu yang ditentukan di pemilik janji sudah meninggal dan belum bisa memenuhinya.
Bukankah panitia KNRP bisa melakukan penghimpunan dana yang lebih elegan. Tetap dengan sosialisasi tapi terkesan tidak memaksa seperti yang dilakukan malam ini.  Memberikan nomor handphone KNRP agar para jamaah bisa bertanya soal Palestina dan terkait penghimpunan dana dari KNRP. Memberikan nomor rekening bank kepada para jamaah agar ketika ada yang berniat bersedekah langsung bisa di transfer via bank. 
Saya melihat salah satu jamaah yang bersedekah 10 juta rupiah terlihat enggan ketika di suruh berdiri untuk diberikan kenang-kenangan. Saya mengira bahwa bapak ini tidak ingin terlihat pamer, maka saya tidak setuju dengan penghimpunan sedekah dengan model “tembak langsung” yang dilakukan oleh KNRP.
Tapi dibalik ketidaksetujuan saya itu, ada hal yang saya setuju yaitu soal bacaan surat setelah al-fatihah oleh Syekh Abu Anas. Apa itu? Blio tidak terlalu panjang dalam membaca surat-surat al-Qur’an. Blio tau bahwa tidak semua jamaah adalah orang yang suka dengan bacaan panjang, tidak semua jamaah adalah anak-anak muda yang kuat berdiri berlama-lama.
Itu, menurut saya sangat pengertian, dan sangat keren. Wallahu a’lam.
Lukman Hakim
Pegiat Waroeng Batja
Metro, 1 Juni 2017 pukul 22:40 WIB

Artikel ini bisa di cek juga di waroeng batja

Bagikan

Jangan lewatkan

Ayo, 20 Juta Pertama!
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.