Etika Berlalu Lintas
Lukman Hakim
Pegiat Jurai Siwo Corner STAIN Jurai Siwo Metro
Pegiat Sai Wawai Institute Lampung
Kemacetan di Jalan Raya Akibat pohon yang Ambruk |
Polemik transportasi masih menjadi penanda buruknya penataan sistem transportasi
di negeri ini. Hal ini ditandai dengan unjuk rasa yang dilakukan oleh pengemudi
(baca: supir) kendaraan
konvensional yaitu anggota Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) yang yang memprotes agar menghentikan
beroperasinya transportasi berbasis daring, yakni Grab Car dan Uber
pada (22/3) lalu.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta memberikan tenggang waktu sampai 31 Mei 2016
agar Grab Car dan Uber melengkapi persyaratan menjadi
kendaraan umum. Jika tidak dipenuhi maka pemerintah akan menindak semua Grab
Car dan Uber termasuk semua transporstasi yang tidak
memiliki izin sebaigamana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Apa yang menjadi tuntutan pengemudi kendaraan konvensional tidak sepenuhnya
salah, tetapi unjuk rasa yang dilakukan dengan tindak anarkis tidak dibenarkan
di mata hukum. Unjuk rasa merupakan salah satu bentuk tuntutan yang diperbolehkan
oleh Negara, tapi dengan catatan tidak menganggu ketertiban umum, apalagi sampai
merusak, membakar dan menghancurkan segala yang ada di sekitar tempat berdemo.
Itu harus dipahami sebagai tindakan yang tidak patut dilakukan oleh pengunjuk
rasa. Unjuk rasa seharusnya dilakukan secara tertib, aman, dan segala aspirasi
pengunjuk rasa bisa sampai kepada pemegang kebijakan.
Munculnya transportasi berbasis aplikasi online sebenarnya merupakan ciri
bahwa masyarakat di Indonesia sudah bisa menerima kehadiran teknologi secara
baik. Artinya manfaat teknologi bisa dirasakan dengan menggunakan kendaraan
umum yang murah, efisien dan efektif. Tak perlu mengeluarkan biaya tinggi
karena tagihan argometer membengkak. Dengan kendaraan berbasis aplikasi online
biaya ditentukan oleh berapa jauh jarak yang akan ditempuh. Biaya berbanding
lurus dengan jarak yang ditempuh, maka konsumen merasa diuntungkan karena lewat
aplikasi pengemudi dan supir bisa mengetahui jalur mana yang akan ditempuh dan
berapa biaya yang harus dikeluarkan.
Perkembangan teknologi yang tidak bisa dibendung harus disikapi dengan
berbagai langkah inovatif dari pengelola penyedia layanan transportasi.
Atmosfer persaingan yang sehat harus diciptakan sehingga akan ada
inovasi-inovasi yang muncul sebagai respon dari kompetisi tersebut. Sebenarnya
fenomena penggunaan aplikasi online tidak hanya pada angkutan umum saja.
Misalnya sudah diimplementasikan pula pada penyedia layanan hotel, jual beli
online, dan penyedia tiket pesawat melalui aplikasi online.
Terlepas dari kendaraan konvensional atau kendaraan berbasis aplikasi
online, yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana penyedia layanan kendaraan
memenuhi aturan sehingga keamanan dan kenyamanan konsumen pengguna jasa
transportasi bisa terpenuhi. Patuh terhadap peraturan merupakan sikap dewasa para
pengguna jalan raya demi menjaga ketertiban umum berlalu lintas.
Perhatian pemerintah terhadap etika berlalu lintas perlu terus
diperketat agar tercipta arus lalu lintas yang minim hambatan dan menekan angka
kecelakaan. Memakai helm, menaati rambu-rambu lalu lintas, membawa surat
kendaraan dan SIM, merupakan syarat multak yang harus dipenuhi oleh pemakai
jalan raya. Bukankah tingkat peradaban suatu bangsa bisa dilihat dari bagaimana
etika berlalu lintas, taat dalam berlalu lintas merupakan gambaran secara umum
bagaimana keadaan masyarakat di suatu Negara yang taat terhadap hukum yang
berlaku.
Jalan raya menjadi gambaran bagaimana egoisme massal terjadi secara
besar-besaran. Budaya ugal-ugalan di
jalanan, tidak sedikit membuat meregangnya nyawa pengendara dan memberi dampak
negatif kepada pengguna jalan raya lain. Ingin menjadi yang terdepan saat
berkendara, kebut-kebutan, dan tidak displin terhadap rambu-rambu lalu lintas, adalah
contoh nyata bagaimana egoisme di jalan raya menjadi budaya yang sulit
dihilangkan.
Menurut data Korp Lalu Lintas Mabes Polri hingga September 2015 jumlah
kasus kecelakaan lalu lintas mencapai 23.000 kasus. Dari 23 ribu kasus yang
terjadi, tercatat 23 ribu korban meninggal dunia yang harus meregang nyawa di
atas apal. Banyaknya angka kecelakaan ini selain diakibatkan human error dan
sifat tak disiplin pengendara di jalanan, juga dipengaruhi mindset masyarakat
terkait kendaraan.
Penulis yakin bahwa kecelakaan akan meningkat menjelang hari-hari besar
ketika masyarakat mudik ke kampung halaman, seperti menjelang Idul fitri dan
Idul Adha. Oleh sebab itu, memperhatikan keselamatan diri sendiri dan orang
lain merupakan kewajiban bersama para pengguna jalan raya, tak terkecuali untuk
penyedia layanan transportasi konvensional atau pun yang berbasis aplikasi online.
Oleh sebab itu, permasalahan layanan transportasi konvensional atau
transportasi dengan basis aplikasi online harus disikapi secara dewasa. Selama
kendaraan yang digunakan telah memenuhi aturan sebagai kendaraan umum maka tidak ada yang harus dipermasalahkan lagi.
Selanjutnya, pengguna kendaraan umum yang akan memilih sendiri manakah
kendaraan yang lebih menguntungkan. Penyedia layanan transportasi harus
memberikan layanan terbaik agar para konsumen merasa puas dan tidak beralih ke
angkutan yang lain. Tabik!