Tuesday, November 10, 2015

BMT, Syariahkah?


Lukman Hakim
Mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Jurai Siwo Metro


Kehadiran lembaga keuangan mikro baitul maal wat tamwil yang diharapkan bisa menjadi alternatif pembiayaan yang terbebas dari transaksi yang dilarang ternyata jauh panggang dari api. Kemunculan baitul maal wat tamwil tidak lagi berorientasi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat kelas bawah sebagai upaya peningkatan perekonomian keluarga kelas bawah, sebaliknya orientasi bisnis untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya lebih menjadi titik berat para praktisi baitul maal wat tamwil.
Sebagai contoh kasus misalnya, beberapa baitul maal wat tamwil (BMT) di Kecamatan Putra Rumbia Kabupaten Lampung Tengah beroperasi dengan menawarkan margin setara 3-4% (pengakuan salah satu praktisi BMT di Kecamatan tersebut). Besaran margin demikian, penulis fikir bukan alternatif solusi pembiyaan lebih murah tapi akan membuat anggota BMT mendapat beban lebih berat dari sebelumnya. Lebih ekstrim lagi, jika pembiayaan demikian dikatakan tidak ada bedanya dengan “bank plecit”, hanya bedanya baitul maal wat tamwil berganti baju dengan label syariah.
Sebelumnya penulis mengamati beberapa BMT yang mempunyai dana sendiri (berafiliasi dengan yayasan) berani menawarkan tingkat margin lebih rendah di bandingkan dengan BMT yang menghimpun dana masyarakat atau meminjam dari bank syariah. Dalam praktik yang lain, walaupun baitul maal wat tamwil memiliki pasokan dana yang cukup tetapi penawaran pembiayaan dengan kategori margin tinggi masih saja diterapkan. Ini yang kemudian membuat masyarakat menganggap sama semua praktik pembiayaan BMT.
Akad pembiayaan yang digulirkan BMT kepada masyarakat kebanyakan adalah murabahah (jual beli) dan pembiayaan dengan akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) jarang sekali ditemukan dalam praktik. Alasannya cukup beragam, akad bagi hasil dianggap lebih sulit dalam pembagian keuntungan dan perhitungan dibanding dengan akad jual beli.
Walaupun akad murabahah sebagai akad yang sering digunakan dalam pembiayaan, tetapi dalam praktik terdapat bebarapa praktik yang di anggap tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Misal, dalam pembiayaan murabahah biasanya digunakan tambahan akad hawalah (perwakilan) dalam pembelian barang. Anggota biasanya diberi wewenang untuk membelanjakan uang yang diperoleh dari BMT sesuai dengan bunyi akad yang telah tertulis. Kemudian anggota menyerahkan bukti pembelian barang kepada pihak BMT.  Tetapi dalam praktik dilapangan ditemukan bahwa anggota BMT tidak membelikan barang sesuai yang tertuang di akad tapi untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Artinya terjadi moral hazard dari anggota BMT karena tidak menggunakan akad hawalah yang telah diberikan oleh pihak BMT sesuai dengan akad yang diberikan.
Pengembangan BMT secara umum harus terus diupayakan oleh semua eleman yang bergiat di BMT lewat bergabung dengan asosiasi yang memiliki concern pada BMT Seperti Perhimpunan BMT, Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) BMT, Induk Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Tanwil Muhammadiyah dan asosiasi lain. Dengan demikian, pengembangan produk, jasa dan upaya untuk kemajuan BMT bisa terus diupayakan bersama.
Sebagai kabar gembira untuk praktisi BMT bahwasanya BMT di tahun 2015 secara nasional telah mencapai aset sebesar Rp 4,7 triliun dan jumlah pembiayaan sebesar Rp 3,6 triliun (republica.co.id). Ini seharusnya menjadi penyemangat bagi praktisi BMT bahwa kehadiran BMT diperhitungkan dalam perkembangan ekonomi nasional, utamanya sebagai penggerak sektor riil sebagai salah satu pilar perekonomian.
Oleh karena itu, kerjasama stakeholders untuk terus mengawal pengembangan BMT harus dilakukan secara konsisten agar stereotipe nama “syariah” dapat dipertanggungjawabkan dalam teori maupun praktik sehingga kepercayaan masyarakat terhadap baitul maal wat tamwil akan meningkat. Semoga BMT sebagai lembaga keuangan mikro benar-benar bisa syariah sesuai dengan namanya. Semoga.

Tulisan ini merupakan hasil berdiskusi dengan beberapa praktisi BMT yang ada di Kecamatan Putra Rumbia Kabupaten Lampung Tengah

Bagikan

Jangan lewatkan

BMT, Syariahkah?
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.