Lukman Hakim
Kontributor berita pojoksamber.com
Muhdi Sedang Melihat Kandang Kambing |
Wedusan adalah sebutan yang melekat pada kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Sebutan ini berasal dari kebiasaan masyarakat Hadimulyo Timur yang memelihara dan melakukan aktifitas jual-beli kambing. Kambing dalam bahasa jawa disebut wedus. Sebutan Metro wedusan sudah muncul sejak tahun 1960an.
Menurut penuturan Muhdi, warga yang tinggal di Kelurahan
Hadimulyo Timur sejak 1967, orang yang mula-mula tinggal di Kelurahan Hadimulyo memiliki kebiasaan memelihara
kambing. Kebiasaan memilihara kambing telah masyarakat lakukan sebelum masuk ke
Lampung, setelah mengikuti program transmigrasi dari pemerintah dan pindah ke Lampung, kebiasaan
masyarakat dalam memelihara
kambing tidak surut, malah lestari dan berkembang secara turun-temurun.
Muhdi juga mengatakan bahwa sebutan wedusan merupakan nama yang disematkan oleh tokoh agama, Kyai
Mahfud Sidik. Kyai yang bekerja di kantor penerangan agama ini mengatakan bahwa
masyarakat Hadimulyo pada saat itu, melangsungkan pernikahan dengan tetangga
yang masih memiliki hubungan persaudaraan yang dekat. Dalam satu keluaarga, kakak menikah dengan kakak, adik menikah
dengan adik. Padahal pernikahan yang
memilki hubungan kekerabatan dekat akan berpotensi menyebabkan keturunan hasil pernikahan
memiliki daya kecerdasan rendah.
“Ibaratnya, saat kambing sampai pada musim kawin, maka
kambing tidak memandang apakah kambing yang dikawini itu anaknya, saudaranya
atau masih berkerabat dekat. Yang penting bisa kawin, itu yang ada dibenak
kambing. Maka kambing bebas kawin dengan
siapa saja”, Muhdi menjelaskan. Demikian sebutan Metro wedusan menurut
Kyai Mahfud Sidik.
Orang yang telah bergelut dalam jual beli kambing di Kelurahan
Hadimulyo−dulu sebelum pecah menjadi Kelurahan Hadimulyo Timur dan Hadimulyo Barat,
Hadimulyo adalah nama kelurahan di Kecamatan Metro Raya yaitu sebelum Metro
menjadi kota administratif pada tahun 1986− yaitu Umar dan Asnawi. Mereka telah
memulai aktifitas jual beli kambing sekitar tahun 1960an. Selain memelihara
kambing, aktifitas jual beli kambing merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat Hadimulyo pada waktu itu.
Kambing-kambing yang ditampung sementara
oleh Umar dan Asnawi dibeli dari pedagang atau petani yang
berada di sekitaran Bangun Rejo, Kali Rejo, Kota Gajah, Punggur, Bandar Jaya
dan beberapa daerah di seputaran Metro. Sebelum dijual ke luar kota seperti Jakarta,
Jambi, Palembang, atau Batam, kambing-kambing ditampung di kandang dalam kurun
beberapa hari. Kambing-kambing ini mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang ketat
dari dinas kesehatan untuk memastikan kambing dalam kondisi layak konsumsi.
Awal perkembangan jual beli kambing di Kelurahan
Hadimulyo, setiap blantik kambing
hanya dapat mengisi satu kandang dengan 2-3 kotak yang setiap kotaknya berisi satu
atau dua ekor kambing. Artinya ada sekitar 2-6 ekor kambing yang ada di kandang
penampungan.
Untuk saat ini, dalam satu kandang, penampung bisa memelihara lebih dari 20
ekor kambing.
Setelah generasi
Umar dan Asnawi, aktifitas bisnis
kambing dilanjutkan oleh Syahri, Wiyoto, Winoto, Joni, Doni, Haji Wahab, Badrun,
Kaulan dan orang-orang yang ada di Kelurahan Hadimulyo Timur. Bisa dikatakan
mereka adalah generasi kedua setelah Umar dan Asnawi.
Salah satu keluarga yang secara turun-temurun menggeluti
usaha jual beli kambing adalah Asnawi, Badrun dan Iwan. Mereka adalah tiga
generasi dalam satu garis keturunan yang berjibaku dalam bisnis jual beli kambing.
Diawali oleh Asnawi yang memulai bisnis wedus
sejak tahun 1960an, kemudian dilanjutkan oleh anaknya Badrun. Sekarang Badrun
dibantu oleh Iwan dalam pemeliharaan dan perawatan kambing-kambing yang ditampung
sementara dikandangnya.
Menurut penuturan Iwan, sekali pengiriman kambing ke luar
daerah, biasanya tidak kurang dari 50 kambing yang diangkut kendaraan. Permintaan
kambing akan meningkat menjelang hari raya Idul Adha, pasca Idul Adha sampai
tenggat waktu satu bulan, biasanya permintaan daging atau kambing hidup akan
menurun karena masyarakat masih menikmati daging-daging kurban Idul Adha. Setelah itu, harga daging
dan kambing hidup akan normal kembali.
Jenis kambing yang diperjual belikan oleh penampung
diantaranya jenis prambon, koploh,
kambing kacang, etawa dan beberapa jenis lain. Tetapi karena pemasaran kambing
etawa−kambing penghasil susu− kurang bagus, penampung memutuskan hanya menjual
belikan jenis kambing pedaging seperti prambon, koploh, dan jenis kacang.
Selain jual beli kambing, Iwan juga mengolah kulit-kulit
kambing menjadi kikil. Kikil didatangkan dari pulau Jawa. Dalam satu bulan biasanya Iwan dapat mengolah kikil
sebanyak 2-3 kuintal kikil basah. Kikil-kikil dipasarkan di sekitaran Metro,
Batanghari, ada pula permintaan dari konsumen Seputih Raman.
Sebutan wedusan membuat
warga Kelurahan Hadimulyo Timur kreatif dalam memanfaatkan kambing-kambing yang
ada. Dijual belikan, dibuat kikil kulitnya, dan kotorannya dimanfaatkan
sebagai pupuk alami yang menyuburkan tanah.
Saat ini, pasar kambing yang ada di Metro
hanya di pasar 24 Tejo Agung. Dulu pernah ada pasar kambing di
sekitaran pasar pagi Cendrawasih. Tapi karena penyempitan lahan, pembangunan toko di sana sini, akhirnya mau tidak mau pasar kambing di
pasar Cendrawasih harus tutup.
Bagikan
Metro Wedusan
4/
5
Oleh
Lukman Hakim