Thursday, September 29, 2016

Metro Wedusan


Lukman Hakim
Kontributor berita pojoksamber.com
Muhdi Sedang Melihat Kandang Kambing

Wedusan adalah sebutan yang melekat pada kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Sebutan ini berasal dari kebiasaan masyarakat Hadimulyo Timur yang memelihara dan melakukan aktifitas jual-beli kambing. Kambing dalam bahasa jawa disebut wedus. Sebutan Metro wedusan sudah muncul sejak tahun 1960an.
Menurut penuturan Muhdi, warga yang tinggal di Kelurahan Hadimulyo Timur sejak 1967, orang yang mula-mula tinggal di Kelurahan Hadimulyo memiliki kebiasaan memelihara kambing. Kebiasaan memilihara kambing telah masyarakat lakukan sebelum masuk ke Lampung, setelah mengikuti program transmigrasi dari pemerintah dan pindah ke Lampung, kebiasaan masyarakat dalam memelihara kambing tidak surut, malah lestari dan berkembang secara turun-temurun.
Muhdi juga mengatakan bahwa sebutan wedusan merupakan nama yang disematkan oleh tokoh agama, Kyai Mahfud Sidik. Kyai yang bekerja di kantor penerangan agama ini mengatakan bahwa masyarakat Hadimulyo pada saat itu, melangsungkan pernikahan dengan tetangga yang masih memiliki hubungan persaudaraan yang dekat. Dalam satu keluaarga, kakak menikah dengan kakak, adik menikah dengan adik.  Padahal pernikahan yang memilki hubungan kekerabatan dekat akan berpotensi menyebabkan keturunan hasil pernikahan memiliki daya kecerdasan rendah.
“Ibaratnya, saat kambing sampai pada musim kawin, maka kambing tidak memandang apakah kambing yang dikawini itu anaknya, saudaranya atau masih berkerabat dekat. Yang penting bisa kawin, itu yang ada dibenak kambing. Maka  kambing bebas kawin dengan siapa saja”, Muhdi menjelaskan. Demikian sebutan Metro wedusan menurut Kyai Mahfud Sidik.
Orang yang telah bergelut dalam jual beli kambing di Kelurahan Hadimulyo−dulu sebelum pecah menjadi Kelurahan Hadimulyo Timur dan Hadimulyo Barat, Hadimulyo adalah nama kelurahan di Kecamatan Metro Raya yaitu sebelum Metro menjadi kota administratif pada tahun 1986− yaitu Umar dan Asnawi. Mereka telah memulai aktifitas jual beli kambing sekitar tahun 1960an. Selain memelihara kambing, aktifitas jual beli kambing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Hadimulyo pada waktu itu.
Kambing-kambing yang ditampung sementara oleh Umar dan Asnawi dibeli dari pedagang atau petani yang berada di sekitaran Bangun Rejo, Kali Rejo, Kota Gajah, Punggur, Bandar Jaya dan beberapa daerah di seputaran Metro. Sebelum dijual ke luar kota seperti Jakarta, Jambi, Palembang, atau Batam, kambing-kambing ditampung di kandang dalam kurun beberapa hari. Kambing-kambing ini mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang ketat dari dinas kesehatan untuk memastikan kambing dalam kondisi layak konsumsi.
Awal perkembangan jual beli kambing di Kelurahan Hadimulyo, setiap blantik kambing hanya dapat mengisi satu kandang dengan  2-3 kotak yang setiap kotaknya berisi satu atau dua ekor kambing. Artinya ada sekitar 2-6 ekor kambing yang ada di kandang penampungan. Untuk saat ini, dalam satu kandang, penampung bisa memelihara lebih dari 20 ekor kambing.
Setelah generasi  Umar dan Asnawi,  aktifitas bisnis kambing dilanjutkan oleh Syahri, Wiyoto, Winoto, Joni, Doni, Haji Wahab, Badrun, Kaulan dan orang-orang yang ada di Kelurahan Hadimulyo Timur. Bisa dikatakan mereka adalah generasi kedua setelah Umar dan Asnawi.
Salah satu keluarga yang secara turun-temurun menggeluti usaha jual beli kambing adalah Asnawi, Badrun dan Iwan. Mereka adalah tiga generasi dalam satu garis keturunan yang berjibaku dalam bisnis jual beli kambing. Diawali oleh Asnawi yang memulai bisnis wedus sejak tahun 1960an, kemudian dilanjutkan oleh anaknya Badrun. Sekarang Badrun dibantu oleh Iwan dalam pemeliharaan dan perawatan kambing-kambing yang ditampung sementara dikandangnya.    
Menurut penuturan Iwan, sekali pengiriman kambing ke luar daerah, biasanya tidak kurang dari 50 kambing yang diangkut kendaraan. Permintaan kambing akan meningkat menjelang hari raya Idul Adha, pasca Idul Adha sampai tenggat waktu satu bulan, biasanya permintaan daging atau kambing hidup akan menurun karena masyarakat masih menikmati daging-daging  kurban Idul Adha. Setelah itu, harga daging dan kambing hidup akan normal kembali.
Jenis kambing yang diperjual belikan oleh penampung diantaranya jenis prambon, koploh, kambing kacang, etawa dan beberapa jenis lain. Tetapi karena pemasaran kambing etawa−kambing penghasil susu− kurang bagus, penampung memutuskan hanya menjual belikan jenis kambing pedaging seperti prambon, koploh, dan jenis kacang.
Selain jual beli kambing, Iwan juga mengolah kulit-kulit kambing menjadi kikil. Kikil didatangkan dari pulau Jawa. Dalam satu bulan biasanya Iwan dapat mengolah kikil sebanyak 2-3 kuintal kikil basah. Kikil-kikil dipasarkan di sekitaran Metro, Batanghari, ada pula permintaan dari konsumen Seputih Raman.
Sebutan wedusan membuat warga Kelurahan Hadimulyo Timur kreatif dalam memanfaatkan kambing-kambing yang ada. Dijual belikan, dibuat kikil kulitnya, dan kotorannya dimanfaatkan sebagai pupuk alami yang menyuburkan tanah.
Saat ini, pasar kambing yang ada di Metro hanya di pasar 24 Tejo Agung. Dulu pernah ada pasar kambing di sekitaran pasar pagi Cendrawasih. Tapi karena penyempitan lahan, pembangunan toko di sana sini, akhirnya mau tidak mau pasar kambing di pasar Cendrawasih harus tutup.


Bagikan

Jangan lewatkan

Metro Wedusan
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.