Suasana Kurban di Dusun Tulung Aman Desa Negeri Tua Kec. Marga Tiga |
Keceriaan tampil di wajah masyarakat Dusun Tulung Aman, tidak lain karena
hari besar umat Islam−Idul Adha− tahun ini bisa berjalan serempak seluruh
Indonesia. Selain itu, rasa senang muncul karena pada momen idul adha semua
masyarakat bisa berkumpul melaksanakan shalat eid berjamaah. Kesempatan dimana masyarakat di suatu dusun bisa
berkumpul, saling bertatap muka dan berjabat tangan.
Musim Idul Adha tahun ini, jumlah hewan kurban di Dusun 5 Desa Negeri Tua
cukup banyak, 9 ekor kambing. Jumlahnya meningkat jika dibanding dengan tahun-tahun
sebelumnya yaitu 8 ekor kambing, 7 ekor kambing, jika dihitung mundur secara
berurutan dari tahun lalu.
Siang setelah daging selesai dibagikan (12/9/16), penulis diminta untuk
makan di rumah salah satu warga yang menjadi panitia kurban. Di kediaman pak Sukamat, penulis terlibat
dalam obrolan tiga generasi soal tetek
bengek kurban. Dari soal peserta kurban yang jumlahnya fluktuatif−kadang ada dan kadang tidak ada,
atau soal pembagian daging kurban yang kadang menimbulkan masalah di sana-
sini.
Penulis sebut obrolan tiga generasi karena pada waktu itu orang-orang yang terlibat
dalam perbincangan adalah kakek, anak dan cucu. Mbah Suwarno adalah orang tua
dari pak Sukamat, sedangkan pak Sukamat adalah orang tua dari mas Eko. Artinya,
penulis berbincang dengan mereka yang sangat dekat dengan keseharian di Dusun
Tulung Aman. Mbah Suwarno adalah sesepuh setempat dan termasuk orang pertama
yang ikut membuka Dusun Tulung Aman. Sedangkan
pak Sukamat adalah orang yang sejak masa kecil lahir, remaja dan setelah
menikah pun memutuskan untuk tinggal di Tulung Aman. Mas Eko pun sama, pasca
menikah akhirnya memutuskan untuk menjadi warga Tulung Aman−sekarang sebagai sekretaris
Desa Negeri Tua.
“Setiap orang memiliki gagasan yang berbeda soal bagimana teknis pembagian
daging kurban”, mbah Warno membuka pembicaraan. Jangan sampai permasalahan
kecil akan membawa dampak besar yang berlangsung lama. Istilahnya, jangan karena
tidak kebagian satu kilo daging tapi menjadi omongan sampai beberapa lama.
Panitia kurban harus paham untuk siapa saja daging harus dibagikan, “Bukankah
daging kurban untuk mereka yang membutuhkan dan untuk warga di sekeliling
masjid tempat dilaksanakan kurban, seperti zakat yang diperuntukkan bagi mereka
yang sedang membutuhkan”, jelas mbah Warno. Tapi kebanyakan warga tidak
memahami hal demikian, semua harus dibagi rata, padahal mereka yang lebih
membutuhkan yang harus didahulukan dan mendapatkan jatah yang lebih banyak.
Dalam membagi-bagi daging kurban, panitia harus paham jumlah orang-orang
yang berhak menerimanya. Panitia harus berjaga-jaga agar jumlah daging yang
dibagikan tidak kurang, oleh karenanya saat penghitungan jumlah penerima,
jumlah daging harus dilebihkan dari data penerima yang ada. “Jika ada 100 orang
penerima kurban maka panitia harus menyiapkan 110 bagian untuk berjaga-jaga
agar tidak terjadi warga yang tidak kebagian”, jelas pak Sukamat. Artinya harus
ada persiapan jika ada warga lain yang datang, walaupun tidak meminta, pasti
panitia menyediakan untuk mereka walaupun hanya setengah bagian dari yang wajib
menerima jatah.
“Tetapi untuk tahun ini, panitia
tidak menyediakan jatah untuk mereka yang main ke sini”, sahut mas Eko. Daging
kurban dibagikan untuk warga sekitar saja. Untuk masyarakat di Dusun 5, dan
beberapa penerima yang berasal dari dusun 4 Tulung Aman.
Yang terpenting bukanlah seberapa banyak jumlah daging yang diperoleh, tetapi
upaya merawat
sikap gotong royong antar warga masyarakat, menjaga hubungan harmonis dengan guyonan dan sarat dengan pesan untuk
membangun hubungan sosial masyarakat!
Bagikan
Serba Serbi Kurban
4/
5
Oleh
Lukman Hakim