Thursday, November 23, 2017

Bolidi dan Cerita Hape

Suatu sore di warung kopi Mbok Yah, Bolidi berbincang bersama Lek Tekat dan Wagino. Bolidi yang malam itu sedikit meriang memilih kopi pahit sebagai minuman yang di seruput bersama bakwan dan pisang goreng.
"Lek, sampean mau minum apa?" tanya Bolidi kepada Lek Tekat yang baru pertama kali singgah di warung Mbok Yah.
"Kopi Robusta Liwa ya. Jadi kopi dan gula harus pas takarannya biar menghasilkan rasa yang sedap," timpal Lek Tekat.
"Woalah lek-lek, di sini ya nggak ada kopi Robusta Liwa Lampung Barat to. Apalagi kopi arabikanya, ya jelas kosong blong lah. Wes sampean minum kopi lokal saja. Yang ada yang di minum yo lek. Soal rasa jangan di tanya, nggak kalah enak, lek. Wong sama-sama kopi lokalnya to?."
"Woo bocah ini, la sampean tadi kan nawari mau kopi apa, aku ya nawar Kopi Robusta Liwa to, Bol."
"Maaf lek. Kan biar ada basa-basinya lo, lek," jawab Bolidi dengan sedikit slengekan.
"He Wagino! Sampean mau pesen apa?" tanya Bolidi kepada Wagino.
Wagino tak menggubris panggilan Bolidi. Rupa-rupanya Wagino sedang asyik bermain hape android barunya.
"Beginilah kalau orang baru punya hape, lupa dengan orang di sekitarnya. Nggak ngobrol malah asyik sama hapenya sendiri," gerutu Bolidi.
"Heh, Wagino! Sampean mau minum apa?" panggil Bolidi sekali lagi.
Karena tidak mendengar panggilannya, akhirnya Bolidi menghampiri tempat duduk Wagino yang ada di seberang Bolidi. Mereka sebenarnya masih satu meja, Bolidi di sebalah utara sedangkan Wagino berada di selatan. Meja  persegi panjang berukuran 4x1 meter itu terlihat lusuh, berwarna hitam karena daki pelanggan yang sering menempel di sana. Tiap hari daki itu terus bertambah karena pelanggan di warung Mbok Yah tak pernah sepi.
Bolidi terus menggerutu karena merasa jengkel. “Wasu tenan Wagino ini, aku kok malah dikerjain begini,” gumamnya dalam hati.
"Plak!
Sampean mau minum apa?" tanya Bolidi sambil menepuk pundak kiri Wagino.
“Dari tadi aku manggil-manggil sampean, malah sampean ini asyik sendiri main hape.”
Sembari nyengir dan menoleh ke arah Bolidi, Wagino masih memegang hapenya. “Amit Mas Bol, aku lagi njajal hape baru. Aku minum teh aja Mas Bol.”
Bolidi tak menjawab permintaan maaf Wagino. Bolidi pun bergegas menuju dapur untuk menemui Mbok Yah.
“Mbok, pesen teh satu, kopi satu dan kopi pahit satu.”
“Pesen soto nggak, Bol?”
“Nggak mbok”
“Pecele pesen nggak?”
Mboten juga mbok. Cukup ngopi sama makan gorengan aja mbok”
“Yasudah di tunggu dulu. Mbok buatkan dulu teh sama kopinya”
Bolidi bergegas mendekat menuju Lek Tekat sambil mengangkat banggu panjang yang memiliki panjang sama dengan meja tetapi memilki lebar 20 sentimeter. Bangku itu mempunyai tinggi sekitar 40 sentimeter dari tanah, lusuhnya sama dengan meja di warung Mbok Yah.  
“Dengar-dengar sampean sekarang kerja di pemerintahan, lek. Di bagian apa sampean kerjanya?” ujar Bolidi membuka obrolan.
“Kerja di pemerintahan apa. Aku ya tetap jadi pengangguran gini to Bol,” jawab Lek Tekat setelah menghisap rokok berukuran jumbo dan menghembuskan asapnya membumbung ke udara. 
“Sampean selalu ngaku pengangguran, lek. Tapi kerjaannya dolan terus,” timpal Bolidi tanpa menengok Lek Tekat. Mulut Bolidi saat itu penuh dengan bakwan.
“Lah wong dolan itu sudah jadi tuntutan profesi, Bol. Profesi seorang pengangguran,” jawab Lek Tekat dibarengi dengan tawa lepas.
“Wasu sampean, lek. Aku ini tanya beneran lek, malah sampean guyon. Kalau ada kerjaan yang bisa dibagi dan bisa aku kerjakan mbok ya bagi-bagi.”
“Yasudah kalau kamu maksa minta kerjaan, Bol. Nanti malam kamu temeni aku main kartu, main leng. Sudah lama aku nggak main leng. Lumayan, yang kalah nanti mijit yang menang. Aku ini kan belum pernah terkalahkan selama main leng. Aku raja leng, Bol,” kelakar Lek Tekat sambil menghembuskan lagi rokok lintingan yang besarnya sejempol tangan orang dewasa.
“Bmelgedes!! Yasudah nanti kita buktikan lek, siapa yang bakal dipijat dan siapa yang bakal mijit. Aku padahal minta kerjaan, lah malah diajak main kartu. Wasu tenan sampean, lek.
Tak lama kopi pesanan mereka datang.
“Ini kopi pahit untuk Bolidi, ini kopi lokal untuk Lek Tekat,” ujar Mbok Yah yang menaruh kopi di atas meja.
“Matur suwun, mbok,” ujar Bolidi dan Lek Tekat secara bersamaan.
“Ini tehnya buat siapa, Bol?”
“Itu buat si Wagino, mbok.”
Mbok Yah terlihat mengantarkan kopi ke meja Wagino, tapi sedikitpun Wagino tak menggubris keberadaan Mbok Yah. Bahkan ketika Mbok Yah mempersilakan minum kepada Wagino.
“Lihat itu Wagino, lek. Mentang-mentang punya hape baru terus  lali ndunyo. Tahu begitu aku tadi males ngajak dia”
“Wes biarkan saja, Bol. Zaman now ya begitu to. Kalau lagi asyik sama hape ya lupa sama sekitarnya. Lah, sampean apa nggak begitu?”
“Iya sih, lek. Tapi ya nggak nemen banget kayak si Wagino. Wasu tenan kok bocah itu.”
“Wes Bol, sekarang mending kita ngopi dan menyantap gorengan yang ada. Nanti malam kita main kartu, panen pijet kita,” jawab Lek Tekat yang sedang makan pisang kapok goreng sambil terbahak. 

Penulis: Lukman Hakim

Bagikan

Jangan lewatkan

Bolidi dan Cerita Hape
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.