Kali ini saya
akan bercerita tentang masa kecil saya yang penuh dengan keceriaan sekaligus
ujian. Hidup di desa dengan berbagai kekurangan membuat saya tidak merasa
kurang sama sekali karena waktu kecil saya hanya memikirkan bermain, mengaji,
sekolah atau membantu orang tua semampunya saja.
Jika seorang
anak laki-laki selalu diidentikkan dekat dengan seorang mamak dan tidak pernah
dekat dengan seorang bapak, maka saya akan membantah anggapan itu semua. Saya adalah
orang yang menjalin hubungan emosional yang sama kuat antara bapak dan mamak. Sedari
kecil saya sudah menjadi orang yang dekat dengan bapak, walaupun bapak sering
merantau mobat-mabit mencari rezeki
untuk kami anak-anaknya. Tapi ketika beliau pulang ke rumah, beliau selalu
menyempatkan bercengkrama dengan kami walaupun dengan suasana apa adanya bapak
tetap memperhatikan kami.
Saya memahami
betul alasan kenapa bapak tidak banyak membersamai saya dan kami. Desakan
ekonomi, alasan itulah yang menyebabkan bapak harus bekerja sebagai buruh
pencabut singkong, tukang bangunan, atau merantau membuka lahan register yang
tentu akan menghabiskan berbulan-bulan lamanya karena proses mambuka lahan,
menanam dan mengurus tanaman di lahan perantauan sampai masa panen datang. Tapi
terdakang bapak akan pulang untuk melihat keluarga sesekali sebelum masa panen
tiba.
Momen yang
menjadi kenangan terindah (ada banyak momen) dengan bapak salah satunya adalah
saat saya merengek minta dikeramasi. Bersama dengan adik−Muhammad Alim−biasanya
saya akan berebut siapa yang lebih dulu dikeramasi. Keramas yang saya maksud bukan sekadar keramas
biasa, ada sensasi yang sangat menyenangkan sehingga saya merasa kangen dan
perlu menuangkannya dalam tulisan.
Dalam posisi
telanjang bulat saya akan dipangku oleh bapak, di pangkuan bapak itulah saya dalam
posisi tiduran, di tambah ndangak dan
kepala hampir menyentuk tanah. Posisi ini mirip dengan posisi kayang.
Setelah itu
bapak akan membasahi rambut saya dengan air yang ada di bak yang telah dipersiapkan
sebelumnya, setelah itu bapak akan membasuh rambut saya dengan sampo dan
memutar-mutar tangannya sampai sampo rata dirambut saya. Momen itulah yang
kadang saya rindukan, ketika saya merem-melek karena takut mata ini kemasukan
busa sampo di rambut.
Sambil di
elus-elus dengan penuh kasih sayang, bapak kemudian membasuh busa sampo yang tersisa
di kepala dengan air, perlahan sampai bersih, sampai tak ada busa lagi. Ketika
'ritual' itu telah usai, saya merasa kegirangan luar biasa. Biasanya saya akan
meneruskan dengan mandi sendiri jika adik saya sudah mengantre minta jatah untuk disampo. Ketika
tak ada adik, biasanya saya sekalian dimandikan oleh bapak.
Saya masih
ingat waktu itu sempat
menggunakan sampo merang warna kuning dan warna hijau. Entah dimana produk itu
sekarang, mungkin hilang bersama kalahnya persaingan bisnis dan bersama
hilangnya sabun batangan yang dulu pernah juga saya gunakan di masa kecil.
Yang jelas, masa kecil bersama bapak tak pernah bisa dilupakan. Tunggu cerita berikutnya
tentang momen-momen indah bersama bapak. Jika sempat menulis, saya akan menulis artikel dengan judul “Yang
Saya Kangen dari Mamak” dan “Yang Saya Kangen dari Keluarga” sebagai bahan perenungan perjalanan hidup.
Penulis: Lukman
Hakim
Bagikan
Yang Saya Kangen dari Bapak (Bagian Satu)
4/
5
Oleh
Lukman Hakim