Wednesday, November 22, 2017

Yang Saya Kangen dari Bapak (Bagian Satu)



Kali ini saya akan bercerita tentang masa kecil saya yang penuh dengan keceriaan sekaligus ujian. Hidup di desa dengan berbagai kekurangan membuat saya tidak merasa kurang sama sekali karena waktu kecil saya hanya memikirkan bermain, mengaji, sekolah atau membantu orang tua semampunya saja.
Jika seorang anak laki-laki selalu diidentikkan dekat dengan seorang mamak dan tidak pernah dekat dengan seorang bapak, maka saya akan membantah anggapan itu semua. Saya adalah orang yang menjalin hubungan emosional yang sama kuat antara bapak dan mamak. Sedari kecil saya sudah menjadi orang yang dekat dengan bapak, walaupun bapak sering merantau mobat-mabit mencari rezeki untuk kami anak-anaknya. Tapi ketika beliau pulang ke rumah, beliau selalu menyempatkan bercengkrama dengan kami walaupun dengan suasana apa adanya bapak tetap memperhatikan kami.
Saya memahami betul alasan kenapa bapak tidak banyak membersamai saya dan kami. Desakan ekonomi, alasan itulah yang menyebabkan bapak harus bekerja sebagai buruh pencabut singkong, tukang bangunan, atau merantau membuka lahan register yang tentu akan menghabiskan berbulan-bulan lamanya karena proses mambuka lahan, menanam dan mengurus tanaman di lahan perantauan sampai masa panen datang. Tapi terdakang bapak akan pulang untuk melihat keluarga sesekali sebelum masa panen tiba.
Momen yang menjadi kenangan terindah (ada banyak momen) dengan bapak salah satunya adalah saat saya merengek minta dikeramasi. Bersama dengan adik−Muhammad Alim−biasanya saya akan berebut siapa yang lebih dulu dikeramasi.  Keramas yang saya maksud bukan sekadar keramas biasa, ada sensasi yang sangat menyenangkan sehingga saya merasa kangen dan perlu menuangkannya dalam tulisan.  
Dalam posisi telanjang bulat saya akan dipangku oleh bapak, di pangkuan bapak itulah saya dalam posisi tiduran, di tambah ndangak dan kepala hampir menyentuk tanah. Posisi ini mirip dengan posisi kayang.
Setelah itu bapak akan membasahi rambut saya dengan air yang ada di bak yang telah dipersiapkan sebelumnya, setelah itu bapak akan membasuh rambut saya dengan sampo dan memutar-mutar tangannya sampai sampo rata dirambut saya. Momen itulah yang kadang saya rindukan, ketika saya merem-melek karena takut mata ini kemasukan busa sampo di rambut.
Sambil di elus-elus dengan penuh kasih sayang, bapak kemudian membasuh busa sampo yang tersisa di kepala dengan air, perlahan sampai bersih, sampai tak ada busa lagi. Ketika 'ritual' itu telah usai, saya merasa kegirangan luar biasa. Biasanya saya akan meneruskan dengan mandi sendiri jika adik saya sudah mengantre minta jatah untuk disampo. Ketika tak ada adik, biasanya saya sekalian dimandikan oleh bapak.
Saya masih ingat waktu itu sempat menggunakan sampo merang warna kuning dan warna hijau. Entah dimana produk itu sekarang, mungkin hilang bersama kalahnya persaingan bisnis dan bersama hilangnya sabun batangan yang dulu pernah juga saya gunakan di masa kecil.
Yang jelas, masa kecil bersama bapak tak pernah bisa dilupakan. Tunggu cerita berikutnya tentang momen-momen indah bersama bapak. Jika sempat menulis, saya akan menulis artikel dengan judul “Yang Saya Kangen dari Mamak” dan “Yang Saya Kangen dari Keluarga” sebagai bahan perenungan perjalanan hidup.

Penulis: Lukman Hakim

Bagikan

Jangan lewatkan

Yang Saya Kangen dari Bapak (Bagian Satu)
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.