DIA MASIH DI SANA
Oleh uman al-hakim
“aku sebernya suka sama kamu”. Kataku sambil sedikit gugup dan gagap ketika sedang berbicara dengan caca. Kenapa aku berani mengucapkan hal ini pada caca. karena jika di lihat dari respon yang diberikan caca selama ini. Aku yakin dia juga naksir dan suka kepadaku. Jika aku mengirim pesan singkat, menelpon, atau bercerita tentang masalah yang terjadi kepadaku dia sangat responsif dan sangat peduli. Berbekal dengan hal itu aku mencoba memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang ada dalam dada ini.
“aku sudah punya yang lain, maaf ya”.Kata caca padaku dengan tenang. “Apa? Kapan kam kamu...”kataku sambil terbata-bata dan seakan tak percaya dengan apa yang diucapkan caca. “ya ini sudah menjadi keputusanku, saya harap kamu bisa paham dam mengerti”. Terus caca dengan nada sangat yakin. “baiklah jika itu keputusan kamu, semoga ini terbaik untuk kita. Assalamu’aaikum”. Kata ku singkat dan aku langsung hengkang dari hadapan caca.
Mungkin ini semua salahku, aku terlalu mengulur-ulur waktu dan meggantungkanhatinya. Jika aku bisa mengungkapkan lebih awal, pasti ini semua tidak akan seperti ini. Tapi apalah daya sekarang, aku harus siap menerima dengan keadaan ini.Bagaimana pun juga hidup ini harus tetap berotasi. Tidak mungkin aku akan terpuruk hanya karena masalah seperti ini. “Don’t give up”. Aku mencoba menguatkan diriku sendiri.
Ternyata seseorang yang dipilih caca sangat tepat dan dia tidak salah pilih. Pilihan caca lebih baik dari aku dalam semua aspek. Lebih tampan, anak orang kaya, memiliki otak yang luar biasa. Itu pendapatku tentang orang yang sanagt beruntung yang dipilih oleh caca . Aku tidak tahu pandangan caca seperti apa. Mungkin pandangannya lebih dari itu dalam memandang dan menilai laki-laki itu.
Tapi sekarang aku merasa rikuh untuk bertanya lebih jauh soal hubungannya dengan lelaki yang dia sukai itu. Malah, siapa nama dari lelaki beruntung yang di pilih caca, aku pun tidak faham. Apa yang harus ku lakukan? Aku tidak ikhlas dan tidak rela kalau sampai caca di sakiti oleh orang ini.
Ternyata rian namanya, anak kedokteran. Itulah laki-laki yang dipilih caca. Namun belum banyak yang aku tahu tentang rian. Masih sebatas nama saja. Ya itu akan menjadi langkah awal untuk tahu lebih jauh tentang rian. Tidak mungkin jika aku akan menanyakan langsung ke caca. Mungkin dia akan salah tingkah atau bahkan marah. Aku tidak mau hal itu terjadi. “Biarkan saja semua seperti apa yang telah di skenariokan oleh Allah”. Celotehku dalam hati. Aku hanya mengetahui tentang hubungan caca dan rian dari ana, teman dekat caca.
Sejak saat itu aku mencoba melupakan caca dan menghapusnya dari fikiranku. Aku fokus dengan akademik dan saat ini aku tergabung di Lembaga Dakwah Kampus. Kehidupan ku saat itu terpusat untuk belajar dan di dunia organisasi. Aku mencoba mempelajari islam lebih jauh dan mencoba mengimplementasikan dalam kehidupan semampu hati dan tenagaku.
Prestasi demi prestasi aku peroleh setelah aku memutuskan untuk tidak berpacaran . Baik prestasi akademik atau prestasi di organisasi yang aku ikuti. Di bidang akademik aku tidak pernah lepas dari tiga peringkat teratas di universitas. Dan pada waktu itu aku selalu memperoleh nilai tertinggi di fakultas. Tapi semua itu tidak membuatku congkak, sombong. Malah sebaliknya hal itu menjadi kayu bakar sebagai pemelihara bara api semangatku untuk tetap berada di rel agama.
Hal ini pun terbukti ketika wisuda mahasiswa di kampusku. Aku lolos dengan nilai caume laude dan nilai tertinggi pada tahun akademik saat itu. Sungguh bahagia bisa membuat orang lain tersenyum dengan prestasi yang bisa ku torehkan. Orang tua, keluarga, sahabat, dan orang-orang dekat tersenyum bahagia. Ucapan selamat pun selalu di gelontorkan padaku.
Pada saat bersamaan, banyak baitul mal wat tamwil (BMT) dan bank syari’ah yang menawarkan untuk pekerjaan kepdaku. Tapi semua aku tolak karena aku masih ingin mengenyam pendidikan S2 di UIN Syarif Hidayatullah. Dan keinginan itu pun tercapai. Aku berkesempatan menimba ilmu di UIN Syahid yang dulunya bernama IAIN jakarta itu.
Setelah lulus dari UIN jakarata aku memutuskan untuk menjadi staff pengajar di tempatku menimba ilmu dahulu STAIN Jurai Siwo metro. Tidak disangka ternyata caca pun juga diterima sebagai pengajar disana. Perasan itu seolah tersibak setelah sekian lama terkubur dalam di sumur hati yang paling dalam.
Caca terlihat lebih cantik dari sebelumnya, aku semakin suka dengan dia. Suatu waktu istirahat aku memutuskan dan memberanikan diri untuk menyapa dan bertanya beberapa kaliamat. “assalamu’alaikaum ibu caca, bagaimana kabar? Oiya sampean dulu kuliah dimana?”. Tanya ku dengan sedikit grogi. “jangan panggil bu, caca saja. Saya dulu di UIN Sunan kali jaga yogyakarta”. Balas caca. “bagaimana dengan rian?”. Tambahku. “rian, sebenarnya dulu saya tidak menghendaki pacaran karena itu tidak ada dalam islam. Mohon maaf saya sudah berbohong” Jawab caca.
“lupakan saja masa lalu, apa yang kamu lakukan itu ternyata sangat benar. Saya yang salah kenapa bisa berbicara dan bertindak sampai sejauh itu. Sekarang kita sudah cukup umur, bagaimana jika kamu saya pinang?”. Kataku dengan berani. “emmm,..silahkan datang ke rumah saja karena ini masalah serius. Langsung berbicara langsung dengan orang tua saya”. Sambil senyum malu caca pun pergi.
Sorenya aku langsung bergegas kerumah caca. “kedatangan saya kemari ingin meminang putri bapak”. Tukas saya. “kalau saya sebagai orang tua ikut saja apa maunya anak. Kalau anaknya mau, ya saya setuju”. Jawab pak nur. “bagaimana caca, apakah kamu mau saya pinang”. Tanya saya. “iya saya mau” jawab caca singkat.
Bagikan
cerpen-DIA MASIH DI SANA
4/
5
Oleh
Lukman Hakim
