ZAKAT DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM
Apabila Islam datang sebagai agama penyudah,“zakat”
telah dijadikan sebagai salah satu rukunnya yang lima. Ia merupakan suatu
peningkatan kepada sistem yang telah sedia ada di bawah agama-agama langit
sebelum itu, yaitu “Ihsan”. Walaupun kedua sistem ini ada
persamaannya dalam sifat sebagai sumbangan pihak yang berada kepada golongan
yang memerlukan, namun zakat adalah hak yang boleh dituntut oleh mereka
yang berhak menerimanya, berbanding Ihsan yang lebih bersifat
sumbangan sukarela saja. Peningkatan ini banyak berasaskan kepada hakikat Islam
adalah suatu agama dan cara hidup, atau diistilahkan oleh sebagian orang
sebagai ad-Din
Agama-agama langit terdahulu hanya bersifat agama
saja, kerana itu sumbangan yang diperlukan lebih bersifat keagamaan
semata-mata,yaitu Ihsan, atau boleh diterjemahkan sebagai derma
simpati. Sedangkan zakat mengandungi dua sifat sekaligus, yaitu kewajipan
keagamaan dan pada waktu yang sama kewajipan kenegaraan. Sebagai kewajipan
agama, orang yang menafikannya dianggap sebagai pendusta agama, dan sebagai
kewajipaan kenegaraan, orang yang gagal menunaikannya boleh
dihukum, sementara mereka yang menentangnya secara berkumpulan boleh diperangi
sebagai kumpulan pendurhaka.
Kerana itulah institusi zakat tidaklah merupakan
institusi agama atau masyarakat semata-mata, tetapi lebih dari pada itu
merupakan juga institusi pentadbiran dan pemerintahan negara. Berasaskan kepada
sifatnya ini al-Quran memerintahkan supaya ia diurus oleh pemerintah dan negara
sebagai suatu sistem keuwangan yang tersusun, dan tidak boleh dibiarkan orang
perseorangan atau kumpulan masyarakat untuk melaksanakannya.
Dengan kata lain, Ia bukan urusan individu, atau
kelompok masyarakat, tetapi lebih dari itu kerja pemerintah dan negara. Dari
perspektif ini skop penglihatan kepada kewajipan zakat ini tidak boleh
difokuskan kepada aspek kewajipan memberi atau menunaikannya saja, tetapi juga
kepada aspek pentadbiran dan penguatkuasaannya juga. Berasaskan kepada
kedudukan inilah maka sejak di zaman Rasulullah s.a.w. lagi para pegawai
senantiasa diantar ke daerah-daerah bagi tujuan, antara lain mengurus
pentadbiran zakat sebagai sebagian dari pada pentadbiran negara. Berasaskan
kepada kedudukan inilah juga maka para sarjana keuwangan Islam, seperti Abu
Yusuf, al-Mawardi, Abu Ya’la, Abu ‘Ubaid dan banyak lainnya biasanya
membahas tentang zakat bukan dalam bab ibadat, tetapi dalam bab keuwangan dan
percukaian.
Pengertian zakat Zakat menurut bahasa
ialah: Kata zakat merupakan kata dasar dari (masdar) dari Zaka yang
berarti Keberkatan, kesucian, perkembangan dan kebaikan. Sebab dinamakan zakat
ialah kerana ia dapat mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan
menjauhkannya dari segala kerusakan sebagaimana Ibnu Taimiah berkata: Diri dan
harta orang yang mengeluarkan zakat menjadi suci dan bersih serta hartanya
berkembang secara maknawi.
Pengertian zakat dari sudut syarak ialah: Sebahagian harta tertentu yang telah
diwajibkan oleh Allah s.w.t untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya sebagaimana yang telah dinyatakan di dalam al-Quran atau ia juga
boleh diertikan dengan kadar tertentu dari harta tertentu yang diberikan kepada
golongan tertentu dan lafaz zakat juga digunakan terhadap bahagian tertentu
yang dikeluarkan dari harta orang yang wajib mengeluarkan zakat. Zakat Syar’ie
kadang kala dinamakan sedekah di dalam bahasa al-Quran dan Hadis sebagaimana
Firman Allah s.w.t: ) خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ(
artinya: Ambillah (sebahagian) dari harta
mereka menjadi sedekah (zakat), supaya dengannya engkau membersihkan mereka
(dari dosa) dan mensucikan mereka (dari akhlak yang buruk) dan doakanlah untuk
mereka, kerana sesungguhnya do’amu itu menjadi ketenteraman bagi mereka.
(Surah at-Taubah, Ayat: 103).
Manakala di dalam Hadis Sahih pula, Rasulullah
s.a.w bersabda kepada Muaz ketika baginda mengutuskannya ke Yaman: (Beritahulah
kepada mereka bahawa Allah s.w.t mewajibkan mereka mengeluarkan sedekah (zakat)
dari harta mereka, sedekah tersebut diambil daripada orang yang kaya di
kalangan mereka dan diberikan kepada orang-orang yang miskin di kalangan
mereka). Hadis ini dikeluarkan oleh jemaah ahli hadis.
Orang Miskin dan kebudayaan masa lampau
Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal
oleh manusia dan jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lampau. Oleh karena itu
beralasan sekali bila kita mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia dalam
satu kurunnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa
kebudayaan itu mempehatikan nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa
tersentuh melihat penderitaan orang lain dan berusaha melepaskan mereka dari
kemiskinan dan kepapaan atau paling kurang meringankan nasip yang mereka derita
tersebut
Namun sutuasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin
pada kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai, dan hal itu
sudah merupakan noda hitam yang mengotori muka umat manusia, dimana masyarakat
tidak tersentuh lagi oleh nasehat para budiman dan peringatan para cerdik
pandai.Seorang ilmuan besar melaporkan kepada kita tentang sejarah hitam
hubungan antara orang-orang miskin yang telah berlangsung semenjak
kebudayaan-kebudayaan pertama manusia. Katanya, “Pada bangsa apapun
peneliti mengarahkan perhatiannya.
Ia selalu hanya akan menemukan dua golonngan
manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan golongan
yang melarat. Dibalik itu selalu selalu didapatkan suatu keadaan yang sangat
menarik. Yaitu golongan yang berkecukupan selalu selalu semakin makmur tampa
batas, sedangkan golongan yang melarat selalu semakin kurus sehingga
hampir-hampir bercampak diatas tanah, terhempas tak berdaya. Sedangkan orang
yang hidup mewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap di atasnya
runtuh.
Perhatian Agama-agama terhadap
orang-orang miskin
Pada dasarnya semua agama, bahkan agama-agama
ciptaan manusia yang Tidak mengenal hubungan dengan Kitab suci yang berasal
dari langit (Samawi), tidak kutrang perhatiannya pada segi sosialyang tampa
segi ini persaudaraan dan kehidupan yang sentosa tidak mungkin
terwujut.Demikianlah dilembah Eufrat-Tigris 4000 s.m. kita menemukan Hummurabi,
seseorang yang buat pertamakalinya menyusun peraturanperaturan tertulis yang
masih dapat kita baca sekarang., berkata bahwa Tuhan mengirimnya kedunia ini
untuk mencegah orang-orang kaya bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang
lemah, membimbing manusia, serta menciptakan kemakmuran buat umat manusia. Dan
beribu-ribu sebelum masehi orang-orang masehi Mesir kuno selalu merasa
menyandang tugas agama sehingga mengatakan, “Orang lapar kuberi roti,
orang yang tidak berpakaian kuberi pakaian, kubimbing kedua tangan orang-orang
yang tidak mampu berjalan ke seberang, dan aku adalah ayah bagi anak-anak yatim,
suami bagi janda-janda dan tempat menyelamatkan diri bagi orang-orang yang
ditimpa hujan badai.
Perhatian Agama-agama Langit (Samawi)
Agama-aganma langitlah sesungguhnya yang lebih kuat
dan lebih dalam dampak seruannya dari pada buah pikiran filsafat, agama
ciptaan, dan ajaran apapun dalam melindungi orang-orang miskin dan lemah. Bila
kita membuka Al-Qur’an, pegangan terbaik dari Tuhan bagi manusia yang masih
tetap abadi, kita temukan Al-Qur’an berbicara tentang Ibrahim, dan Ya’kub:“Kami
jadikan mereka pemuka-pemuka, yang memimpin menurut perintah kami. Kami
wahyukan kepada mereka agar melakukan perbuatan baik-baik, dan mendirikan
shalat, membayar zakat, dan menyembah kepada kami.Kemudian apabila kita
memeriksa Taurat dan Injil (perjanjian Lama dan perjanjian baru) yang ada
sekarang, kita akan bertemu dengan banyak pesan dan nasehat khusus tentang
cinta kasih dan perhatian pada fakir miskin, janda-janda yatim, dan orang-orang
lemah. Dalam taurat surat Amsal, pasal 21, kita temukan, “Barangsiapa menyumbat
telinganya akan tangis orang miskin, maka ia pun kelak akan berteriak, tetapi
tiada yang mendengar akan suaranya. Dengan persembahan yang sembunyi orang akan
memadamkan murka.”
PERHATIAN ISLAM PADA MASA PERIODE MAKKAH
Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan
problema kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa
islam semenjak fajarnya baru menyingsing di kota makkah- saat umat islam masih
bebera[pa orang dalam hidup tertekan, dikejar-kejar, belum mempunyai pemerintah
dan organisasi politik sudah mempunyai kitab suci Al-Quran yang memberikan
perhatian penuh dan kontinyu pada masalah sosial penanggulangan kemiskinan
tersebut. Al-Qur’an adakalanya merumuskan dengan kata-kata “memberikan makan
dan mengajak memberi makan orang-orangmiskin,” dan adakalanya dengan rumusan
“memberikan rizki yang diberikan Allah,” “memberikan hak orang-orang yang
meminta-minta, miskin, dan terlantar dalam perjalanan”, “membayar zakat,”
dan rumusan-rumusan lainnya.
Memberi Makan orang miskin adalah Realisasi
Iman
Dalam surat al-Muddaststir, yaitu salah satu surat
yang turun pertama, Al-Quran memperlihatkan kepada kita suatu peristiwa di
akhrat, yaitu peristiwa “orang-orang kana” Muslimin di dalam surga
bertanya-tanya mengapa orang-orang kafir dan pembohong-pembohong itu di
ceblos ke dalam neraka. Mereka lalu bertanya, yang memperoleh jawaban bahwa
mereka di coblos kedalam neraka oleh karena tidak memperhatikan dan membiarkan
orang-orang miskin menjadi mangsa kelaparan.
Hak Tanaman Waktu Dipetik
Dalam al-Quran surah al-An’am. Allah
berfirman: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang berkisi-kisi dan
tidak berkisi-kisi, pohon kurma, biji-bijian yang beraneka ragam bentuknya,
zaitun, dan buah delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya bila
berbuah, dan keluarkanlah haknya pada hari memetik hasilnya, tetapi janganlah
berlebih-lebihan. Sungguh Allah tiada menyukai orang-orang yang
berlebi-lebihan.Allah memperingatkan kepada manusia bahwa dalam biji-bijian dan
buah-buahan terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan pada waktu
memetiknya. Said bin Jubair berkata, “Hal itu sebelum perintah zakat turun,
yaitu bahwa orang itu harus menyedekahkan sebagian hasil tanamannya, memberi
makan ternak, memberi anak yatim dan orang miskin, serta juga rumput-rumputan.”
Bentuk Zakat di Makkah
Demikianlah sejumlah cara yang dipakai al-Qur’an
makiah dalam mendorong manusia agar memperhatiakan dan memberikan hak-hak fakir
miskin supaya mereka itu tidak terlunta-lunta.Cara-cara yang dipakai itu dimahkotai
dengan satu cara lain yaitu “dipujinya orang yang berzakat dan dicercanya orang
yang tidak membayarnya” sebagaimana jelas terlihat dalam surat-surat Makiah
tersebut. Dalam al-Qur’an surah ar-Rum, Allah s.w.t memerintahkan agar
hak kerabat, orang miskin, dan orang yang terlantar di perjalanan diberikan,
dan kemudian memperbandingkan antara riba, yang pada lahirnya tampak
seakan-akan menambah kekayaan tetapi pada dasarnya menguranginya, dengan zakat,
yang pada lahirnya tampak mengurangi kekayaan tetapi pada dasarnya
mengembangkan kekayaan itu.
Allah berfirman: “Berikanlah hak karabat, fakir
miskin, dan orang yang terlantar dalam perjalanan. Yang demikian itu lebih baik
bagi mereka yang mencari wajah allah dan merekalah yang akan berjaya. Dan uang
yang kalian berikan untuk diperbungakan sehingga mendapat tambahan dari harta
orang lain, tidaklah mendapat bunga dari Allah. Tetapi yang kalian berikan
berupa zakat untuk mencari wajah Allah, itulah yang mendapat bunga. Mereka yang
berbuat demikinlah yang beroleh pahala yang berlipat ganda.”
Hal yang perlu dicatat dari pernyataan-pernyataan
tentang zakat dalam surat-surat yang turun di Makkah itu adalah bahwa
pernyataan-pernyataan tersebut tidak dalam bentuk amr ‘Perintah’ yang dengan
tegas mengandung arti wajib dilaksanakan, tetap berbentuk kalimat-kalimat
berita biasa. Hal itu karena zakatdi pandang sebagai ciri utama orang-orang
yang beriman, bertakwa, dan berbuat kebajikan:2 Yaitu orang yang membayar zakat
dan mereka yang melaksanakan zakat, atau orang-orang tertentu yang ditegaskan
oleh Allah hidup sukses: Mereka itulah orang-orang yang sukses, atau sebaliknya
dinilai sebagai orang-orang musyrik bila tidak melaksanakan kewaiban tersebut:
yaitu mereka yang tidak membayar zakat.
Zakat pada periode Madinah
Kaum muslimin di makkah baru merupakan
pribadi-pribadi yang dihalagi menjalankan agama mereka, tetapi di madinah
mereka sudah merupakan jamaah yang memiliki daerah, eksistensi, dan
pemerintahan sendiri. Oleh karena beban tanggungjawab mereka mengambil bentuk baru
sesuai dengan perkembangan tersebut. Yaitu bentuk delimitasi bukan
generalisasi, bentuk hukum-hukum yang mengikat bukan hanya pesan-pesan yang
bersifat anjuran.
Zakat setelah Puasa
Berdasarkan sejumlah hadis dan laporan para sahabat
dan setelah kita membaca sejarah penetapan rukun-rukun Islam yang ada sekarang,
kita mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah rukun pertama yag wajib
dijalankan oeleh kaum muslimin, yaitu di makkah pada malam peristiwa Isra’
sesuai dengan fakta. Kemudian baru puasa yang diwajibkan di madinah pada tahun
2 H bersamaan dengan zakat fitrah yang merupakan sarana penyucian Dosa, dan
perbuatan tidak baik bagi yang berpuasa, dan sarana pemberian bantuan kepada
orang-orang miskin pada saat lebaran. Setelah itu barulah diwajibkan zakat
kekayaan, yaitu zakat yang sudah tertentu nisab dan besarnya.
Zakat adalah Rukun Islam Ketiga
Nabi s.a.w. telah menegaskan di Madinah bahwa
zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam islam. Yaitu bahwa
zakat adalah salah satu rukun islam, dipujinya orang yang melaksanakan dan
diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara.
Dapatlah anda baca misalnya peristiwa Jibril mengajarkan agama kepada kaum
muslimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada
rasulullah, “Apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam Adalah mengikrarkan bahwa
tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Adalah rasulNya, mendirikan Shalat,
Membayar Zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan Naik Haji bagi yang mampu
melaksanakan .” (hadis Muttafaq ‘alaih).
Dalam Hadis lain Rasulullah mengatakan bahwa rukun
Islam itu lima, yang dimulai denga shahadat, kedua shalat, dan ketiga
zakat. Dengan demikian zakat di dalam sunnah dan begitu juga dalam Al-Qur’an
adalah dasar Islam yang ketiga, yang tanpa dasar ketiga itu bengunan Islam
banngunan islam Tanpa berdiri dengan Baik.Perbedaan-perbedaan mendasar antara
zakat dalam islam dengn zakat dalam Agama-agama lain.Setelah jelas bagi kita
zakat itu wajib dan bagaimana kedudukannya dalam islam berdasarkan apa yang
diyang katakan oleh Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’, maka kita dapat memberikan
catatan penting penting dan ringkas tentang zakat tersebut, yang jelas berbeda
sekali dari kebajikan dan perbuatan baik, kepada orang-orang miskin dan lemah
yang diserukan oleh agama-agama lain.
1. Zakat dalam islam
bukanlah hanya sekedar suatu kebajikan dan perbuatan baik, tetapi adalah salah
satu fondamen (rukun) Islam yang utama. Ia adalah juga salah satu kemegahan
islam yang paling semarak dan salah satu dari empat ibadat dalam islam. Orang
yang tidak mau membayar zakat itu di nilai fasik dan orang yang mengingkari
bahwa ia wajib di pandang kafir. Zakat itu bukan pula kebajikan secara ikhlas
atau sedekah tak mengikat, tetapi adalah kewajiban yang dipandang dari segi
moral dan agama sangat mutlak dilaksanakan.
2. Zakat menurut
pandangan islam adalah hak fakir miskin dalam orang-orang kaya. Hak itu
ditetapkan oleh pemilik kekayaan itu yang sebenarnya, yaitu Allah s.w.t. ia
mewajibkannya kepada hamba-hambanya kepada hambanya yang diberinya
kepercayaanNya yang dan dipercayakanNya itu. Oleh karena itu tidak satu bentuk
kebajikan atau balas kasihan pun dalam zkat yang dikeluarkan orang-orang kaya
kepada orang miskin, karena bendahara satu pos tidak berarti berbuat kebajikan
bila ia mengeluarkan sejumlah uang atas perintah pemiliknya (atasan).
3. Zakat merupakan
“Kewajiban yang sudah ditentukan”, yang oleh agama sudah ditetapkan nisap,
besar, batas-batas, syarat-syarat, waktu, dan cara pembayarannya,
sejelas-jelasnya.
4. Kewajiban ini
tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia, tetapi harus dipikul tanggung
jawab memungut dan mendistribusikannya oleh pemerintah. Hal itu
didistribisikannya oleh para amil. Dan zakat itu sendiri merupakan pajak yang
harus dipungut, tidak diserahkan kepada kemauan baik seseorang saja. Oleh
karena itulah Al-Qur’an mengungkapkannya dengan: pungutlah zakat dari kekayaan
mereka dan sunnah mengungkapkannya dengan, “dipungut dari orang-orang
kaya”.Berdasarkan ciri-ciri diatas, dapatlah kita melihat bahwa zakat dalam
islam merupakan sistem baru tersendiri yang tidak sama dengan anjuran-anjuran
dalam agama-agama lain supaya manusia suka berkorban, tidak kikir.
Di samping itu pajak berbeda dari pajak dan upeti
yang dikenakan para raja, yang justru di pungut orang-orang miskin untuk
diberikan kepada orang-orang kaya, dan diberikan oleh orang-orang yang berkuasa
untuk menyombongkan diri untuk berfoya-foya, untuk menyenangkan hati para
keluarga dan bawahannya, dan untuk mejaga agar kekuasaan mereka tidak tumbang
Golongan Yang
Berhak Menerima Zakat
Perintah membayar zakat diwajibkan kepada setiap umat Islam yang mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak. Bagi muslim yang tidak
mampu mencukupi biaya hidup, mereka tidak wajib membayar zakat, sebaliknya,
mereka malah harus diberikan zakat.
Siapa saja orang-orang yang berhak menerima zakat? Berikut ini 8
golongan orang Islam yang berhak menerima zakat:
1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta)
2. Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
3. Riqab (hamba sahaya atau budak)
4. Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)
5. Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
6. Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)
7. Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)
8. Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)
Kelompok fakir dan miskin merupakan warga muslim yang harus
diutamakan dalam penerimaan zakat. Penyaluran dana zakat kepada fakir miskin
macamnya ada dua, yaitu untuk tujuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
maupun untuk memberikan kemampuan berwirausaha.
Golongan fisabilillah adalah seseorang atau sebuah lembaga yang
memiliki kegiatan utama berjuang di jalan Allah dalam rangka menegakkan agama
Islam. Para fisabilillah penerima zakat saat ini dapat berupa organisasi
penyiaran dakwah Islam di kota-kota besar, proyek pembangunan masjid, maupun
syiar Islam di daerah terpencil.
Mualaf juga termasuk orang yang berhak menerima zakat untuk mendukung
penguatan iman dan takwa mereka dalam memeluk agama Islam. Zakat yang diberikan
kepada mualaf memiliki peran sosial sebagai alat mempererat persaudaraan sesama
muslim. Sementara itu, amil zakat adalah kelompok terakhir yang berhak menerima
zakat apabila 7 kelompok lainnya sudah mendapatkan zakat. (Yons
Achmad/Zakat.or.id)
Fungsi dan Tujuan Zakat
Dalam berzakat, terdapat suatu hikmah yang dapat
diambil. Hikmah tersebut ada yang dimaksudkan untuk hal yang bersifat personal
(perseorangan) baik muzakki maupun mustahiq itu sendiri. Juga untuk hal
yang bersifat sosial kemasyarakatan yang mana zakat sangat berperan penting
dalam pembentukan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang
dengan yang lainya menjadi rukun, damai dan harmonis yang pada akhirnya dapay
menciptakan situasi yang aman, tentram lahir dan batin. Selain itu, dikarenakan
zakat merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertikal (habblum- minallah) dan horizontal (habblum- minannaas). Jadi, hikmah yang
dapat diambil pun meliputi dua dimensi tersebut.
Adapun fungsi- fungsi zakat yang bersifat personal,
buah dari ibadah zakat yang berdimensi vertikal, yang dapat membentuk karakter-
karakter yang baik bagi seorang muslim yang berzakat (muzakki) maupun yang menerima (mustahiq).
Diantaranya :
1. Membersihkan diri
dari sifat bakhil.
2. Menghilangkan sifat
kikir para pemilik harta.
3. Mengembangkan rasa
tanggung jawab sosial, terutama bagi pemilik harta.
4. Menentramkan perasaan
mustahiq, karena ada kepedulian
terhadap mereka.
5. Melatih atau mendidik
berinfak dan memberi.
6. Menumbuhkan kekayaan
hati dan mensucikan diri dari dosa.
7. Mensucikan harta para
muzakki, dll.
Sedangkan tujuan- tujuan zakat yang bersifat sosial,
buah dari ibadah zakat yang berdimensi horizontal (antar manusia), yang
berperan penting dalam membina dan mencapai kemaslahatan masyarakat.
Diantaranya :
1. Membentangkan dan
membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada umumnya.
Zakat adalah ibadah maliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi- fungsi sosial ekonomi
atau pemerataan karunia Allah swt, dan merupakan perwujudan solidaritas sosial.
Zakat juga bukti pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, persaudaraan islam,
pengikat persaudaraan umat dan bangsa 2. Sebagai penghubung antara
golongan kaya dan golongan miskin. Zakat dapat
|
mewujudkan
tatanan masyarakat yang sejahtera, dimana hubungan seseorang dengan yang lainya
rukun, damai dan harmonis. Disamping itu, islam sangatlah menganjurkan untuk
saling mencintai, menjalin dan membina persaudaraan. Seperti hadits Rasulullah
saw riwayat Imam Bukhori dari Anas Ra, bahwa Rasulullah bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ
حَتَّى يُحِبُّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رواه البخارى)
Artinya: “Tidak dikatakan / (tidak
sempurna) iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai
dirinya sendiri .“(H.R
Bukhari) .
Dari hadis diatas, jika kita kaitkan dengan peran
zakat dalam kehidupan masyarakat maka zakat tersebut akan berdampak terhadap
jalinan persaudaraan antar individu yang kaya dengan yang miskin. Seorang kaya
yang beriman akan mencintai kaum yang lemah dan memperhatikan mereka. Wujud
dari mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri adalah menjalin
persaudaran tersebut. Melalui zakat tersebut, maka terjalinlah keakraban dan
persaudaraan yang erat, dan akan menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan
islam yang berdiri atas prinsip- prinsip ummatan
wahidan (umat yang bersatu).
2. Mengangkat derajat
fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan
Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang yang
fakir dan oarang- orang yang memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka
untuk bekerja dengan semangat ketika mereka mampu melakukanya, dan bisa
mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak. Dengan ini masyarakat akan
terlindung dari penyakit kemiskinan, dan negara akan terpelihara dari
penganiayaan dan kelemahan. Setiap golongan yang mampu turut bertanggung jawab
untuk mencukupi kehidupan orang- orang yan fakir atau lemah.
Allah swt akan memberi kelonggaran dari kesempitan,
dan akan memberikan kemudahan baik didunia maupun di akhirat, bagi orang- orang
yang memberikan kemudahan dan
melapangkan
kesempitan didunia terhadap sesama muslim. Seperti hadits dibawah ini :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ اَسْبَاطِ بْنِ مُحَمَّدٍ
الْقُرَشِىُّ حَدَّثَنِى أَبِى عَنِ اْلأَعْمَشِ قَالَ حُدِّثْتُ عَنْ اَبىِ
صَالِحٍ عَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صَلى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ –
قَالَ "مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ
الله ُعَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ وَمَنْ
يَسَّرَ عَلىَ مُعْسِرٍ فىِ الدُّنْيَا يَسَّرَ الله ُعَلَيْهِ فىِ الدُّنْيَا
وَاْلأَخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فىِ الدُّنْيَا سَتَرَ الله ُ
عَلَيْهِ فىِ الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ وَ الله ُفىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ
اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ اَخِيْهِ"
(رواه الترمذى)
Artinya : Ubaid bin Asbath bin Muhammad Al-Quraisy
menceritakan kepada kami, Al- A’masy menceritakan kepada kami, dia berkata,”Aku
diberi cerita dari Abi Saleh dari Abu Hurairah Ra dari Rasulullah saw,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa melapangkan kesusahan seseorang muslim dari
kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah melapangkanya dari
kesusahan- kesusahan di hari kiamat.
Barang siapa yang memudahkan bagi orang kesulitan di dunia, maka Allah akan
memmudahkanya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi (keburukan) seorang
muslim di dunia, maka Allah akan menutup (keburukan)nya di dunia dan di
akhirat. Allah akan menolong hamba-Nya selagi hamba-Nya menolong sesama
(saudaranya).” (H.R
Tirmidzi) 4
Abu Awanah
dan lainya meriwayatkan hadits ini dari Al- A’masy dari Abi Shaleh Dari Abu
Hurairah dari Rasulullah Saw, seperti hadits ubaid bin Asbath dan mereka tidak
menyebutkan dalam sanadnya : “Aku diberi
cerita dari Abi Shaleh”
Sangat jelaslah peran zakat untuk hadist tersebut,
dimana kita membantu melonggarkan kesempitan atau melapangkan kesusahan dan
memberikan kemudahan kepada sesama melalui zakat. Selain itu, zakat juga
merupakan instrumen yang cukup efektif untuk memudahkan dan meringankan beban
kaum yang lemah maupun fakir. Diharapkan melalui cara itu, kita dapat membantu
mengurangi dan meminimalisir kemiskinan di kalangan masyarakat.
3.
Membersihkan sifat iri dan dengki, benci dan hasud (kecemburuan sosial) dari
hati orang- orang miskin.
Perbedaan kelas yang sangat timpang pada masyarakat
sering menimbulkan rasa iri hati
4. Moh Zuhri, dkk., Tarjamah Sunan Tirmidzi: Jilid 3,(Semarang: Asy- Syifa’, 1992),
hal. 457- 458.
dan dengki
dari yang miskin terhadap yang kaya dan rasa memandang rendah atau kurang
menghargai dari yang kaya terhadap yang miskin. Suasana kondisi yang demikian
itu tidak menguntungkan bagi masyarakat dan dapat menimbulkan pertentangan
sosial. Golongan yang kaya menindas atau memeras yang miskin dan golongan orang
miskin memendam rasa dendam dan benci terhadap yang kaya. Akhirnya dapat
menimbulkan terganggunya ketertiban masyarakat. Hal demikian akan merugikan
golongan yang kaya sebab terganggunya ketertiban sosial berbentuk kerusuhan,
maka orang- orang yang kaya selalu menjadi sasaran orang- orang miskin.
Zakat
juga memiliki kelebihan dapat membersihkan dan memadamkan api permusuhan yang
bermula dari sifat iri dan dengki, yang disebabkan karena tidak adanya
kepedulian hartawan terhadap kaum yang lemah. Sebenarnya harta zakat adalah hak
mereka, yang sasaranya tidak hanya sekedar membantu mereka, tetapi lebih dari
itu, agar mereka setelah kebutuhanya tercapai, dapat beribadah dengan baik
kepada Allah ,dan terhindar dari bahaya kekufuran . Melalui zakat,
maka seseorang mampu mengurangi sifat kecemburuan sosial terhadap strata sosial
diatasnya. Karena adanya kepedulian dan perhatian terhadap mereka yang lemah.
Sifat empati hartawan terhadap kaum yang lemah akan mengokohkan persaudaraan
antar sesama. Dalam sebuah hadis menerangkan :
عَنْ اَنَسٍ رَضِىَ الله ُعَنْهُ اَنَّ النَّبِى ص. م.
قَالَ : لاَتَبَاغَضُوْا وَلاَ تحَاَسَدُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ تَقَاطَعُوْا
وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا، وَلاَ يُحِلُّ لِمُسْلِمٍ اَنْ يَهْجُرَ
اَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ
(متفق عليه)
Artinya : Dari Anas Ra. Bahwasanya
Nabi saw bersabda :”Janganlah kalian saling membenci, saling hasud, saling
membelakangi, dan saling memutuskan tali persaudaraan, tetapi jadilah kalian
hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim tidak diperbolehkan mendiamkan
saudaranya lebih dari tig hari.” (H.R
Bukhari- Muslim)
Dari hadis diatas, secara ekplisit menerangkan bahwa
sifat saling benci, hasud, dan saling
membelakangi
sangat potensial menimbulkan permusuhan yang pada akhirnya menimbulkan
putusnya
persaudaraan dalam suatu masyarakat. Untuk mencegah hal itu terjadi, maka peran
zakat akan menengahinya guna membangun persaudaraan dan kekeluargaan, yang
mampu membersihkan sifat- sifat yang berbau kecemburuan sosial.
4. Manifestasi
kegotong- royongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.
Zakat akan menanamkan sifat- sifat mulia yaitu
kebersamaan, gotong royong dan tolong menolong. Kita dianjurkan untuk tolong-
menolong dalam kebaikan dan taqwa dan dilarang untuk tolong- menolong dalam hal
maksiat dan dosa. Seperti firman Allah dalam Al- Quran Surat Al- Maidah: 2,
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”(Q.S
Al-Maidah : 2)
Sebagai makhluk sosial, manusia takkan pernah bisa
hidup tanpa bantuan orang lain. Allah menciptakan hamba yang berbeda- beda
dalam strata kehidupan itu bukan tidak mempunyai tujuan. Ada golongan yang
diberi kelebihan harta dan ada pula orang yang kekurangan harta. Semua itu
sudah menjadi sunnatullah (hukum
Allah), dimana antara satu dengan yang lain saling melengkapi dan menutupi
kekurangannya. Seperti hadits dibawah ini:
وَعَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعُدِ بْنِ اَبىِ وَقَّاصٍ رَضِى
الله ُعَنْهُمَا قَالَ: رَاَى سَعْدٌ اَنَّ لَهُ فَضْلاً عَلَى مَنْ دُوْنَهُ،
فَقَالَ النَّبِى ص.م. هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ اِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ؟
(رواه البخارى)
Artinya : Dari Mus’ab bin Sa’ad bin
Abi Waqqash Ra, ia berkata,“ Saad merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan
dibanding orang- orang disekitarnya, kemudian Nabi Saw bersabda,”Bukankah kamu
mendapatkan pertolongan dari rizki disebabkan orang- orang yang lemah di
sekitarmu.” (H.R
Bukhari) 8
Dalam zakat, orang yang kaya dan miskin saling
membutuhkan. Orang yang miskin itu sebagai objek beribadah kepada Allah dan
menjadi ladang pahala bagi orang kaya yang berderma kepada
8.
Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin:
Jilid I, (Jakarta: Pustaka Amin, 1999), hal. 293
mereka.
Sedangkan, orang yang miskin akan merasa terbantu melalui uluran tangan orang
kaya
yang
berderma kepada mereka.
Para hartawan mendapatkan hartanya dari rakyat umum
dengan jalan kebijaksanaan dan usaha yang dibantu oleh rakyat umum itu.
Ringkasnya, para hartawan itu menjadi kaya dengan karena rakyat dan dari
rakyat. Lantaran itu, apabila sebagian rakyat tidak sanggup berusaha karena
sesuatu bencana, wajiblah atas yang mampu memberikan bantuan untuk memelihara
badan masyarakat yang kemaslahatan ikat mengikat dan buat menyukuri atas nikmat
Allah. Tidak dapat diragukan bahwa orang yang kaya itu sangat membutuhkan orang
fakir, sebagaimana orang fakir sangat membutuhkan orang kaya.9
Disinilah peran zakat untuk membangun sikap saling
tolong- menolong dalam kebaikan di
lingkungan masyarakat. Karena mereka makhluk sosial yang saling
membutuhkan antara satu dengan yang lain, yang dapat membantu dari segi materi
maupun yang berupa ibadah.
Referensi:
Bagikan
Perspektif Islam tentang zakat
4/
5
Oleh
Lukman Hakim