cerpen-DARI SIAPA PUN
DARI SIAPA PUN
Oleh uman
al-hakim
Siang itu, terik
matahari serasa membakar kulit saja. Panasnya sangat tidak bersahabat. Jika
panas dunia seperti ini bagaimana dengan panas di neraka nanti?
“Ayo anterin aku
ke tukang cukur, sudah gak nyaman dengan rambut yang gimbal- kayak rumah burung
dara cuy”, kata putra sambil menunjuk burung yang sedang asik mengitari birunya
langit.
“hahaaha...
parah loe bro rambut dibiarin kayak gitu sih. Ceritanya mau jadi orang kerenya
??? hehehehe.....Pisssssss....”, sambil mengangkat dua jari membentuk huruf v
di barengi dengan senyum manis dari hakim.
“bukan sok jadi
orang keren, aku ini kan dari orokya sana memang sudah keren”
“eitsss, tunggu
dulu nii.. belum tau artinya keren ya?”, timpal hakim dengan Sigap.
“keren! Loh.. ya
aku ini yang di sebut keren, iya gak? ”.
“Setuju banget
kaalu kamu di panggil keren put, keren itu kepanjangannya ketek leren (kera sedang istirahat),hehehehe....”
“parah loe
men... masak yang gantengnya kayak primus gini kok di bilang ketek leren”, jawab putra dengan nada
kesal.
“ya udah deh
maaf, kamu primus aja kalau begitu. Aku sebagai teman dekat sangat setuja,
eh setuju deng..... setuju dengan panggilan itu”.
“walah,, kamu
memang sahabat yang paling baik kim. Gak sia-sia dong persahabatan kita yang
kita rajut dari kita masih orok dulu”, putra senyum-senyum.
“jangan seneng
dulu, primus tau gak apa kepanjanganya?”, sambil menunjuk putra dengan nada
menggoda.
“kamu ini pasti
ada saja akalnya, pasti ada ide kalau buat ngece aku,,,, memang apa itu primus,
tah?”
“penasaran ya,
penasaran banget apa penasaran aja? Hayo...hehehehe”, timpal hakim tambah
mengeledek.
“udah buruan to
jangan bayak komentar, langsung kasih tau apa itu primus”, jawab putra sudah
tidak sabar.
“baiklah kalau
begitu, primus ituuuuuuuu....... emmmmmm.... apa ya?
Emmmm.....Pria
muka setan...hehehe”, jawab hakim dengan cekikikan.
“benarkan
dugaanku, pasti ujung-ujungnya jadi gak enak, tapi tak apalah. Karena saya ini
orangnya baik dan bijaksana serta bijaksini pula. Dengan ini saya menyataken
bahwa anda, saya maafkan tanpa syarat dan ketentuan. Dan jika anda merasakan
sakit makin parah maka segera hubungi pos satpam terdekat biar di suntik”.
tanggapan putra dengan gaya berwibawa ala presiden sekaligus bapak proklamator-Soekarno.
“waduh-waduh...
sahabat ku yang satu ini memang sangat luar biasa dalam membawaken orasi. Tapi sayang
beribu sayang. Mbok ya jangan nglantur kayak orang habis minum saja.
kamu itu harus
banyak latihan lagi put, biar penampilannya lebih oke”, wejangan dari hakim
mencoba mengingatkan putra.
Obrolan ini
tetap berlanjut sampai akhirnya mereka memutuskan untuk segera bergegas ke
tukang cukur.
“ayo-ayo buruan
berangkat to kim, kita ini banyak becanda terus”, pinta putra.
“la ayo, la wong
aku ini sudah siap dari tadi kok. Segera kita meluncuuuuuuurrrrr........”
Segera hakim
mengambil yamaha vixionnya dan langsung starter.
di tengah perjalanan banyak pemandangan yang terlihat layaknya biasanya,
tak banyak yang berubah. Dari penjual es doger yang ada di pinggir lapangan, di
susul penjual somai yang berada persis di sampingnya. Juga masih banyk penjual
lain yang berderet bak gerbong kereta yang yang sedang melaju. Tapi bedanya
hakim dan putra saat itu yang melaju bukan penjualnya.
“parah ini
bro!”, kata hakim singkat.
“apanya yang
parah? Orang-orang yang ramai di jalan? Itu mah udah wajar kali kim. Kenapa
harus di permasalahkan lagi”, jawab putra.
“bukan itu. Tapi
kondisi jalannya ini sangat luar biasa-luar biasa tingkat kerusakannya.
Ngakunya kota tapi jalannya desa banget. Katanya jalannyamau halus semua dengan kita
membayar pajak, kenyataanya di buat peng-kota[k]-kota[k]an antara jalan pemerintah
dengan kita-si rakyat jelata”, keluh hakim
“kalau itu bukan
rahasia umum lagi, semua orang sudah tahu kalau orang-orang yang ada di atas
sana duduk ongkang-ongkang belongkang (duduk santai).
Walau pun tidak semuanya seperti itu, tetapi karena lebih banyak oknum yang
melakukan keburukan jadi yang berbuat baik pun kena imbasnya. Ibarat kata, kita tidak makan buah durian tetapi kita
kena durinya ”, putra menjawab dengan nada serius.
“hahahaha,,
oke-oke pak. Untuk sekarang aku akui kamu memang hebat put, berwibawa.
Jannnnnn....kok ya betul semua gitu lo yang tak gumuni kata-katamu. Biasanya kan nyeleweng sampai kemana-mana gak
karuan”, jawab hakim dengan tertawa.
“itulah okenya
susu bisa di minum kapan saja,, hehehe.... iklan rek. Ya jangan memandang
sesuatu itu selalu salah dong. Pasti ada kalanya diriku ini juga akan berada
pada posisi bener. Bener gak,,??? ” putra menimpali sambil mengangkat dan
menggerakkan mata dan alis naik turun. (matanya berbunyi kuit kuit kuit)
Tidak terasa
karena asiknya mengobrol, ternyata mereka telah sampai di tempat tujuan-yaitu
di tukang cukur.
“nyampek bro,
turun-turun”, kata hakim.
“sabar, woles kim. Ya aku ini baru mau turun”
“ayo put, udah
panas banget ini”, hakim nyengir karena
kepanasan.
Hakim dan putra
segera turun dari sepeda motornya bergegas menuju sebuah ruangan berukuran 3x5
meter dengan dominasi warna hijau.
“wihhhh, di sini
langgananmu cukur to put?”, tanya hakim
“iya, ini tempat
langganan ku biasa cukur, aku suka banget karena warna hijau yang di gunakan
sebagi warna dasar tembok-selain hasil cukurnya yang oke.”
“iya hijau itu
menggambarkan keasrian, kesuburan dan kemakmuran, itu filosofi dari keadaan
ideal bumi kita. Tapi kini keadaan telah terbalik 360 derajat. Di sana sini
terjadi bencana alam mulai dari banjir, tanah longsong dan seambrek bencana
lainnya. Itu tidak lain dan tidak bukan akibat dari ulah tangan manusia. Siapa
lagi? Iya Cuma manusia yang bertanggung jawab dengan semua yang terjadi ”,
penjelasan hakim kepada purta.
“betul kim, apa
mereka yang membuat kerusakan lingkungan tidak berfikir untuk mereboisasi dan
melakukan perbikan ya? Setidaknya mereka
harus berfikir jangka panjang untuk anak cucu mereka yang hidup juga di bumi
ini. Akankah anak cucu generasi mendatang harus minum iar comberan karena
tiadanya air bersih karena semua hutan telah botak bahkan guntul dan hancur
porak poranda. Atau anak cucu mereka harus menghirup udara kotor karena
kurangnya oksigen yang tersedia di globe ini”,
putra juga merespon dengan antusias.
“apakah mereka
tega jika anak cucu meraka hanya bisa mngenal macan, singa, gajah dan hewan
lain hanya lewat gambar? Tapi itulah makhluk yang bernama manusia-sangat rakus
bahkan lebih rakus dari hewan yang paling rakus.”
“hussssstttt,,
heh kita ini manusia lo kim. Ingat!”, kata putra sambil menutupi mulutnya
dengan jari telunjuk.
“Tapi itulah
faktanya yang ada sekarang dan masa-masa lalu, sudah menjadi hukum alam jika apa
yang diciptakan oleh Tuhan berupa makhluk-makhluk yang buruk sebagai pasangan
untuk makhluk yang baik. Bukankah Alloh menciptakan sesuatu di dunia ini dengan
berpasang-pasangan. Ada siang-ada malam, ada hitam-ada putih, ada laki-laki-ada
perempuan, ada tinggi-ada rendah dan masih banyak lagi contoh lain” , jawab
hakim dengan analisisnya.
Setelah sekian
lama menunggu antrian, sekarang giliran putra mendapat giliran cukur. Dan hakim
sembari menunggu duduk di atas dangkrak (kursi
panjang) di pojok ruangan. Tiba-tiba seorang kakek yang sudah renta datang dan
menyandarkan sepeda yang dikendarainya di tiang penyangga teras.
“monggo kek
masuk”, kata hakim mempersilahkan masuk si kakek di sambut senyuman dari sang
kakek.
“terima kasih
le, sampean siapa namanya?”, tanya sang kakek.
“saya hakim kek,
sampean siapa namanya kek? Terus tinggal dimana?”, balas hakim.
“saya terimo
le,panggil saja mbah terimo. Saya tinggal di belakang masjid al-muttaqin itu”,
jawab sang kakek sambil menunjuk ke arah masjid si seberang jalan.
“oooomasjid itu mbah,
saya tahu. nyuwon sewu (mohon maaf)
mbah, mbah umurnya sudah berapa?”
“saya sudah 87
tahun”, jawab kakek.
“subhanalloh, sampun sepuh (sudah tua) tapi tetap
sehat wal’afiat gitu mbah. Oiya mbah saya pengen diceritakan bagaimana kisah
perjalanan mbah bisa sampai ke metro ini. Dan apa sedih, suka dan dukanya ”,
pinta hakim.
“panjang le
ceritanya, tapi baiklah saya akan coba membagi kisah hidup saya yang panjang
ini pada kamu le. Dulu saya ini hidup masa penjajahan belanda, saya paham
bagaimana kejadian saat itu. Yang di selimuti rasa takut, sembunyi di lubang
besar yang sengaja di siapkan sebagai tempat persembunyian,” mbah terimo
berhenti menghela nafas sejenak.
“monggo dilanjut
mbah”, rengek hakim sambil senyum.
“saat itu sudah
bisa bertahan hidup aja sudah alhamdulillah le. Sanagt berat perjuangan para
orang-orang terdahulu kita. Harus berjuang jiwa, raga dan harta untuk
memperjuangkan harga diri. Saatini kita hidup sudah enak dan malah pemuda
sekarang banyak yang dilenakan oleh keadaan”, mbah terimo kembali berhenti
lagi.
“diteruskan mbah
ceritanya”, kata hakim.
“untuk sekarang
pesan buat kamu aja, pokoknya kita hidup itu harus merimo le. Seperti filosofi
nama mbah ini-terimo-ya artinya adalah orang yang selalau menerima hidup tetapi
tidak pasrah dengan keadaan. Dalam artian di balik sifat menerima kita-ikhtiar
kepada Sang Maha Pencipta itu harus tetap di lakukan. Maaf lo le, bukannya mbah
sok menggurui”, kata mbah terimo.
“mboten nopo-nopo (tidak apa-apa) mbah,
malah wajar karena mbah lebih banyak makan asam garam to. Jadi memang harus
memberikan masukan kepada yang muda-muda”, hakim pun senyum.
“ya satu lagi
le, kita hidup ini harus banyak syukur kepada Alloh karena dengan syukur kita
itu tidak akan ngrusulo (keluh kesah)
dengan keadaan kita. Apapun keadaan kita-baik sedang di atas ataupun dibawah
syukuro terus. Malah ketika kita bersyukur, pasti dan yakin Alloh mesti nambah
nikmat dumateng kito (kapada kita)”,
lanjut mbah terimo.
Ketika hakim dan
mbah terimo sedang tenggelam dalam suasana bercengkrama, tiba-tiba dipecahkan
oleh suara putra.
“wayo... embah
sama cucu ketemu ya jadinya seperti ini,serius!”, ledek putra.
“itu wajib put”,
timpal hakim.
“iya-iya,
becanda lo kim. Santaii dong”, jawab putra sambil cengengesan.
“monggo mbah
giliran panjenengan (kamu) yang
cukur” , kata hakim mempersilahkan mbah terimo.
“iya le”, jawab
mbah terimo singkat.
“ya sudah mbah
kita berdua pamit pulang lebih dulu, kita do’akan mbah selalu sehat wal’afiat
dan kapan-kapan saya pengen silaturahim ke rumah mbah”, hakim berpamitan.
“iya le, mbah
do’a kan juga kalian bisa menjadi anak soleh yang berguna untuk agama,
keluarga, bangsa dan negara ini”, jawab mbah terimo.
“aamiin”, jawab
hakim dan putra kompak.
“kami pamit, assalamualaikum”
“wa’alaikumsalam”
Keduanya segera
melesat menuju rumah putra. Di tengah perjalanan putra menyampaikan apa yang
diperolehnya ketika mengobrol dengan mbah terimo.
“jadi hikmah yang
bisa kita ambil dari apa yang aku perbincangkan dengan mbah terimo tadi bukan
terletak pada apa yang kami bahas put” , kata hakim.
“terus apa kim”,
jawab putra penasaran.
“kita belajar di
dunia ini bisa kapan pun, dimana pun, dan pada siapa pun. Itulah yang menjadi
kata kuncinya. Belajar bisa kita lakukan kapan pun dalam arti-belajar tidak
terbatas dan di batasi oleh waktu. Dan belajar dimanapun adalah pada tataran
bahwa belajar tidak harus terpaku di tempat tertentu. Dimana pun tempatnya itu
adalah tempat duduk ternyaman untuk menulis pelajaran-pelajaran yang kita
rengkuh dalam hidup ini. Sedangkan belajar dengan siapapun bisa kita jabarkan
jangan membatasi diri belajar dengan siapa pun. Jangan menjadi gelas yang dalam
posisi tengkurap yang tidak akan bisa menerima ilmu. Atau menjadi gelas yang
penuh dengan air, yang apabila di isi air maka akan sia-sia karena tumpah.
Jadilah laksana gelas kosong yang siap menerima jernih dan sejuknya air
pengetahuan yang akan melepaskan dahaga kita”.
https://www.facebook.com/lukman.hakim.50159836