Tuesday, December 10, 2013

cerpen-DARI SIAPA PUN



DARI SIAPA PUN
Oleh uman al-hakim

Siang itu, terik matahari serasa membakar kulit saja. Panasnya sangat tidak bersahabat. Jika panas dunia seperti ini bagaimana dengan panas di neraka nanti?
“Ayo anterin aku ke tukang cukur, sudah gak nyaman dengan rambut yang gimbal- kayak rumah burung dara cuy”, kata putra sambil menunjuk burung yang sedang asik mengitari birunya langit.
“hahaaha... parah loe bro rambut dibiarin kayak gitu sih. Ceritanya mau jadi orang kerenya ??? hehehehe.....Pisssssss....”, sambil mengangkat dua jari membentuk huruf v di barengi dengan senyum manis dari hakim.
“bukan sok jadi orang keren, aku ini kan dari orokya sana memang sudah keren”
“eitsss, tunggu dulu nii.. belum tau artinya keren ya?”, timpal hakim dengan Sigap.
“keren! Loh.. ya aku ini yang di sebut keren, iya gak? ”.
“Setuju banget kaalu kamu di panggil keren put, keren itu kepanjangannya ketek leren (kera sedang istirahat),hehehehe....”
“parah loe men... masak yang gantengnya kayak primus gini kok di bilang ketek leren”, jawab putra dengan nada kesal.
“ya udah deh maaf, kamu primus aja kalau begitu. Aku sebagai teman dekat sangat setuja,
 eh setuju  deng..... setuju dengan panggilan itu”.
“walah,, kamu memang sahabat yang paling baik kim. Gak sia-sia dong persahabatan kita yang kita rajut dari kita masih orok dulu”, putra senyum-senyum.
“jangan seneng dulu, primus tau gak apa kepanjanganya?”, sambil menunjuk putra dengan nada menggoda.
“kamu ini pasti ada saja akalnya, pasti ada ide kalau buat ngece aku,,,, memang apa itu primus, tah?”
“penasaran ya, penasaran banget apa penasaran aja? Hayo...hehehehe”, timpal hakim tambah mengeledek.
“udah buruan to jangan bayak komentar, langsung kasih tau apa itu primus”, jawab putra sudah tidak sabar.
“baiklah kalau begitu, primus ituuuuuuuu....... emmmmmm.... apa ya?
Emmmm.....Pria muka setan...hehehe”, jawab hakim dengan cekikikan.
“benarkan dugaanku, pasti ujung-ujungnya jadi gak enak, tapi tak apalah. Karena saya ini orangnya baik dan bijaksana serta bijaksini pula. Dengan ini saya menyataken bahwa anda, saya maafkan tanpa syarat dan ketentuan. Dan jika anda merasakan sakit makin parah maka segera hubungi pos satpam terdekat biar di suntik”. tanggapan putra dengan gaya berwibawa ala presiden sekaligus bapak proklamator-Soekarno.
“waduh-waduh... sahabat ku yang satu ini memang sangat  luar biasa dalam membawaken orasi. Tapi sayang beribu sayang. Mbok ya jangan nglantur kayak orang habis minum saja.
kamu itu harus banyak latihan lagi put, biar penampilannya lebih oke”, wejangan dari hakim mencoba mengingatkan putra.

Obrolan ini tetap berlanjut sampai akhirnya mereka memutuskan untuk segera bergegas ke tukang cukur.
“ayo-ayo buruan berangkat to kim, kita ini banyak becanda terus”, pinta putra.
“la ayo, la wong aku ini sudah siap dari tadi kok. Segera kita meluncuuuuuuurrrrr........”

Segera hakim mengambil yamaha vixionnya dan langsung starter. di tengah perjalanan banyak pemandangan yang terlihat layaknya biasanya, tak banyak yang berubah. Dari penjual es doger yang ada di pinggir lapangan, di susul penjual somai yang berada persis di sampingnya. Juga masih banyk penjual lain yang berderet bak gerbong kereta yang yang sedang melaju. Tapi bedanya hakim dan putra saat itu yang melaju bukan penjualnya.
“parah ini bro!”, kata hakim singkat.
“apanya yang parah? Orang-orang yang ramai di jalan? Itu mah udah wajar kali kim. Kenapa harus di permasalahkan lagi”, jawab putra.
“bukan itu. Tapi kondisi jalannya ini sangat luar biasa-luar biasa tingkat kerusakannya. Ngakunya kota tapi jalannya desa banget.  Katanya jalannyamau halus semua dengan kita membayar pajak, kenyataanya di buat peng-kota[k]-kota[k]an antara jalan pemerintah dengan kita-si rakyat jelata”, keluh hakim
“kalau itu bukan rahasia umum lagi, semua orang sudah tahu kalau orang-orang yang ada di atas sana duduk  ongkang-ongkang belongkang (duduk santai). Walau pun tidak semuanya seperti itu, tetapi karena lebih banyak oknum yang melakukan keburukan jadi yang berbuat baik pun kena imbasnya. Ibarat kata, kita tidak makan buah durian tetapi kita kena durinya ”, putra menjawab dengan nada serius.
“hahahaha,, oke-oke pak. Untuk sekarang aku akui kamu memang hebat put, berwibawa. Jannnnnn....kok ya betul semua gitu lo yang tak gumuni kata-katamu. Biasanya kan nyeleweng sampai kemana-mana gak karuan”, jawab hakim dengan tertawa.
“itulah okenya susu bisa di minum kapan saja,, hehehe.... iklan rek. Ya jangan memandang sesuatu itu selalu salah dong. Pasti ada kalanya diriku ini juga akan berada pada posisi bener. Bener gak,,??? ” putra menimpali sambil mengangkat dan menggerakkan mata dan alis naik turun. (matanya berbunyi kuit kuit kuit)

Tidak terasa karena asiknya mengobrol, ternyata mereka telah sampai di tempat tujuan-yaitu di tukang cukur.
“nyampek bro, turun-turun”, kata hakim.
“sabar, woles kim. Ya aku ini baru mau turun”
“ayo put, udah panas banget ini”, hakim nyengir karena kepanasan.

Hakim dan putra segera turun dari sepeda motornya bergegas menuju sebuah ruangan berukuran 3x5 meter dengan dominasi warna hijau.
“wihhhh, di sini langgananmu cukur  to put?”, tanya hakim
“iya, ini tempat langganan ku biasa cukur, aku suka banget karena warna hijau yang di gunakan sebagi warna dasar tembok-selain hasil cukurnya yang oke.”
“iya hijau itu menggambarkan keasrian, kesuburan dan kemakmuran, itu filosofi dari keadaan ideal bumi kita. Tapi kini keadaan telah terbalik 360 derajat. Di sana sini terjadi bencana alam mulai dari banjir, tanah longsong dan seambrek bencana lainnya. Itu tidak lain dan tidak bukan akibat dari ulah tangan manusia. Siapa lagi? Iya Cuma manusia yang bertanggung jawab dengan semua yang terjadi ”, penjelasan hakim kepada purta.
“betul kim, apa mereka yang membuat kerusakan lingkungan tidak berfikir untuk mereboisasi dan melakukan perbikan ya?  Setidaknya mereka harus berfikir jangka panjang untuk anak cucu mereka yang hidup juga di bumi ini. Akankah anak cucu generasi mendatang harus minum iar comberan karena tiadanya air bersih karena semua hutan telah botak bahkan guntul dan hancur porak poranda. Atau anak cucu mereka harus menghirup udara kotor karena kurangnya oksigen yang tersedia di globe ini”, putra juga merespon dengan antusias.
“apakah mereka tega jika anak cucu meraka hanya bisa mngenal macan, singa, gajah dan hewan lain hanya lewat gambar? Tapi itulah makhluk yang bernama manusia-sangat rakus bahkan lebih rakus dari hewan yang paling rakus.”
“hussssstttt,, heh kita ini manusia lo kim. Ingat!”, kata putra sambil menutupi mulutnya dengan jari telunjuk.
“Tapi itulah faktanya yang ada sekarang dan masa-masa lalu, sudah menjadi hukum alam jika apa yang diciptakan oleh Tuhan berupa makhluk-makhluk yang buruk sebagai pasangan untuk makhluk yang baik. Bukankah Alloh menciptakan sesuatu di dunia ini dengan berpasang-pasangan. Ada siang-ada malam, ada hitam-ada putih, ada laki-laki-ada perempuan, ada tinggi-ada rendah dan masih banyak lagi contoh lain” , jawab hakim dengan analisisnya.

Setelah sekian lama menunggu antrian, sekarang giliran putra mendapat giliran cukur. Dan hakim sembari menunggu duduk di atas dangkrak (kursi panjang) di pojok ruangan. Tiba-tiba seorang kakek yang sudah renta datang dan menyandarkan sepeda yang dikendarainya di tiang penyangga teras.
“monggo kek masuk”, kata hakim mempersilahkan masuk si kakek di sambut senyuman dari sang kakek.
“terima kasih le, sampean siapa namanya?”, tanya sang kakek.
“saya hakim kek, sampean siapa namanya kek? Terus tinggal dimana?”, balas hakim.
“saya terimo le,panggil saja mbah terimo. Saya tinggal di belakang masjid al-muttaqin itu”, jawab sang kakek sambil menunjuk ke arah masjid si seberang jalan.
“oooomasjid itu mbah, saya tahu. nyuwon sewu (mohon maaf) mbah, mbah umurnya sudah berapa?”
“saya sudah 87 tahun”, jawab kakek.
“subhanalloh, sampun sepuh (sudah tua) tapi tetap sehat wal’afiat gitu mbah. Oiya mbah saya pengen diceritakan bagaimana kisah perjalanan mbah bisa sampai ke metro ini. Dan apa sedih, suka dan dukanya ”, pinta hakim.
“panjang le ceritanya, tapi baiklah saya akan coba membagi kisah hidup saya yang panjang ini pada kamu le. Dulu saya ini hidup masa penjajahan belanda, saya paham bagaimana kejadian saat itu. Yang di selimuti rasa takut, sembunyi di lubang besar yang sengaja di siapkan sebagai tempat persembunyian,” mbah terimo berhenti menghela nafas sejenak.
“monggo dilanjut mbah”, rengek hakim sambil senyum.
“saat itu sudah bisa bertahan hidup aja sudah alhamdulillah le. Sanagt berat perjuangan para orang-orang terdahulu kita. Harus berjuang jiwa, raga dan harta untuk memperjuangkan harga diri. Saatini kita hidup sudah enak dan malah pemuda sekarang banyak yang dilenakan oleh keadaan”, mbah terimo kembali berhenti lagi.
“diteruskan mbah ceritanya”, kata hakim.
“untuk sekarang pesan buat kamu aja, pokoknya kita hidup itu harus merimo le. Seperti filosofi nama mbah ini-terimo-ya artinya adalah orang yang selalau menerima hidup tetapi tidak pasrah dengan keadaan. Dalam artian di balik sifat menerima kita-ikhtiar kepada Sang Maha Pencipta itu harus tetap di lakukan. Maaf lo le, bukannya mbah sok menggurui”, kata mbah terimo.
mboten nopo-nopo (tidak apa-apa) mbah, malah wajar karena mbah lebih banyak makan asam garam to. Jadi memang harus memberikan masukan kepada yang muda-muda”, hakim pun senyum.
“ya satu lagi le, kita hidup ini harus banyak syukur kepada Alloh karena dengan syukur kita itu tidak akan ngrusulo (keluh kesah) dengan keadaan kita. Apapun keadaan kita-baik sedang di atas ataupun dibawah syukuro terus. Malah ketika kita bersyukur, pasti dan yakin Alloh mesti nambah nikmat dumateng kito (kapada kita)”, lanjut mbah terimo.
Ketika hakim dan mbah terimo sedang tenggelam dalam suasana bercengkrama, tiba-tiba dipecahkan oleh suara putra.
“wayo... embah sama cucu ketemu ya jadinya seperti ini,serius!”, ledek putra.
“itu wajib put”, timpal hakim.
“iya-iya, becanda lo kim. Santaii dong”, jawab putra sambil cengengesan.
“monggo mbah giliran panjenengan (kamu) yang cukur” , kata hakim mempersilahkan mbah terimo.
“iya le”, jawab mbah terimo singkat.
“ya sudah mbah kita berdua pamit pulang lebih dulu, kita do’akan mbah selalu sehat wal’afiat dan kapan-kapan saya pengen silaturahim ke rumah mbah”, hakim berpamitan.
“iya le, mbah do’a kan juga kalian bisa menjadi anak soleh yang berguna untuk agama, keluarga, bangsa dan negara ini”, jawab  mbah terimo.
“aamiin”, jawab hakim dan putra kompak.
“kami pamit, assalamualaikum”
“wa’alaikumsalam”
Keduanya segera melesat menuju rumah putra. Di tengah perjalanan putra menyampaikan apa yang diperolehnya ketika mengobrol dengan mbah terimo.
“jadi hikmah yang bisa kita ambil dari apa yang aku perbincangkan dengan mbah terimo tadi bukan terletak pada apa yang kami bahas put” , kata hakim.
“terus apa kim”, jawab putra penasaran.
“kita belajar di dunia ini bisa kapan pun, dimana pun, dan pada siapa pun. Itulah yang menjadi kata kuncinya. Belajar bisa kita lakukan kapan pun dalam arti-belajar tidak terbatas dan di batasi oleh waktu. Dan belajar dimanapun adalah pada tataran bahwa belajar tidak harus terpaku di tempat tertentu. Dimana pun tempatnya itu adalah tempat duduk ternyaman untuk menulis pelajaran-pelajaran yang kita rengkuh dalam hidup ini. Sedangkan belajar dengan siapapun bisa kita jabarkan jangan membatasi diri belajar dengan siapa pun. Jangan menjadi gelas yang dalam posisi tengkurap yang tidak akan bisa menerima ilmu. Atau menjadi gelas yang penuh dengan air, yang apabila di isi air maka akan sia-sia karena tumpah. Jadilah laksana gelas kosong yang siap menerima jernih dan sejuknya air pengetahuan yang akan melepaskan dahaga kita”.
https://www.facebook.com/lukman.hakim.50159836

Bagikan

Jangan lewatkan

cerpen-DARI SIAPA PUN
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.