Monday, May 26, 2014

Memupuk Sensitifitas Sosial

Oleh: Uman al-hakim
Sebagai makhluk social manusia akan selalu berbenturan dengan manusia lain yang memberikan batasan terhadap ‘nafsu diri‘ atau kepentingan pribadi. Tak selamanya apa yang menjadi keinginan seseorang bisa dipaksakan dengan pihak lain karena pertimbangan sikap saling menghormati sebagai manifestasi dasar Negara dan doktrin agama yang mengajarkan demikian.

Dengan dua status yang di pikul ini,  timbul sebuah pertanyaan, apakah manusia dalam berinteraksi lebih megedepankan sikap egois atau sikap peduli dan tanggap terhadap lingkungan sekitar? Menjadi manusia peduli pada dasarnya tidak timbul begitu saja tanpa adanya latihan. Sikap peduli sesama sungguh memerlukan latihan yang continuitas dengan tidak mengabaikan keadaan lingkungan itu sendiri.


Peduli, tanggap sering dikenal dalam istilah lain dengan sebutan responsif. Responsive secara sederhana dapat diartikan berfikir secara mendalam apa yang terjadi disekeliling kemudian membuat resolusi dari permasalahan yang timbul. Berbeda dengan sikap reaktif yang timbul tanpa berfikir terlebih dahulu. Sehingga apa yang dilakukan setetika itu adalah tindakan tanpa bertimbangan baik dan buruk.

Sensitive sesungguhnya sikap yang lebih tanggap dari pada responsive. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sensitif berarti: cepat menerima rangsangan; peka. Akan tetapi, banyak orang diantara kita sering mendeskriditkan kata sensitive kearah yang negative. Padahal tidak demikian, sensitive dapat pula dipakai untuk menunjukkan perilaku positif.

Memumbuhkan Sensitifitas Kaum Pemuda, Khususnya Mahasiswa
Pemuda sebagai iron stoke yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa ini seharusnya belajar mengasah insting sensitifnya sedini mungkin. Hal ini bertujuan untuk mengasah sikap sensitive terhadap diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar. Sensitive terhadap diri sendiri adalah peduli dengan nasib dan masa depan. Keyakinan bahwa masa depan ada digenggammanya bukan di tentukan guru, orang tua karena mereka adalah perantara saja.

Sifat sensitive kepada keluarga dapat dilatih dengan selalu menjalin komunikasi dengan mereka, menceritakan permasalahan apa yang sedang diamalai dan mencari jalan keluar bersama, keterbukaan dalam keluarga akan membuat insting sensitive akan semakin tajam.

Sensitifitas social yang memiliki dimensi lebih luas lagi menuntut untuk menjadi pribadi yang loyal, jujur, dan menghormati. Ini dapat dilatih dengan hal kecil yang ada disekitar lingkungan seperti saling tegur sapa ketika bertemu, menjadi contoh ketika ada pekerjaan yang baik. Atau hal lain sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu. Pada intinya adalah bagaimana kita bias peka terlebih dahulu dengan keadaan.
 

Bagikan

Jangan lewatkan

Memupuk Sensitifitas Sosial
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.