Monday, May 12, 2014

STOP KEKERASAN ANAK_OPINI

Stop Kekerasan Anak
Lukman Hakim
Mahasiswa D3-Perbankan Syari’ah STAIN Jurai Siwo Metro, Lampung
Santri Pondok Pesantren Darussalam Kota Metro, Lampung

Anak-anak merupakan aset berharga yang dimiliki negara sebagai iron stock yang menjadi cadangan pemimpin dimasa mendatang. Keberadaannya harus mendapat perhatian yang serius dari orang tua, lingkungan belajar bahkan oleh negara sebagai penyelenggara pemerintahan di republik ini. Seperti halnya memiliki sebongkah emas atau logam mulia, maka anak-anak seharusnya diperlakukan dengan istimewa, mendapatkan pendidikan yang layak, mendapat perlindungan dan pengayoman, mendapat kasih sayang yang cukup dan mendapat perlakuan baik dari lingkungan.


Akan tetapi, betapa terpukulnya diri melihat fakta yang ada. Di tahun 2014 ini saja sudah berapa banyak kasus terungkap terkait kekerasan terhadap anak-anak. Bahkan yang lebih menyayat hati, kekerasan yang dilakukan tak sekedar kekerasan biasa, kekerasan seksual bak bibit tanaman yang telah di semai dan sekarang telah tumbuh satu perssatu dengan subur.
Tengok kekerasan seksual yang dialami oleh siswi sekolah dasar di Jakarta International School. Lihat juga kelakuan bejat emon yang telah melakukan hal serupa dengan jumlah korban mencapai 120 orang yang tertulis di buku harian emon. Dan yang telah terungkap sebanyak 114 korban, diduga korban jumlahnya akan terus bertambah.

Kasus terbaru lagi yang terungkap yaitu kasus di Depok, babe pelaku kekerasan seksual terhadap anak usia dibawah 19 tahun dengan korban mencapai 11 orang. Lampung pun ternyata juga ikut andil dalam hal serupa dengan terungkapnya kasus siswi sekolah menengah pertama awal bulan Mei.

Secara psikologis, kekerasan seksual yang dialami oleh korban akan menyebabkan banyak dampak. berpotensi menimbulkan pribadi yang tertutup bahkan cenderung menyendiri karena aib yang harus di pikul apabila korban berinteraksi dengan masyarakat. Menyebabkan depresi karena tekanan mental, bahkan tak sedikit yang stress akibat tak mampu mengendalikan emosional diri.
Dari kacamata kesehatan pun tak sedikit dampak yang muncul akibat perbuatan tak berabad itu. Infeksi alat kelamin, komplikasi penyakit kelamin, bahkan kematian pun mengintai dan siap meyergap para korban.

Apa yang harus dilakukan

Merespon hal yang terjadi kepada anak-anak malang tersebut maka banyak pihak yang harus bertanggung jawab. Terutama keluarga sebagai tempat pertama kali anak mengalami proses edukasi dan duplikasi sifat dari kedua orang tuanya.
Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal.

Lebih lanjut dijabarkan oleh friedman bahwa fungsi pertama dari keluarga adalah fungsi afektif dan koping yaitu keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress. Selanjutnya fungsi sosialisasi yang memposisikan keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah. Yang ketiga adalah fungsi reproduksi yaitu keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan. Ke empat adalah fungsi ekonomi dimana keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat. Yang terakhir adalah fungsi fisik yaitu keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

Selain itu, penanaman nilai luhur agama dapat juga dilakukan oleh keluarga untuk memberikan pemahaman tentang hal baik yang harus dilaksanakan dan perbuatan buruk yang harus di tinggalkan. Serta koridor aturan agama memberikan rambu-rambu bagi pemeluknya untuk berhati-hati dalam memilih pergaulan dan cermat dalam mendidik anak.

Adanya Komnas perlindungan anak sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah yang mengurusi masalah anak-anak di Indonesia seharusnya bisa mengakomodir masalah tersebut. Jangan menunggu banyak kasus terungkap, baru turun tangan untuk mengurai benang kusut yang telah ruwet tak karuan.

Pihak kepolisian dan kejaksaan pun harus aktif bergerilya untuk mengungkap kasus seperti ini dan memberikan sanki yang tegas kepada pelaku agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku. Dan pada akhirnya hal tragis seperti ini bisa dicegah dan diminimalisir.

Terlepas dari berbagai pihak yang secara hukum bertanggung jawab menangani masalah tersebut, sesungguhnya kita sebagai warga Negara yang baik memiliki andil dalam masalah tersebut. Kita turut menjaga dan memelihara bibit-bibit pemimpin masa depan dengan usaha yang kita mampu dengan mengawasi dan memberikan pendidikan serta teladan yang baik kepada mereka.






Bagikan

Jangan lewatkan

STOP KEKERASAN ANAK_OPINI
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.