Sunday, December 14, 2014

Revitalisasi Fungsi DPD

Dalam perjalanannya, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah mengalami empat kali amandemen, yaitu pada 1999, 2000, 2001, dan 2002. Salah satu hasil amandemen adalalah tidak ada lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Jadi dalam menjalankan roda pemerintahan, lembaga-lembaga negara berkedudukan sejajar dan tidak berlaku hierarki kekuasaan, yang menyebabkan adanya hubungan bottom-up yang memberi kesan sistem atasan dan bawahan.
Asas checks and balances mengamanatkan kepada lembaga-lembaga negara agar bersinergi dalam kerja dan mengemban tanggung jawab, untuk saling mengawasi antarlembaga negara. Semua lembaga negara harus menunjukkan performa terbaik dalam bekerja. Sehingga, capaian hasil akan maksimal. Sinergi lembaga eksekutif, legisatif, dan yudikatif harus memiliki visi yang sama, yaitu demi terwujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdaulat dalam segala aspek.

Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang merupakan hasil amandemen UUD 1945, memberikan warna baru di parlemen Indonesia, karena membuka sistem bikameral (sistem dua pintu) dalam pemerintahan. Pada awalnya, pembentukan dan pengesahan legislasi berada di bawah kendali Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tetapi semenjak hadirnya DPD, maka DPD ikut andil dalam penggodokan rancangan undang-undang sehingga membuat nuansa parlemen kaya dengan perdebatan yang berorientasi pada kepentingan rakyat.
Kedudukan DPD di parlemen merupakan representasi dari perwakilan daerah yang mengemban amanat untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Sedangkan, kedudukan DPR merupakan representasi dari pengemban amanat rakyat secara umum.
DPD pernah berstatus “ada dan tiada” dalam sistem bikameral pemerintahan Indonesia. Fungsi dan wewenang DPD pernah mandek di DPR ketika melakukan pengawalan proses pengajuan, sampai persetujuan rancangan undang-undang (RUU), menjadi undang-undang. Pun dengan lingkup rancangan undang-undang yang dapat diajukan DPD sangat terbatas, yakni hanya untuk urusan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan pusat dan daerah.
Monopoli terhadap fungsi dan wewenang DPD tumbang ketika disahkan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Putusan Mahkamah Konstitusi ini mengembalikan martabat DPD dalam sistem bikameral sekaligus menguatkan kedudukan DPD untuk duduk bersama DPR dan presiden dalam proses perancangan, pengesahan, dan pengawasan legislasi.

Maksimalisasi Kerja
Dengan adanya revitalisasi fungsi dan wewenang DPD, maka selanjutnya DPD harus bisa memaksimalkan fungsi dan wewenang tersebut. Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 22D ayat 2 DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU anggaran pendapatan dan belanja negara dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Sebagai putra daerah yang paham dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah, maka sudah selayaknya, DPD memperjuangkan kepentingan daerah sebagaimana tercantum dalam pasal 22D ayat 2. Tiga masalah pokok yang harus menjadi concern DPD adalah masalah pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masayarakat. Jika tiga masalah pokok ini bisa diperjuangkan DPD untuk menelurkan legislasi yang pro rakyat, maka rakyat tidak sangsi untuk memberikan dukungan setulus hati kepada DPD sebagai duta daerah di parlemen.
Tulisan masuk sebagai juara favorit lomba opini yang diadakan oleh pojoksamber.com

Bagikan

Jangan lewatkan

Revitalisasi Fungsi DPD
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.