Pegiat Jurai Siwo Corner, admin kelilingmetro.com
Pada bulan ramadan manusia di perintahkan oleh Tuhan untuk banyak beribadah
karena bulan ramadan merupakan bulan istimewa yang amal ibadah dilipat
gandakan, amalan sunah dihitung sebagai wajib, serta banyak keutamaan lain pada
bulan ini.
Membicarakan soal ibadah−berbakti kepada Tuhan−apakah kemudian hanya melulu
soal ritual keagamaan seperti melaksanakan salat, menunaikan zakat, menyantuni
fakir miskin dan anak yatim dan ritual-ritual yang bersifat pribadi bagi
seorang muslim. Penulis rasa tidak, kita harus menarik pengertian ibadah dalam
arti yang lebih luas yaitu segala sesuatu yang diniatkan sebagai ibadah dan
mencari rido dari Tuhan Yang Maha Esa, termasuk kerja.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kerja dimaknai sebagai upaya
melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan atau mencari nafkah. Lalu, bagaimana
kemudian kerja dikatakan sebagai ibadah. Kerja sebagai ibadah jika kerja
diniatkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kerja sebagai ikhtiar agar anggota
keluarga tidak meninta-minta kepada orang lain sehingga kehormatan keluarga dapat
terjaga.
Penulis kemudian teringat cerpen yang ditulis oleh Ali Akbar Navis yang
berjudul Robohnya Surau Kami. Kisahnya sebagai berikut, ada seorang tua yang
biasa di panggil kakek tinggal di sebuah surau kecil di suatu desa. Kakek itu
telah tinggal lama di surau itu semenjak usia muda dan sampai diusia senjanya.
Pekerjaan kakek setiap harinya adalah salat, mengaji dan selalu berdzikir
kepada Tuhannya dan dia tak pernah alpa untuk selalu mengingat Tuhan.
Kebutuhan sehari-hari kakek ditopang oleh pemberian masyarakat sekitar,
juga pemberian makanan, rokok atau uang dari keahlian kakek mengasah pisau atau
gunting yang setiap kali masyarakat meminta tolong kepadanya.
Suatu hari kakek renta itu terlihat bermuram durja karena suatu hal,
kemudian datanglah seorang muda yang datang menghampiri kakek tua untuk
bertanya apa yang terjadi. Beberapa kali pemuda itu bertanya, kakek tua tetap
asik dalam kediamannya. Hingga pada pertanyaan kesekian, kakek itu menjawab apa
yang terjadi terhadapnya.
Ternyata baru datang Ajo Sidi, seseorang yang terkenal pembual di kampung
itu. Semua hal, semua orang bisa dijadikan Ajo Sidi sebagai bahan bualan.
“Lalu, apakah kekek juga menjadi bahan bualan?”, Tanya pemuda itu.
“Tidak, sama sekali dia tidak membual tentangku”, timpal kakek.
“Tapi dia bercerita tentang seorang haji yang taat beribadah, mengerjakan
semua perintah Tuhan, dan menjauhi larangannya. Dan dia tetap masuk neraka”,
tambahnya.
Ajo Sidi bercerita tentang Haji Saleh yang akan di periksa amal ibadahnya
ketika di dunia dulu. Karena merasa orang yang paling taat, Haji Saleh sangat
percaya diri bahwa dia akan di masukkan ke dalam surga sehingga hanya senyum
mengejek ketika melihat orang-orang di masukkan ke neraka.
Pada saat giliran Haji Saleh dihitung amalnya,
‘Engkau’
‘Iya aku Saleh. Karena aku telah berhaji maka aku di panggil Haji Saleh’
‘Apa yang kamu lakukan selama di dunia’
‘Aku selalu beribadah kepada-Mu Tuhan’
‘Lain?’
‘Setiap hari, setiap malam aku selalu menyebut dan mengingat nama-Mu’
‘Lain?’
‘Ya Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain menyembah-Mu, menyebut nama-Mu,
disaat aku sakit, bahkan ketika aku sehat nama-Mu lah yang selalu membasahi
bibirku’
Setiap hari Haji Saleh memang tak pernah meningggalkan perintah Tuhan
dengan beribadah, menyebut nama-Nya, membaca kitab-Nya, dan dengan melaksanakan
semua perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-Nya.
Kemudian apa yang menjadi ekspektasi Haji Saleh ternyata melenceng. Haji
Saleh pada akhirnya masuk neraka bersama orang-orang yang di mata Haji Saleh
lebih taat, saleh dan beribadah kepada Tuhan tanpa henti setiap harinya. Lalu apa
gerangan yang menjadi penyebab Haji Saleh Masuk neraka?
Ternyata keasyikan Haji Saleh dalam beribadah, bersembahyang, dan cuma mengurus
diri sendiri itulah yang membuat dirinya dimasukkan ke neraka.
Indonesia sebagai surga yang berada di bumi tidak diurusnya untuk
kemakmuran umat manuisa−terutama keluarganya, dibiarkannya
keluarga hidup
dalam kekurangan dan kemiskinan, dan
hanya beribadah yang selalu dia lakukan. Dia lupa bahwa manusia diperintahkan
untuk beribadah sekaligus sebagai pemimpin di bumi, merawat alam semesta.
Momen Ramadaan
selayaknya menjadikan kita lebih giat dalam bekerja, dalam berupaya memenuhi kebutuhan diri dan
keluarga, lebih luas lagi membantu orang dekat−disekeliling kita. Menjadi manusia
yang bermanfaat untuk menusia lain, khairun
naas anfauhum lin naas.
Bagikan
Puasa dan Kerja
4/
5
Oleh
Lukman Hakim