Monday, June 27, 2016

Puasa dan Kerja

Lukman Hakim
Pegiat Jurai Siwo Corner, admin kelilingmetro.com



Pada bulan ramadan manusia di perintahkan oleh Tuhan untuk banyak beribadah karena bulan ramadan merupakan bulan istimewa yang amal ibadah dilipat gandakan, amalan sunah dihitung sebagai wajib, serta banyak keutamaan lain pada bulan ini. 
Membicarakan soal ibadah−berbakti kepada Tuhan−apakah kemudian hanya melulu soal ritual keagamaan seperti melaksanakan salat, menunaikan zakat, menyantuni fakir miskin dan anak yatim dan ritual-ritual yang bersifat pribadi bagi seorang muslim. Penulis rasa tidak, kita harus menarik pengertian ibadah dalam arti yang lebih luas yaitu segala sesuatu yang diniatkan sebagai ibadah dan mencari rido dari Tuhan Yang Maha Esa, termasuk kerja.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kerja dimaknai sebagai upaya melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan atau mencari nafkah. Lalu, bagaimana kemudian kerja dikatakan sebagai ibadah. Kerja sebagai ibadah jika kerja diniatkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kerja sebagai ikhtiar agar anggota keluarga tidak meninta-minta kepada orang lain sehingga kehormatan keluarga dapat terjaga.
Penulis kemudian teringat cerpen yang ditulis oleh Ali Akbar Navis yang berjudul Robohnya Surau Kami. Kisahnya sebagai berikut, ada seorang tua yang biasa di panggil kakek tinggal di sebuah surau kecil di suatu desa. Kakek itu telah tinggal lama di surau itu semenjak usia muda dan sampai diusia senjanya. Pekerjaan kakek setiap harinya adalah salat, mengaji dan selalu berdzikir kepada Tuhannya dan dia tak pernah alpa untuk selalu mengingat Tuhan.
Kebutuhan sehari-hari kakek ditopang oleh pemberian masyarakat sekitar, juga pemberian makanan, rokok atau uang dari keahlian kakek mengasah pisau atau gunting yang setiap kali masyarakat meminta tolong kepadanya.
Suatu hari kakek renta itu terlihat bermuram durja karena suatu hal, kemudian datanglah seorang muda yang datang menghampiri kakek tua untuk bertanya apa yang terjadi. Beberapa kali pemuda itu bertanya, kakek tua tetap asik dalam kediamannya. Hingga pada pertanyaan kesekian, kakek itu menjawab apa yang terjadi terhadapnya.
Ternyata baru datang Ajo Sidi, seseorang yang terkenal pembual di kampung itu. Semua hal, semua orang bisa dijadikan Ajo Sidi sebagai bahan bualan.
“Lalu, apakah kekek juga menjadi bahan bualan?”, Tanya pemuda itu.
“Tidak, sama sekali dia tidak membual tentangku”, timpal kakek.
“Tapi dia bercerita tentang seorang haji yang taat beribadah, mengerjakan semua perintah Tuhan, dan menjauhi larangannya. Dan dia tetap masuk neraka”, tambahnya.
Ajo Sidi bercerita tentang Haji Saleh yang akan di periksa amal ibadahnya ketika di dunia dulu. Karena merasa orang yang paling taat, Haji Saleh sangat percaya diri bahwa dia akan di masukkan ke dalam surga sehingga hanya senyum mengejek ketika melihat orang-orang di masukkan ke neraka.
Pada saat giliran Haji Saleh dihitung amalnya,
‘Engkau’
‘Iya aku Saleh. Karena aku telah berhaji maka aku di panggil Haji Saleh’
‘Apa yang kamu lakukan selama di dunia’
‘Aku selalu beribadah kepada-Mu Tuhan’
‘Lain?’
‘Setiap hari, setiap malam aku selalu menyebut dan mengingat nama-Mu’
‘Lain?’
‘Ya Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain menyembah-Mu, menyebut nama-Mu, disaat aku sakit, bahkan ketika aku sehat nama-Mu lah yang selalu membasahi bibirku’
Setiap hari Haji Saleh memang tak pernah meningggalkan perintah Tuhan dengan beribadah, menyebut nama-Nya, membaca kitab-Nya, dan dengan melaksanakan semua perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-Nya.
Kemudian apa yang menjadi ekspektasi Haji Saleh ternyata melenceng. Haji Saleh pada akhirnya masuk neraka bersama orang-orang yang di mata Haji Saleh lebih taat, saleh dan beribadah kepada Tuhan tanpa henti setiap harinya. Lalu apa gerangan yang menjadi penyebab Haji Saleh Masuk neraka?
Ternyata keasyikan Haji Saleh dalam beribadah, bersembahyang, dan cuma mengurus diri sendiri itulah yang membuat dirinya dimasukkan ke neraka.
Indonesia sebagai surga yang berada di bumi tidak diurusnya untuk kemakmuran umat manuisa−terutama keluarganya, dibiarkannya keluarga hidup dalam kekurangan dan kemiskinan, dan hanya beribadah yang selalu dia lakukan. Dia lupa bahwa manusia diperintahkan untuk beribadah sekaligus sebagai pemimpin di bumi, merawat alam semesta.
Momen Ramadaan selayaknya menjadikan kita lebih giat dalam bekerja, dalam berupaya memenuhi kebutuhan diri dan keluarga, lebih luas lagi membantu orang dekat−disekeliling kita. Menjadi manusia yang bermanfaat untuk menusia lain, khairun naas anfauhum lin naas.













Bagikan

Jangan lewatkan

Puasa dan Kerja
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.