Jejak Sejarah Desa Negeri Tua
Lukman Hakim
Peminat Kajian Sejarah
Desa Negeri Tua berdiri sejak tahun 1907. Sejarah nama “Negeri Tua” berasal dari masyarakat Lampung asli yang dulu tinggal di bedeng 51, Desa Pakem Kecamatan Sekampung dan kemudian membuka ladang di tanah yang sekarang bernama Negeri Tua.[1] Desa Negeri Tua merupakan desa yang terletak di tanah warga yang berdiri sejak jaman Pemerintahan Belanda Sekitar tahun 1816 sampai sekarang. Berdasarkan data yang ada dan keterangan dari tokoh adat Desa Negeri Tua, bahwa Desa Negeri Tua telah mengalami pergantian pimpinan atau kepala desa diantarannya:[2]
Peminat Kajian Sejarah
Tugu Selamat Datang Desa negeri Tua |
Desa Negeri Tua berdiri sejak tahun 1907. Sejarah nama “Negeri Tua” berasal dari masyarakat Lampung asli yang dulu tinggal di bedeng 51, Desa Pakem Kecamatan Sekampung dan kemudian membuka ladang di tanah yang sekarang bernama Negeri Tua.[1] Desa Negeri Tua merupakan desa yang terletak di tanah warga yang berdiri sejak jaman Pemerintahan Belanda Sekitar tahun 1816 sampai sekarang. Berdasarkan data yang ada dan keterangan dari tokoh adat Desa Negeri Tua, bahwa Desa Negeri Tua telah mengalami pergantian pimpinan atau kepala desa diantarannya:[2]
1. Rebo/Dalem Sangun : Sebelum 1916
2. Abdullah :
1916–1925
3. Gedung Inten :
1925-1934
4. Pangeran Dulu :
1935-1942
5. Pangeran Dulu : 1942-1947
6. Abdul gani umar : 1947–1951
7. Ngemum Ratu : 1951–1967
8. Abdul gani umar :
1968–1976
9. Harun Ibrahim : 1976–1985
10. Karta Raharja : 1986–1994
11. H.Abdullah : 1994–2002
12. Wahyudin :
2002-Sekarang
Ketika Harun Ibrahim menjabat
sebagai kepala desa, Karta
Raharja sedang mengampu jabatan sekretaris desa dan Suwarno menduduki jabatan
kepala dusun 5, Tulung Aman.
Diangkatnya Suwarno menjadi carik/sekretaris desa karena
carik sebelumnya tidak menjalankan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI)
sehingga pada saat kepala desa di pegang oleh Karta Raharja, Suwarno diangkat
sebagai sekretaris desa, yang sebelumnya Suwarno merupakan Kaur Administrasi menggantikan
Syaifullah.
Ketika diberlakukan syarat sekretaris desa harus memiliki
ijazah dan lulus setara sekolah menengah atas (SMA), barulah kemudian Suwarno
melepaskan jabatannya yang dijalani selama tiga puluh tahun.
Suwarno mengisahkan, dirinya masuk ke Desa Negeri Tua
pada tahun 1963. Pada tahun itu, di Dusun 4 hanya terdapat 3 kepala keluarga
saja yaitu Asgar, Saman dan Marsan. “Kami tinggal saling berjauhan satu sama
lain, biasanya gubuk tempat tinggal
dibuat sesuuai dengan lokasi dimana seserorang mempunyai lahan garapan”, jelas
Warno.
“Dulu saya di Candimas, Kota Bumi, pada saat saya datang
pertama kali di Lampung”. Ketika itu Suwarno berumur 16 tahun. Dia di ajak oleh
kakaknya untuk bekerja di PT. Karet yang berada di kota Bumi. “Ketika itu tahun
1954 saya masih berumur 16 tahun, bujang tanggung. Tapi saya sudah ikut transmigrasi
ke Lampung bersama kakak saya, kemudian saya diajak ke Nakau untuk bekerja di
PT karet di sana”, tambah Warno.
Sebelum tahun 2015,
Desa Negeri Tua memiliki 4 dusun yaitu Dusun 1 Menanga Sari, Dusun 2 Negeri Tua
Induk, Dusun 3 Kota Banyu Atas dan Kota Banyu Bawah, dan Dusun 4 Tulung Aman.
Sebelumnya, Desa Tanjung Harapan yang berada di selatan Desa Negeri Tua
merupakan bagian dari dusun 4 Tulung Aman. Baru pada tahun 1985, Tanjung Harapan
menjadi desa secara mandiri terpisah dengan Desa Negeri Tua.
Nama masing-masing dusun diambil berdasarkan kesejarahan
yang mengikutinya. Dusun 1 Menanga Sari, lebih di kenal dengan para pendatang
dari Menanga, Komering, Sumatera Selatan. Untuk Selanjutnya dusun ini lebih
terkenal dengan sebutan Menanga sari atau dusun komering. Pada perkembangannya
dan sampai tahun 2016, tidak
hanya suku komering di dusun tersebut, tetapi dapat di jumpai pula suku lampung
asli dan suku jawa yang berada di ada di dusun tersebut.
Dusun 2 Negeri Tua Induk, menurut cerita Suwarno, nama “Negeri
Tua” berasal dari orang-orang Negeri Tua yang berasal dari bedeng 51, kemudian
membuka ladang di Negeri Tua yang sekarang. Lambat laun banyak orang Negeri Tua
bedeng 51 yang akhirnya pindah ke Negeri Tua, dengan berjalannya waktu dusun
ini kemudian disebut Negeri Tua Induk.
Dusun 3 Kota Banyu memiliki sejarah yang berbeda. “Kota
Banyu berasal dari bahasa Lampung “Kutau
Banyeu”, Kutau artinya pagar, Banyeu berati air”. Jika diperhatikan,
Dusun Kota Banyu memang dipagari/dikelilingi oleh sumber-sumber air. Sebelah
barat yang berbatsan dengan Desa Mekar Sari, antara keduanya dipisahkan oleh
kali Mbang Putih. “Kota banyu merupakan dusun yang kebanyakan warganya berasal
dari desa tetangga yaitu Mekar Sari dan Sumber Sari”, tambahnya.
Dusun Kota Banyu memiliki dua nama yang berbeda yaitu
Kota Banyu Atas dan Kota Banyu Bawah. Penamaan yang berbeda ini salah satunya
dikarenakan perbedaan diantara keduanya, struktur tanah merah merupakan karakter tanah di Kota Banyu
Atas sedangkan Kota Banyu Bawah memiliki struktur tanah pasir. Antara keduanya dipisahkan oleh mbulak, yaitu ladang atau kebun yang membentang sepanjang jalan
menuju desa.
Pada sekitar tahun 1964-1965, jumlah kepala keluarga di
Kota Banyu Bawah sebanyak 62 orang. Terpaut jauh dengan Kota Banyu Atas yang
hanya 16 kepala keluarga saja, sedangkan di dusun 4 hanya terdapat 4 kepala
keluaga. “Kota Banyu Bawah Dulu lebih ramai jika dibanding dengan Kota Banyu
Bawah”.
Setelah “geger 65”, banyak warga yang dituduh terlibat
dengan partai Komunis Indonesia (PKI) atau lembaga yang ada di bawahnya seperti
Gerakan Tani Indonesia (GTI), Barisan Tani Indonesia (BTI) atau Lembaga
Kebudayaan Rakyat (LEKRA). “Sebanyak 36 warga di Desa Negeri Tua di tetapakan
sebagai tahanan politik, sebanyak 32
orang dari Dusun Kota Banyu dan 4 orang dari dusun 1 Palis. Tepatnya dilakukan
pada sekitar tahun rentang tahun 1965-1967”, jelas Suwarno mengenang. Saat ini
2016, di Kota Banyu Atas hanya
ada 24 kepala keluarga dan 22 kepala keluaraga di Kota Banyu Bawah.
Pernyataan lain diungkapkan oleh Romlah[3],
Dusun Kota Banyu pada saat geger 65 sudah memilki kurang lebih 400 penduduk. “Kota Banyu dulu sebelum
Geger 65, jumlah masyarakat kurang lebih 400 warga.
Nenek 75 tahun ini menjelaskan bahwa setiap malam ada
segerombolan orang datang dengan sepatu berbunyi prak-prok berkeliling desa, “Setelah kejadian 65 dan banyak
penangkapan yang dilakukan oleh orang-orang yang menggunakan sepatu besar yang
terdengar prak-prok pada malam hari. Warga Kota Banyu banyak yang memutuskan untuk
pindah ke desa atau daerah lain”, jelas Romlah.
Dusun 4 dan 5 yang akrab disapa Dusun Tulung Aman juga
memiliki asal usul nama. Tulung Aman berasal dari kata Tulung dan Aman. Tulung diambil dari bahasa Lampung yang berarti
sumber air, sebutan lain dalam bahasa Lampung yaitu supuk yang memiliki arti yang sama dengan tulung. Sedangkan kata “Aman”
sendiri muncul karena Desa Negeri Tua tidak pernah terjamah oleh Jepang,
sehingga dikatakan bahwa Tulung Aman adalah tempat yang aman.
Sumber air yang dijadikan sebagai dasar penamaan terletak
di sebelah barat dusun 5, konon sumber air yang sekarang menjadi sawah tadah
ini dahulu memilki sumber air yang melimpah sehingga wajar saja jika dijadikan sebagai nama Tulung
Aman.
Dusun Tulung Aman dulunya adalah daerah yang meliputi
Desa Tanjung Harapan, Umbul Way, dan Tulung Aman sendiri. Di kemudian hari,
pada tahun 1985 Tanjung Harapan berdiri sendiri sebagai desa. Dan Umbul Way pecah
menjadi 2 yaitu Umbul Way yang masuk Dusun 5 Desa Negeri Tua dan Umbul Way yang
masuk Desa Tanjung Harapan.
Seperti yang telah disinggung bahwa pada sekitar tahun
1963, ada 3 kepala kelurga yang berada di Dusun Tulung Aman. Asgar, Saman dan
Marsan adalah warga yang pertama-tama tinggal di Dusun ini. Jarak tempat
tinggal mereka pun saling berjauhan karena gubuk
tinggal mereka dibangun berdasarkan letak tanah garapan mereka.
Untuk mengangkut hasil pertanian, masyarakat menggunkan
gerobak sapi sebagai alat transportasi utama. Jika warga yang tidak menggunakan
gerobak, maka perjalanan harus menembus jalan setapak bekas roda gerobak
sepanjang jalan menuju ladang. Jalanan yang harus dilalui setiap pergi ke
ladang adalah jalan berlumpur yang bila musim hujan tiba, berarti harus siap
dengan kondisi jalan berlubang dan penuh lumpur yang tidak jarang membuat sapi
bekerja ekstra untuk membawa hasil panen.
Lada pada waktu itu sudah menjadi hasil ladang petani
Dusun Tulung Aman kebanyakan, selain singkong, jagung dan hasil pertanian lain.
Dengan gerobak sapi, petani harus menempuh jarak yang cukup jauh ke Sukadana
untuk menjual lada-lada yang telah dipanen. Biasanya perjalanan memakan waktu
lebih satu hari sehingga petani harus menyiapkan bahan makanan untuk makan
diperjalanan.
Baru setelah tahun 1997, masyarakat di Dusun Tulung Aman
dapat menikmati jalan batu yang
memudahkan perjalanan dan pengangkutan hasil panen. Sampai saat ini Dusun
Tulung Aman dan Kota Banyu adalah dua dusun yang menikmati jalan batu di Desa
Negeri Tua.