Pemilihan Peratin Lampung Barat
Suasana Pemilihan Peratin di Pekon Hanakau. |
Saya berusaha bersikap biasa saja dengan dinginnya
cuaca yang menusuk tulang di Lampung Barat pagi ini (30 Oktober 2017). Segelas
kopi menambah hangat obrolan pagi ini bersama Bapak Abdul Mukmin dan keluarga.
Pagi ini, Pekon (baca: desa) Hanakau dan dan beberapa
pekon di Lampung Barat sedang bersiap melaksanakan pesta demokrasi pemilihan
peratin (baca: kepala desa). Di Pekon Hanakau sendiri ada 4 kandidat calon
peratin dengan komposisi 3 laki-laki dan 1 satu perempuan yang juga merupakan
petanaha. Jika diambil berdasarkan nomor urut calon, yaitu; 1. Gio, 2. Taufik,
3. Epen, 4. Rosidah. Nama-nama ini merupakan nama panggilan dari masing-masing
calon. Dan saya senagaja tidak menyebutkan nama lengkap atau nama jelas calon
untuk menjaga keselamatan saya (Karena saya Lukman maka kalimat yang benar
adalah “menjaga ke-lukman-an saya”).
Pukul 06:00 WIB pagi, saya sudah bersama Asep Iman
Suwargana melihat suasana balai pekon. Panitia sudah menyiapkan segala sesuatu
yang diperlukan untuk pelaksanaan pemungutan suara seperti tenda, kotak suara,
meja-kursi, dan lainnya. Silahkan cek ya di saluran youtube “Waroeng Batja”
untuk melihat bagaimana ceritanya. Haha
Suasana Pemilihan Peratin di Pekon Hanakau. |
Menjelang siang, di depan rumah pak Abdul Mukmin sudah
ramai orang yang berduyun-duyun ke balai pekon. Ada yang mengendarai motor,
mobil atau berjalan kaki. Sedangkan rumah Pak Abdul Mukmin (bapaknya Asep) dan
balai pekon hanya sekitar 75 meter. Orang-orang berjubal, tumpuk bruk di balai pekon. Saya kemudian berjalan sendirian ke
balai pekon untuk mengabadikan momen dengan handycam
yang saya bawa.
Saya merekam tiga orang bapak yang sedang
berbincang dengan bahasa jawa saat itu.
"Udah nyoblos pak?" saya bertanya sambil
merekam.
"Sudah semalam," jawabnya.
Saya tertawa mendengar jawaban bapak itu.
"Jancok bapak ini, aku ini belum nikah kok malah
bilang nyoblos yang begituan," batin saya.
"Apa harapannya untuk lurah yang akan
datang?" Lanjut saya.
"Iya belum bisa, wong belum ada yang menang,"
jawab seorang bapak tadi yang berujar telah menyoblos semalam.
"Harapan semoga ke depan lebih baik,
pembangunan-pembangunan dilanjutkan," jawab seorang yang lain.
Suasana Pemilihan Peratin di Pekon Hanakau. |
Kemudian saya merekam suasana di dalam tempat
pemungutan suara (TPS), tapi yang jelas saya mengambil gambarnya dari luar
arena. Bisa di gebukin orang kalau ambil gambar di dalam tarup.
Saya melihat antrean orang masuk, pengambilan surat
suara, pencoblosan di bilik suara, ada juga para calon yang di pajang
(fungsinya cuma untuk salaman dengan pemilih, haha) dan terakhir keluar tenda
dengan menyelupkan jari tangan ke tinta sebagai tanda kalau mereka sudah menyoblos.
Saya tidak mengikuti pemungutan suara sampai habis
karena saya mengambil gambar seperlunya saja. Setelah dhuhur sekitar pukul
12.30 WIB panitia sudah membacakan hasil pemilihan. "Nomor satu, nomor
tiga, nomor empat," begitu terdengar sayup-sayup suara panitia di balai
pekon.
Saya masih saja melanjutkan obrolan bersama Asep, Awan
dan kawan-kawan. Tapi sebenarnya saya lebih menjadi pendengar karena mereka
menggunakan Bahasa Sunda dalam bercakap-cakap. Sekali waktu saya juga ikut
masuk ke percakapan, saya mengerti Bahasa Sunda ya walaupun tidak semua, tapi
saya tak bisa untuk mengungkapkan bahasa itu. Mungkin ini seperti cintaku
padamu yang sering gagal terucap. Hahaha.
Suasana Pemilihan Peratin di Pekon Hanakau. |
Karena tidak kuat dengan rasa kantuk, ditambah gerimis
mengundang siang ini. Saya akhirnya menuruti rasa kantuk yang menuntun saya ke
kasur.
Tidak! Pukul 16:40 WIB saya baru bangun. Waktu salat asar
sudah lewat, begitu juga dengan penghitungan suara yang telah usai. Apa
hasilnya? Petahana masih menjadi yang terunggul mendapatkan 900an suara,
disusul oleh Taufik dengan suara 500an, urutan ketiga ada Gio dengan 400an
suara dan paling akhir adalah Epen yang hanya mengantongi 120an suara.
Saya tidak memastikan perolehan suara pada pesta
demokrasi yang sangat seru ini. Saya katakan seru karena jika dibandingkan
dengan pemilihan DPD, DPR, DPRD, bupati, walikota, gubernur atau presiden (saya
sengaja tidak menulis dengan eksekutif dan legislatif agar tulisannya lebih panjang,
wekaweka), dalam pemilihan kepala pekon di Lampung Barat ini lebih terasa
kekeluargaan dan modal yang dikeluarkan.
Di pemilihan kepala Pekon Hanakau para calon membuka
rumah selebar-lebarnya untuk para warga. Tidak hanya dibuka kosong-kosong ya,
ada calon yang menyembelih sapi atau ayam untuk menjamu mereka yang baru saja
selesai menyoblos. Enak to, rek? Kalau boleh request sih saya maunya tiap hari begitu, hahaha.
Bahkan yang lebih seru adalah keluarga besar berkumpul
di rumah masing-masing calon. Yang dari Hanakau, dari luar Hanakau atau yang
dari luar Lampung juga ada. Intinya adalah dukungan moril itu sangat perlu
untuk mempersiapkan diri jika suara tak membumbung sesuai ekspektasi.
Tolonglah, tolong ademkan hatiku. Wekaweka.
Sore harinya saya sedikit melupakan hiruk pikuk
pemilihan kepala pekon. Saya bersama Asep, Kak Junet dan Oyan berkelana menuju
ladang sayur. Melihat bagimana serunya menanam sayur di daerah dingin seperti Pekon
Hanakau Lampung Barat.