Bolidi dan Janji 4 Tahun
Malam minggu itu, Bolidi menjalani malamnya seperti biasa. Selepas salat isya, dia berbincang dengan mamak, bapak dan handai taulan di rumahnya.
"Tetot, tetot, tetot", telepon
genggam Bolidi berdering di
kamarnya.
Bolidi tak segera mendekati
telepon genggamnya. Belum
juga dering itu dia jawab.
Sampai dering yang ketiga kali, akhirnya Bolidi menyergah telepon
genggamnya.
"Assalamualaikum Kak Bolidi", suara santun wanita terdengar di
ujung telepon.
"Waalaikumsalam warahmatullahi
wabarakatuh".
"Kak, aku mau cerita kak".
"Cerita!!! Tunggu dulu mbak.
Ini siapa ya? Soalnya di hapeku nomer sampean baru", tanya Bolidi
keheranan.
"Ini Aida kak Bol",
jawab perempuan itu.
"Aida siapa ya? Aku nggak
inget punya kenalan Aida", Bolidi masih bingung.
"Aida adik tingkat waktu SMA kak.
Yang waktu itu ikut pramuka bareng kak Bolidi".
"Ya Allah, Maida to.
Aku ingetnya namumu itu Maida dek, bukan Aida. Aku baru inget dek. Apa kabar
kamu dek? Ada apa dek, kok tumben telepon aku? Dapet nomerku dari mana?, Tanya
Bolidi bertubi.
"Kak Bolidi! Kebiasaan kan
dari dulu. Kalau nanya tu ya satu-satu kak. Jangan ngebom gitu", keluh
Aida.
"Abis kamu tu kemana aja dek?
Hampir dua tahun nggak pernah kasih kabar kakak".
"Oke aku jawab satu-satu ya
kak. Alhamdulillah kabar ku baik. Aku dapet nomer kakak dari facebook kak. Sekarang aku pengen
curhat ke kakak yang waktu itu juga sempet ke pending. Akhirnya sekarang bisa
ngobrol, walaupun cuma lewat telepon. Aku nggak ganggu kan kak Bol?".
"Kamu nggak ganggu dek,
tenang saja.
Sebagai kakak yang baik, aku bakal dengerin curhatanmu dek"
"Kakak lagi sibuk ya? Tadi
aku telepon nggak diangkat. Baru yang ketiga kali akhirnya diangkat juga. Hayo, lagi sibuk ya?".
"Biasa dek, aku jarang pegang
hape. Hape tak taruh aja di kamar. Maaf ya. Wehehe.", jawab Bolidi.
"Kaaaaak!", keluh Aida.
"Iya, kenapa dek? Cerita
lah".
"Aku tu bingung, sedih,
kacau, galau. Pokoknya semua jadi satu kaaak".
"Waduh, kamu kena komplikasi
dek. Wehehe", canda Bolidi.
"Kak Bolidiiiii!",
teriak Aida sewot.
"Iya maaf, nggak becanda lagi
dek. La kenapa bisa campur aduk gitu dek?".
"Aku tu pernah cerita sedikit
sama kakak tentang laki-laki".
“Laki-laki
siapa dek?”
“Dia
pergi kuliah ke
luar kota itu kak”.
"Oh iya iya, aku inget dek.
Waktu itu kamu baru
lulus SMA kan? Tapi kamu nggak cerita apa-apa dek. Pokoknya hanya bilang ada
cowok mau ke Surabaya kan?".
"Iya itu kak. Sebenernya aku
sama laki-laki itu udah buat komitmen kak.
"Komitmen apa?".
"Aku dulu bikin komitmen buat
janji untuk saling menjaga hati kak. Selama 4 tahun kuliah, kami harus menjaga
komitmen itu untuk saling menjaga hati, perasaan".
"Jadi sekarang sudah lewat
empat tahun dek? Kamu sudah
lulus kuliah setengah tahun yang lalu to. Terus apa kelanjutannya dek?
Bagaimana komitmen kalian itu?".
"Entahlah kak. Sudah lebih empat
tahun".
"Tut, tut tut", obrolan
tiba-tiba saja terputus.
Bolidi mencoba menelpon Aida, tapi
nomer Aida tak bisa dihubungi. Bolidi
memutuskan membiarkan telepon genggam miliknya berada di atas meja di ruang tamu.
Bolidi menuju ruang depan. Temaram
lampu di ruang depan masih saja menarik hewan-hewan kecil bersayap untuk
mencari cahayanya.
Ketika Bolidi sedang asik
memperhatikan cicak yang mendekati hewan kecil bersayap itu, tiba-tiba telepon
genggamnya berdering lagi.
Bolidi segera menuju ruang tamu.
"Halo".
"Maaf ya kak Bol, hapeku
mati. Oiya, aku tadi ceritanya sampai mana kak?"
"Hmm, apa ya? Sekarang udah
lebih empat tahun dek".
"Iya kak. Jadi, tepat empat tahun berlalu, laki-laki tadi tak
kunjung menghubungi aku kak".
"La kamu nggak hubungi dia
duluan dek?".
"Dia sudah janji kak.
Dia yang bakal hubungi
aku duluan. Jadi, aku lebih baik menunggu
kak".
"Terus apa yang terjadi
dek?".
"Dia nggak hubungi aku kak
selama empat tahun itu, bahkan sampai lewat empat
tahun, dia nggak
kasih kabar. Tapi
dua hari lalu, tiba-tiba dia
hubungi kak. Bukan lewat telepon kak. Dia cuma kirim pesan lewat whatsapp aku
kak", keluh Aida dengan suara yang mulai terdengar parau.
"Terus apa yang dia bilang
dek?".
"Intinya dia nggak bisa
memenuhi komitmen yang dulu kami buat kak. Dia bilang, biarkan saja
kita seperti adik kakak tanpa ada hubungan lebih. Laki-laki itu
hanya bilang gitu tanpa memberikan alasan apapun dari keputusannya",
terdengar Aida mulai terisak.
"Sudah dek, kakak tau gimana
perasaan kamu. Kamu udah nunggu empat tahun lebih, itu bukan waktu yang
sebentar. Tapi akhirnya kamu mendapatkan jawaban begini".
"Aku bingung kak, aku harus
berbuat apa? Apa aku harus nuntut dia, menanyakan alasan dia. Apa dia punya
orang lain?", tangis Aida akhirnya pecah.
Bolidi tak berkata sepatah
katapun. Dia hanya mendengar suara tangis Aida yang tertahan sambil mengangkat
kepalanya ke atas.
Dilihatnya oleh Bolidi, hewan kecil
bersayap itu beberapa sudah dimakan cicak.
"Dek Aida, sekarang dengarkan
kakak", ujar Bolidi.
"Kamu harus jadi perempuan
yang kuat dek. Nanti kalau pikiran kamu udah tenang, udah tidak tergoncang,
coba tanyakan baik-baik apa sebenarnya alasan cowok itu dek".
Aida masih terisak, tak menjawab
pernyataan Bolidi.
"Aida, Aida, dengerin kakak
kan?".
"Iya kak", jawab Aida
dengan suara yang mulai tenang".
“Nanti
tanyakan sama ccowok itu, apa
alasan dia kasih jawaban kayak gitu dek. Empat tahun bukan waktu yang sebentar
dek”.
“Iya
kak, aku bakal tanya sejelas-jelasnya. Tapi kenapa
kak? Kenapa
dia begitu pengecut
kak, nggak ketemu langsung, nggak ngobrol langsung kak”.
“Makanya
nanti kamu tanya langsung dek biar semua jelas. Jangan sampai ada pikiran yang aneh-aneh dan prasangka buruk”.
“Kak
Bol, aku ini sebenarnya terlalu bodoh atau terlalu polos kak?”, sergah Aida.
“Hmmm”,
Bolidi bingung harus menjawab apa.
“Kamu
bukan keduanya dek”.
“Tapi kak”.
“Kamu
bukan keduanya dek. Yang aku tau kamu perempauan
kuat dek. Seberat apapun masalah yang kamu hadapi, kamu tetap saja menutupinya sama senyummu dek”.
“Makasih
ya kak. Aku bakal perbaiki
diri, aku bakal fokus sama kerjaan, aku bakal persiapkan diri aja buat jodohku nanti.
Allah pasti
memberi rencana yang lebih indah kan kak?”.
“Iya
dek, intinya jangan percaya
sama siapapun dek, termasuk sama aku. Jangan berharap lebih pada manusia, tapi Allah lah tempat terbaik buat menggantungkan harapan. Ambil saja hikamhnya dek”.
“Iya
kak, makasih banget kak. Alhamdulillah aku sedikit tenang sekarang”.
“Sama-sama
dek. Yaudah, sekarang istirahat saja dek, sudah malem”.
“Oke
kak Bol, Assalamualaikum”.
“Waalaikumsalam”.
Tut,
tut, tut.