Waroeng Ternak (Bagian 3)
Bertepatan Senin, 25
Desember 2017, kakak keponakan saya sudah harus 'tutup buku' diusianya
yang baru 34 tahun. Saya jelas kaget dengan kabar ini, sebelum di rujuk ke
Rumah Sakit Abdul Muluk Bandar Lampung, saya sempat menjenguknya di Rumah Sakit
Muhammadiyah Metro pada Jumat petang 22 Desember 2017.
Saya bergegas pulang pada
siang hari 25 Desember 2017 untuk berbelasungkawa dan menghibur bude yang
ditinggalkan oleh anaknya.
Sekira pukul 15.00
WIB saya sudah sampai rumah, berbincang dengan keluarga dan ngobrol di
sore yang masih terik. Tak terasa asar datang, tentu saya bergegas untuk salat,
bukan sombong tapi itulah kenyataannya. Bhahaha
Selepas asar saya tidak
segera takziah, saya berkunjung ke lokasi Waroeng Ternak yang ada di
pekarangan rumah kakak tertua saya. Ada inovasi yang dikembangkan di
sana, pembuatan pakan ternak fermentasi yang berbahan dasar bonggol
pisang--setelah pembuatan pakan fermentasi dari daun singkong.
Tanpa komando tanpa
aba-aba, saya segera mengambil foto dan video di kandang. Tunggu saja
videonya, segera hadir di saluran yutub Lukman Hakim, tapi sekarang saya
akan bercerita tentang pengembangan pakan fermentasi bonggol pisang
lewat tulisan ini.
Ketersediaan bonggol
pisang yang melimpah yang tidak dilirik oleh masyarakat tentu menjadi
motivasi awal untuk membuat pakan alternatif ini. Kakak saya
mencari informasi tentang kandungan gizi yang ada di bonggol pisang dari
internet, ternyata kandungan gizi bonggol pisang setara dengan pohon dan
buahnya. Saya meyakini bahwa informasi dari berbagai sumber diinternet
ini tidak bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya. Kalau di suruh makan, ya
jelas saya pilih pisangnya, bukan bonggolnya.
Tapi bukan itu poin
pentingnya, poinnya adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan sumber daya alam
yang melimpah disekitar tempat tinggal. Konsep ekonomi biru, mungkin secara
sederhana pembuatan pakan fermentasi bonggol pisang bisa dikatakan demikian.
Tidak sulit untuk membuat
pakan fermentasi dari bonggol pisang. Pertama kita harus
mengumpulkan bonggol pisang yang sudah melewati masa buah, hal ini
bertujuan untuk menghasilkan pakan fermentasi yang maksimal. Bonggol pisang
yang sudah melewati masa buah adalah bonggol pusang yang sudah tua.
Bonggol pisang yang seperti ini akan menghasilkan pakan fermentasi yang awet
dan tidak gampang busuk. Jika kita memilih bonggol pisang yang
belum pernah berbuah (masih muda) maka potensi kegagalan lebih besar dalam
pembuatan pakan fermentasi bonggol pisang.
Langkah selanjutnya adalah
bonggol pisang dicacah kecil, dicampur dengan air yang sudah ditambah tetes
tebu, M4 peternakan dan vitamin sesuai dengan kebutuhan ternak
kita. Setelah cacahan bonggol pisang dan bahan-bahan sudah tercampur
rata, bonggol pisang dimasukkan ke plastik besar dan ditutup rapat
(kedap udara). Tunggu 3-4 hari saja maka pakan ternak fermentasi dari bonggol
pisang sudah bisa diberikan untuk kambing-kambing kita.
Menurut Muhammad
Mas'ud (kakak saya), sekitar 50 kg pakan ternak fermentasi bonggol pisang bisa
untuk 20 ekor kambing selama 10 hari. Tentu pemberian pakan diselingi juga
dengan pakan hijau-hijauan sekedarnya saja. Atau bisa juga dipadukan dengan
pakan fermentasi dari daun singkong.
Pembuatan pakan fermentasi
bonggol pisang dan daun singkong tentu membuat waktu, tenaga, dan biaya
lebih efisien. Jadi peternak tidak harus ngarit setiap hari,
tidak takut cuaca hujan atau langkanya pakan karena kemarau panjang. Siapa saja bisa mengembangkan peternakan
sebagai salah satu sumber ekonomi yang menjanjikan.
Sekian. Saya akan menutup
tulisan ini dengan kalimat bijak dari kakak saya. "Penemuan bukan untuk
diperdebatkan tapi untuk dikembangkan".
Salam dari Desa. Jangan
takut hidup di desa.